Karakteristik Ibu sebagai Prediktor Kejadian Stunting pada Balita

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh kalimatkece.id

Kejadian stunting pada anak di bawah usia 5 tahun menggambarkan masalah yang berkaitan dengan kekurangan gizi kronis. Stunting pada anak banyak disebabkan oleh asupan gizi yang kurang selama periode intra uterin. Stunting dapat berdampak pada pada terjadinya gangguan pertumbuhan, perkembangan, dan peningkatan morbiditas akibat penyakit tidak menular. Stunting telah terbukti berdampak pada perkembangan kognitif dan mengarah pada risiko obesitas yang lebih besar, yaitu terkait dengan maladaptasi metabolik dan endokrin permanen. Maladaptasi seperti itu, bahkan dengan asupan gizi berlebih pada balita yang awalnya kekurangan gizi, dapat meningkatkan risiko gangguan metabolisme seiring bertambahnya usia, seperti intoleransi glukosa. 

Data yang dikumpulkan oleh WHO tentang stunting mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki prevalensi tertinggi ketiga di wilayah Asia Tenggara, dengan rata-rata prevalensi balita terhambat pertumbuhan dari 2005 hingga 2017 sebesar 36,4% 8. Sementara Survei Kesehatan Dasar Indonesia pada 2007, 2013 dan 2018 menunjukkan prevalensi stunting pada balita secara nasional telah menurun (masing-masing 36,8%, 37,1%, dan 30,1%). Sedangkan prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular meningkat dari tahun ke tahun. Data ini menunjukkan beban ganda dalam masalah gizi kesehatan masyarakat sehingga membutuhkan upaya penanganan yang lebih serius. 

Balita yang terhambat perkembangannya, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang terhambat pula, dan bagi wanita, berisiko melahirkan anak-anak yang kekurangan gizi. Hal ini menunjukkan kejadian stunting pada anak berkaitan erat dengan adanya kekurangan gizi orang tua, terutama pada ibu. Nutrisi ibu yang cukup sangat penting dalam memutus siklus stunting. Praktik pengasuhan yang baik akan memastikan bahwa anak-anak mendapatkan perawatan dan nutrisi yang mereka butuhkan sesuai dengan tahapan usia mereka. 

Studi  ini mengungkapkan ada 5 karakteristik sebagai prediktor kejadian stunting balita di Indonesia, yaitu tempat tinggal (perkotaan versus pedesaan), usia ibu, status perkawinan, status pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Hasil ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa pertumbuhan anak terkait erat dengan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga. Pengasuhan anak membutuhkan penyediaan waktu yang cukup, perhatian, dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial yang diperlukan agar anak bertumbuh sesuai dengan tahap perkembangan yang ideal.

Balita dari ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki risiko stunting yang lebih rendah. Pendidikan orang tua terkait dengan sumber daya pengasuhan dan bisa menggambarkan

kapasitas perawatan yang memadai.  Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki lebih banyak pengetahuan yang memungkinkan mereka untuk menyediakan kebutuhan yang lebih baik, sehingga lebih banyak kebutuhan anak-anak, baik fisik maupun sosial-emosional yang bisa terpenuhi. 

WHO menyatakan bahwa perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan memiliki efek pada status kesehatan populasi. Ini terkait dengan aksesibilitas dan ketersediaan layanan kesehatan, fasilitas ekonomi, dan informasi. Kendala Indonesia saat ini adalah kurangnya distribusi petugas kesehatan di daerah pedesaan, dengan demikian membatasi akses ke layanan kesehatan. Dampak dari masalah ini adalah meningkatnya biaya perawatan kesehatan dan kurang dimanfaatkannya petugas layanan kesehatan. 

Dari sisi pekerjaan, seharusnya, ibu yang tidak bekerja cenderung memiliki lebih banyak waktu untuk merawat anak-anak mereka dibandingkan ibu yang bekerja, sehingga mengurangi risiko stunting. Tetapi nampaknya fakta di lapangan tidak selalu demikian.  

Prediktor lain adalah status perkawinan orang tua. Anak-anak yang hidup dengan ibu yang sudah menikah lebih terlindung dari kejadian stunting. Dalam konteks Indonesia, laki-laki memainkan peran utama sebagai pencari nafkah, perempuan bertanggung jawab atas urusan rumah tangga domestik. Perceraian menjadi sumber penghasilan kacau dan mengganggu ketersediaan dan kualitas makanan yang konsisten.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari

Informasi detail tentang tulisan ini dapat dilihat di: https://doi.org/10.3923/pjn.2019.1101.1106

Laksono, A. D., Ibad, M., Mursita, A., Kusrini, I., Wulandari, R. D., (2019) Characteristics of Mother as Predictors of Stunting in Toddler, Pakistan Journal of Nutrition, Vol 18, No. 12, 1101-1106

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).