Hemodialisis merupakan salah satu terapi pada penyakit gagal ginjal kronik disamping obat medikamentosa dan transplant ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita gagal ginjal kronik stadium akhir, yang mana ginjal sudah tidak dapat menjalankan fungsinya, sehingga fungsi ginjal untuk menyaring bahan yang diperlukan tubuh, membuang produk sampah yang tidak terpakai dari darah keluar melalui urine digantikan oleh mesin hemodialisis. Mesin hemodialisis dilengkapi dengan filter yang dapat menyaring darah. Tidak seperti ginjal yang merupakan ciptaan Allah, mesin ini tentunya mempunyai kekurangan. Darah mengenalinya sebagai benda asing, sehingga menyebabkan tercetusnya rangsangan pada protein darah yang disebut faktor kontak, dan dimulailah proses pembekuan. Oleh karenanya perlu ditambahkan anti koagulan selama proses hemodialisis agar darah dapat dipertahankan tetap cair. Anti koagulan yang biasa dipakai adalah heparin.
Penambahan heparin selama proses hemodialisis diberikan melalui penderita dan alat. Heparin yang ditambahkan ini meliputi loading dose dan maintenance dose. Heparin sebagai antikoagulan yang ditambahkan selama proses hemolisis tentunya turut menambah antikoagulan di sirkulasi penderita. Sebenarnya antikoagulan alami telah tersedia pada setiap orang, antikoagulan alami ini yang mempertahankan darah tetap cair pada pembuluh darah. Namun dengan adanya tambahan antikoagulan dari luar maka dapat terjadi kelebihan antikoagulan pada tubuh penderita. Kelebihan antikoagulan ini dapat menyebabkan kecenderungan terjadi perdarahan pada penderita. Oleh karenanya perlu diwaspadai adanya perdarahan pada penderita pasca hemodialisis.
Hal yang terpenting pada semua ini adalah memonitor apakah antikoagulan yang masuk dan turut memberikan kontribusi telah terjadi kelebihan atau tidak. Penelitian terkait artikel ini menganalisis apakah terdapat pengaruh terhadap parameter plasma prothrombin time (PPT) dan activated partial thromboplastin time (APTT) sebagai parameter untuk memonitor antikoagulan pada penderita gagal ginjal kronik pasca hemodialisis. Desain penelitian ini adalah mengambil darah sebelum dan sesudah terapi hemodialisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa parameter APTT memanjang pada pasien pasca hemodialisis dibandingkan pre hemodialisis. Pemanjangan ini sesuai mengingat kontribusi heparin adalah pada parameter APTT. Sedangkan parameter PPT tidak memberikan perbedaan yang bermakna.
Pada kaskade koagulasi kita mengenal adanya jalur ekstrinsik, intrinsik dan jalur bersama. Jalur ekstrinsik yang berperan adalah factor III, VII dan parameter laboratorium yang sesuai untuk memonitornya adalah PPT dan international normalized ratio (INR). Jalur intrinsik diperantarai oleh factor V, VIII, IX, dan parameter laboratorium yang sesuai untuk memonitornya adalah APTT. Sedangkan jalur bersama diperantarai oleh jalur I, II, X, dan tentunya abnormalitas hasil laboratorium adalah pada PPT dan APTT. Heparin sebagai antikoagulan bekerja pada jalur intrinsik.
Dengan terbuktinya bahwa APTT memanjang signifikan pasca hemodialisis, maka tentunya kebijakan untuk memonitor APTT pasca hemodialisis harus diterapkan. Dan kewaspadaan terhadap terjadinya perdarahan pada penderita pasca hemodialaisis harus ditingkatkan, sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan, apabila telah terjadi perdarahan dapat segera tertangani.
Perdarahan pada pasien gagal ginjal kronik tentunya sangat krusial, yang mana perdarahan dapat menyebabkan anemia. Sedangkan penderita gagal ginjal kronik sendiri mudah terjadi anemia karena produksi hormon eritropoietin yang turun dan menumpuknya ureum yang seharusnya dibuang melalui ginjal menyebabkan uremia dan terjadinya hemolitik pada eritrosit. Akibat lebih jauh dari anemia adalah hipoksemia dan akhirnya hipoksia jaringan karena fungsi hemoglobin adalah mengikat oksigen. Sedangkan hemoglobin berkadar rendah pada anemia. Akibat hipoksia adalah terjadi metabolisme anaerob pada sel dan menghasilkan asam laktat. Produksi asam laktat ini akan menambah kondisi asidosis metabulik yang memang mudah terjadi pada penderita gagal ginjal kronik, akibat produk asam yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal tidak dapat dikeluarkan.
Mengingat efek yang mungkin timbul akibat perdarahan pada pasien gagal ginjal kronik, maka diupayakan semaksimal mungkin mencegah terjadinya perdarahan pasca hemodialisis antara lain dibuat kebijakan pemeriksaan serial untuk APTT, sehingga dapat diketahui kecenderungan meningkat dan kapan mulai menurun seiring dengan half life heparin, agar dapat dipersiapkan penanganan untuk mencegah perdarahan.
Penulis: Dr. Yetti Hernaningsih, dr., SpPK(K)
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://e-journal.unair.ac.id/FMI/article/view/15491
Yetti Hernaningsih, Widodo Widodo, Koko Aprianto. Comparison of PPT and APTT in Pre and Post-Hemodialysis Patients as The Heparin-Exposed Effect. Fol Med Indones, Vol. 55 No. 3 September 2019: 166-170.