Meningkatnya pembangunan di bidang industri menyebabkan semakin meningkat pula jumlah limbah cair yang dihasilkan. Jenis polutan yang mendapat banyak perhatian dalam pengelolaan lingkungan adalah logam berat. Kontaminasi logam berat dalam limbah biasanya meliputi Cu(II), Cd(II), Cr(VI), Pb(II), dan Ni(II). Nikel merupakan logam berat beracun yang sering menjadi kontaminan limbah cair. Limbah cair yang terkontaminasi nikel berasal dari industri yang menggunakan nikel sebagai bahan bakunya, seperti pada penyepuhan listrik , produksi baterai dan sebagainya.
Limbah nikel dapat mempengaruhi kualitas kesehatan manusia. Efek langsung dari nikel ketika terjadi kontak dengan tubuh manusia adalah menyebabkan kerusakan pada kulit, paru-paru, sistem syaraf dan selaput lendir . Limbah cair yang terkontaminasi nikel juga akan berpengaruh buruk pada lingkungan sekitar tempat pembuangan limbah. Kadar nikel yang diizinkan terkandung dalam limbah cair maksimum 5 mg/liter sedangkan untuk air minum adalah maksimum 0.1 mg/liter. Oleh karena itu, perlu adanya suatu upaya untuk mengeliminasi kontaminan nikel dalam limbah cair.
Logam berat dalam air dapat dihilangkan dengan berbagai metode pemurnian atau purifikasi. Beberapa metode pemurnian limbah cair antara lain proses membran, reduksi, pertukaran ion, ekstrasi pelarut dan adsorpsi . Pemurnian limbah cair membutuhkan material serta biaya operasi yang sangat besar. Diantara metode-metode tersebut, adsorpsi yang paling banyak dipilih, karena yang paling ekonomis dan efisien prosesnya dibandingkan dengan metode lainnya .
Pemilihan adsorben yang ekonomis dengan kemampuan adsorpsi tinggi sangat penting dalam efisiensi proses adsorpsi. Adsorben yang dapat digunakan antara lain karbon aktif, clay, alumina aktif, kitosan, silika, zeolit, dan hidroksiapatit. Hidroksiapatit banyak dipilih sebagai adsorben karena efisien dan ketersediaan bahan bakunya melimpah di alam . Beberapa bahan baku tersebut dapat berupa batu gamping, cangkang telur, tulang ikan dan koral. Dengan menggunakan berbagai metode , koral dapat dibentuk menjadi hidroksiapatit.
Perubahan ukuran partikel dapat mengubah sifat fisika dan kimia dari bulk materialnya. Perubahan itu meliputi kekuatan mekanik, elektronik, magnetik, kestabilan termal, katalitik dan optik. Semakin kecil ukuran partikel akan memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar, sehungga reaktivitasnya juga meningkat.
Demikian juga hidroksiapatit sebagai absorban logam berat nikel. Semakin kecil ukurannya, semakin baik sifat absorbansinya. Hal ini disebabkan gaya tarik menarik antara nikel dengan absorban menjadi lebih besar dan logam berat nikel yang terabsorbsi akan semakin banyak pula. Apabila digunakan sebagai absorban logam berat, berarti semakin banyak yang tersaring.
Efisiensi adsorpsi ditandai dengan semakin banyaknya komponen yang terpisah dari suatu fluida berpindah ke permukaan adsorben. Pemisahan tersebut terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antar molekul pada permukaan adsorben dengan fluida. Apabila gaya tarik menarik antara nikel dengan adsorben lebih besar dari gaya tarik menarik antara nikel dengan pelarutnya, maka nikel akan diadsorpsi pada permukaan adsorben.
Hidroksiapatit dengan ukuran partikel kecil memiliki luas permukaan kontak yang lebih besar. Hal itu memungkinkan lebih banyak nikel yang mampu diadsorpsi oleh permukaan adsorben. Hasil proses adsorpsi setiap sampel hidroksiapatit akan diuji ICP (Inductively Coupled Plasma) untuk mengetahui konsentrasi nikel dalam larutan limbah setelah proses adsorpsi.
Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui hubungan antara ukuran partikel hidroksiapatit terhadap efisiensi adsorbansi logam berat nikel dalam limbah cair.
Penulis: Siswanto
Untuk lebih jelas dan detailnya dapat dibaca pada artikel berikut ini,
http://www.envirobiotechjournals.com/issue_articles.php?iid=277&jid=4