UNAIR NEWS – Menanggapi fenomena adopsi hewan peliharaan eksotik dan kuliner ekstrim (konsumsi daging satwa liar seperti ular, kadal, katak, dan biawak), Aditya Yudhana, drh., M.Si bersama tim melakukan penelitian terkait infeksi cacing pita Spirometra pada satwa liar khususnya reptile dan amfibi yang dapat menyebabkan penyakit sparganosis.
“Beberapa laporan kasus menyatakan bahwa manusia juga dapat terinfeksi cacing pita Sprirometra tersebut,” ucap dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) yang akrab disapa Aditya itu.
Aditya melanjutkan, manusia dapat terinfeksi penyakit Sparganosis apabila memakan daging yang terdapat cacing pita Spirometra dalam stadium infektif. Biasanya, cacing tersebut banyak ditemukan pada daging ataupun jeroan yang dijadikan bahan utama kuliner ekstrim.
Apabila pengolahan masakan menggunakan suhu yang tidak optimal, cacing bisa bertahan hidup dan siap menginfeksi tubuh manusia. Sayangnya, biasanya penikmat kuliner ekstrim lebih senang memakan daging yang disajikan dalam kondisi mentah dan setengah matang.
“Selain itu, kami juga berargumentasi bahwa individu yang dekat dengan fenomena tersebut lebih berisiko terinfeksi sparganosis. Terutam jika kurang memperhatikan kebersihan dan sanitasi,” lanjutnya.
Pada hasil penelitian yang dilakukan Aditya dan tim terhadap 378 ular tampar, angka kejadian ditemukan cacing pita Spirometra adalah 50.85%. 56.6 % cacing ditemukan pada bagian daging ular, 29.5% ditemukan pada jaringan subkutan atau kulit. 13.8% ditemukan pada bagian usus besar.
378 sampel ular tersebut diperoleh dari breeder dan tangkapan liar di beberapa pengepul ular. Angka kejadian ular dengan cacing pita Spirometra pada breeder sebanyak 70.7%, sementara tangkapan liar adalah 48.7%.
“Sehingga, satwa liar yang sudah dikembangbiakan secara khusus oleh beberapa breeder sebagai hewan peliharaan dan satwa liar mempunyai peluang yang sama besarnya dalam kejadian infeksi sparganosis,” jelas Aditya.
Meskipun angka kejadian infeksi cacing pita dan penyakit sparganosis terhadap satwa liar cukup tinggi, namun laporan kejadian sparganosis di Indonesia masih tergolong sangat minim. Padahal, penyakit tersebut dapat menular pada manusia.
“Kurangnya data epidemiologi sparganosis di seluruh dunia baik pada manusia maupun spesies hewan menjadi tantangan tersendiri untuk terus mengeksplorasi riset ini secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Penulis: Galuh Mega Kurnia
Editor: Nuri Hermawan
Reference : Yudhana, A., Praja, R. N. & Supriyanto, A., 2019. The medical relevance of Spirometra tapeworm infection in Indonesian Bronzeback snakes (Dendrelaphis pictus): A neglected zoonotic disease. Veterinary World, 12(6), pp. 844-848.
Link : 10.14202/vetworld.2019.844-848