UNAIR NEWS – Kegiatan pinjam meminjam merupakan salah satu kegiatan yang umum dilakukan oleh subjek hukum ketika membutuhkan dana dan pasal mengenai kredit telah diatur dalam produk hukum terakhir mengenai perbankan yaitu UU Nomor 10 Tahun 1998. Bank menjadi salah satu lembaga keuangan yang menyediakan layanan pinjam-meminjam dan pada perbankan syariah dikenal dengan istilah Al-Qardh.
Dr. Trisadini Prasastinah Usanti S.H., M.H., salah satu dosen Fakultas Hukum UNAIR, melakukan penelitian dengan tajuk “Sharia Principles On Information Technology-Based Financing Services” bersama dua orang rekannya. Tujuan dari penelitian ini adalah karena Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia hanya mengatur mengenai layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi namun belum mengatur layanan pembiayaan teknologi informasi berbasis syariah.
“Hingga bulan Mei 2019, hanya ada lima operator fintech yang murni berdasarkan prinsip syariah, yaitu Ammana (PT. Ammana Fintek Syariah), Danasyariah (PT. Syariah Syariah Indonesia), Danakoo (PT. Danakoo Mitra Artha), Alamisharia (PT. Al Famiq Syariah) dan Duha Syariah (PT. Duha Mandani Syariah). Penelitian ini menguraikan dan menganalisis layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan olehu Ammana, Danasyariah, dan Duha Syariah,” ungkap Trisadini mengenai penelitiannya.
Lebih lanjut, penelitian yang menggunakan metode studi kasus ini berfokus pada kontrak yang membingkai hubungan hukum antara penyelenggara, penyedia pembiayaan dan penerima pembiayaan. Kontrak yang dimaksud antara lain meliputi kontrak wakalah bil ujrah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan murabahah.
“Peraturan OJK mengenai layanan pinjam-meminjam berbasis fintech masih bertentangan dengan ketentuan syariah karena di dalamnya terdapat ketentuan tingkat bunga pinjaman. Dasar dari keberadaan fintech syariah sendiri adalah DSN-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018,” jelas Trisadini.
Dalam fatwa DSN-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018, lanjutnya, telah secara tegas dinyatakan bahwa layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi diizinkan dengan ketentuan yang harus dipenuhi. Ketentuan-ketentuan ini di antaranya meliputi pemenuhan prinsip syariah sehingga tidak dapat menjanjikan riba, gharar, maysir, tadlis, dan dharar.
Sebagai kesimpulan, ia berpendapat bahwa OJK di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01 /2016 Mengenai Layanan Pinjaman dan Peminjaman Berbasis Teknologi Informasi belum mengatur fintech syariah. Sehingga, ketika menyalurkan dana kepada penerima, Ammana, Dana Syariah, dan Duha Syariah bertindak sebagai perwakilan/kuasa pemodal. Dari kegiatan ini, Ammana, Dana Syariah, dan Syariah Duha akan mendapatkan ujrah. Kontrak yang membingkai hubungan hukum para pihak, antara lain, akad wakalah bil ujrah, mudharabah, musyarakah, ijarah dan murabahah.
Penulis: Tsania Ysnaini Mawardi
Editor: Nuri Hermawan
Penelitian lebih lanjut: https://e-journal.unair.ac.id/YDK/article/view/14084