Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Penyakit menular ini terkait erat dengan kurangnya higienitas pribadi, kurangnya sanitasi lingkungan, dan perilaku masyarakat yang tidak sehat. Salah satu penyakit infeksi akibat bakteri yang sering kali menyerang manusia dan hewan adalah Salmonellosis. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. sering ditemukan di lingkungan peternakan dan pembuangan limbah. Salmonellosis merupakan salah satu agen zoonosis yang mengakibatkan masalah cukup besar, terutama di lingkungan dengan tingkat sanitasi yang buruk. Penyakit zoonosis dapat menular dari manusia ke hewan dan sebaliknya seringkali sulit diatasi. Salmonella sp merupakan bakteri gram negatif dan terbagi ke dalam beberapa grup dan serotipe.
Pengendalian penyakit Salmonellosis pada industry poultry masih sangat sulit dilakukan jika tidak diikuti dengan pola sanitasi yang baik. Program biosecurity ternyata masih belum tampak optimal karena kesadaran petugas dan peternak masih rendah. Kontaminasi Salmonella sp pertama kali di temukan pada daging ayam dan telur pada tahun 1991 di Belanda. Demikian pula pada tahun 1994, dari 87% ternak kalkun di Kanada, ditemukan banyak yang positif tercemar Salmonella sp.
Ternak ayam yang tercemar Salmonella sp. dari lingkungan dapat menyebarkan bakteri patogen melalui feses. Feses akan mencemari kembali lingkungan sekitar seperti tanah dan air. Transmisi pencemaran Salmonella sp. dari lingkungan ke hewan, manusia ataupun pangan menyebabkan food borne diseases dan water borne diseases. Standard Nasional Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 telah mengatur syarat minimal produk asal hewan tidak boleh mengandung Salmonella. Daging ayam merupakan media yang cocok untuk perkembangan mikroba, karena protein yang tinggi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan Salmonella. Karkas ayam mentah paling sering dikaitkan dengan cemaran Salmonella sp. yang dapat menginfeksi manusia.
Tim peneliti dosen FKH Universitas Airlangga yang diketuai oleh Dhandy Koesoemo Wardhana, drh., M.Vet dan disupervisi oleh professor asal Azabu University Jepang, Prof. Hong Kean Ooi, DVM telah berhasil menemukan Salmonella pada daging ayam kampong di pasar tradisional di Surabaya. Metode penemuan yang digunakan yakni immunomagnetic separation. Sebanyak 60 sampel penelitian didapatkan dari lima pasar tradisional, yakni pasar Keputran, Wonokromo, Gubeng, Wiyung dan Pabean. Metode imunomagnetik sebenarnya telah banyak digunakan di Jepang dan baru pertama kali dilakukan di Indonesia untuk mengisolasi Salmonella dari daging ayam kampung. Prinsip metode imunomagnetik hanya untuk menarik bakteri Salmonella sp. dengan penanda Dynabeads® anti Salmonella sehingga akan bekerja spesifik. Metode imunomagnetik ternyata lebih efektif dibandingkan dengan metode konvensional yang pada umumnya ditanam pada media Salmonella Shigela Agar (SSA).
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan sensitivitas dalam deteksi Salmonella dengan menggunakan metode imunomagnetik untuk masing-masing pasar di mana sampel telah dikumpulkan. Sebanyak 21 (35%) sampel ditemukan positif untuk Salmonella dari 60 sampel yang diuji dengan pemisahan imunomagnetik dan hanya 11 (18,3%) yang positif dengan metode konvensional. Dynabeads® anti-Salmonella dirancang untuk mengikat Salmonella dengan cepat dan selektif. Antibodi anti-Salmonella Dynabeads® berikatan dengan antigen Salmonella dengan afinitas tinggi karena media optimal yang terdiri dari salin fosfat buffered (PBS) pH 7,4 dengan 0,1% bovine serum albumin (BSA) dan 0,02% sodium azide. Ikatan antara antigen Salmonella dan antibodi poliklonal yang sama dilabeli dengan biotin, dan kemudian dengan (Ru (bpy) antibodi berlabel 32 +).
Menurut Dokter Dhandy, “Industri unggas adalah bisnis besar untuk menghasilkan daging dan membantu meningkatkan konsumsi protein untuk warga negara Indonesia. Dalam industri perunggasan, patogen bakteri enterik menimbulkan ancaman bagi kesehatan masyarakat dan dapat berkontribusi pada penularan penyakit zoonosis. Salah satu penyakit zoonosis adalah penyakit bawaan makanan”.
Karkas yang dikonsumsi harus bebas dari agen food borne disease. Faktor risiko untuk penularan food borne disease sangat tergantung pada kualitas dan keamanan karkas. Salah satu penyebab penyakit bawaan makanan adalah Salmonella spp. Bakteri Salmonella spp secara luas diketahui sangat patogen sebagai penyebab food borne disease.
Sebesar 20% dari produk unggas dunia telah dilaporkan terkontaminasi dengan Salmonella, dan bakteri dapat bertahan lama di lingkungan hewan dan manusia serta di fasilitas pemrosesan makanan melalui pembentukan biofilm. Beberapa laporan dari negara-negara non-Eropa seperti Vietnam dan Pakistan menunjukkan prevalensi Salmonella dalam daging ayam eceran sekitar 40%. Penanganan karkas yang tidak higienis selama pemotongan unggas dan pemrosesan daging ayam menggunakan peralatan yang tidak bersih dan air yang terkontaminasi adalah faktor risiko yang terkait dengan keberadaan Salmonella dengan daging ayam karena kontaminasi silang. Dengan demikian, mengendalikan penyakit bakteri enterik pada unggas sangat penting untuk menjaga produksi yang efisien dan meningkatkan keamanan makanan.
Penulis:Dhandy Koesoemo Wardhana, Muhammad Thohawi Elziyad Purnama, Hong-Kean Ooi, Wiwiek Tyasningsih
Referensi:
http://ivj.org.in/users/members/viewarticles.aspx?Y=2019&I=794
Wardhana, DK., Purnama, MTE., Ooi, HK., Tyasningsih, W. 2019. Detection of Salmonella in Chicken Meat Using Immunomagnetic Separation and Conventional Methods from Traditional Market in Surabaya, East Java, Indonesia. Ind. Vet. J., 96(11), 30-32.