UNAIR NEWS – Secara teknis kegiatan usaha di sektor pertanian akan selalu dihadapkan pada risiko ketidakpastian yang cukup tinggi. Risiko ketidakpastian tersebut meliputi tingkat kegagalan panen yang disebabkan oleh bencana alam seperti banjir, kekeringan, atau serangan organisme pengganggu tanaman, dan perubahan iklim. Ketidakpastian dan tingginya risiko itu sangat memungkinkan petani beralih mengusahakan komoditas lain yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan risiko kegagalan yang lebih kecil.
Risiko pada pertanian tidak hanya memengaruhi para petani, tetapi juga memberikan pengaruh secara keseluruhan pada rantai nilai agribisnis. Jika hal ini dibiarkan lebih lanjut dikhawatirkan akan berdampak terhadap stabilitas ketahanan pangan nasional khususnya produksi dan ketersediaan bahan pangan pokok beras.
“Salah satu cara melakukan ganti rugi gagal panen yang digagas pemerintah adalah melalui proram ketahanan pangan. Program ini dijalankan berdasarkan asas kehidupan pertanian yaitu maju, ramah ekologi, dan berkelanjutan,” ujar Dr. Zahry Vandawati Chumaida S.H., M.H, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
“Hukum harus mendorong dan mengarahkan agar kehidupan pertanian secara teknis bisa menjadi lebih sempurna dan menguntungkan semua pihak,” lanjutnya.
Metode penetapan kerugian pertanian adalah melalui hasil pertanian dan tidak berpedoman pada harga apa yang tertanam di tanah pada saat tertentu. Selain bertindak sebagai pemberi subsidi pembayaran premi asuransi pertanian, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani juga secara khusus mengamanatkan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk turut serta berperan sebagai perusahaan asuransi dalam hal apabila terjadi kerugian gagal panen. Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menjelaskan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dalam bentuk asuransi pertanian.
“Sehingga, dalam kasus terjadinya kerugian gagal panen pada pasal 37 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yaitu akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tanaman, perubahan iklim dan jenis risiko lainnya maka pemerintah diamanatkan untuk memberikan perlindungan kepada para petani yang mengalami kerugian,” sebut Dr Zahry.
Dr Zahry menyebutkan, perusahaan asuransi pertanian harus memberikan hak-hak petani sesuai dengan polis asuransi pertanian yang disepakati. Perusahaan asuransi pertanian harus memperlakukan dan melayani petani secara benar, memberikan informasi secara transparan, beritikad baik, dan memberikan ganti kerugian sesuai perjanjian asuransi pertanian.
“Selain asuransi pertanian, adanya perlindungan hukum pada petani akan membuat petani dapat bekerja secara maksimal dalam menjalankan produksi pertaniannya,” tegasnya.
Tujuan program asuransi pertanian dapat dibagi dalam beberapa kelompok sasaran, yaitu untuk kelompok sasaran petani, pemerintah daerah, dan perusahaan asuransi. Pertanggungjawaban perusahaan asuransi terkait asuransi pertanian adalah untuk memberikan ganti kerugian kepada petani apabila terjadi kerugian yang diakibatkan oleh risiko misalnya banjir, kekeringan dan serangan organisme pengganggu tumbuhan yang dijamin pada polis Asuransi Usaha Tani Padi. Sesuai karakteristik asuransi pertanian ini memberikan perlindungan kepada petani jika terjadi gagal panen dan adanya bantuan pembayaran premi.
Dr Zahri menjelaskan bahwa perlindungan hukum bagi petani terhadap perjanjian asuransi pertanian pada program ketahanan pangan oleh pemerintah adalah dengan memberikan hakhak petani seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Selain itu juga memberikan perlindungan lewat adanya Badan Perlindungan Konsumen Nasional dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
“Bentuk perlindungan hukum petani juga diatur oleh lembaga jasa keuangan yang merupakan lembaga pelaksana di sektor perasuransian. Memberikan fasilitas dan mempermudah petani dalam mengajukan klaim pada perusahaan asuransi yang ditunjuk pemerintah yaitu Jasindo,” tutupnya. (*)
Penulis : Sukma Cindra Pratiwi
Editor : Khefti Al Mawalia
Referensi:
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/2189,
Zahry Vandawati, Rizki Darmawan dan Hilda Yunita Sabrie. 2019. Perjanjian Asuransi Pertanian Pada Program Ketahanan Pangan Oleh Pemerintah. Jurnal Hukum dan Pembangunan.