UNAIR NEWS – Usai melakukan riset perihal Metode Diagnostik untuk keberhasilan eradikasi leprosi, Dr. M. Yulianto Listiawan , SpKK(K), FINSDV, FAADV., bersama tim kembali melakukan riset perihal Efektivitas Terapi Kombinasi dan Monoterapi Injeksi Triamcinolone untuk Keloid.
Dalam paparannya, ia mengatakan bahwa keloid adalah hiperplasia jaringan fibrosa kulit jinak dan merupakan jaringan skar yang tumbuh di luar batas dari luka awal. Keluhan yang dapat muncul, ungkapnya, adalah nyeri dan gatal.
“Gambaran histopatologik menunjukkan fibroblas padat dan ikatan kolagen yang tampak di seluruh ketebalan dermis. Kadar apoptotik fibroblas di keloid lebih rendah dari kulit normal,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, menurutnya, kolagen berlebih terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan dan degradasi matriks ekstraseluler. Keloid, tandasnya, lebih sering mengenai etnis Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Bahkan, hingga saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan keloid secara keseluruhan.
“Terapi lini pertama untuk keloid adalah injeksi kortikosteroid intralesi, namun menunjukkan hasil yang baik unutk keloid yang kecil dan stadium awal. Terapi lini kedua berupa pembedahan eksisi perlu dipertimbangkan jika 12 bulan setelah terapi lini pertama tidak ada perbaikan,” jelasnya.
Meski demikian, sambungnya, terapi pembedahan tidak direkomendasikan sebagai monoterapi karena tingginya rekurensi 50 hingga 100%. Bahkan dapat menjadi lebih besar.
“Terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan adalah laser,” tandasnya.
Selanjutnya, ia mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan membandingkan terapi kombinasi laser fraksional CO2 dan injeksi triamcinolone acetonide intralesi dengan monoterapi injeksi triamcinolone acetonide intralesi pada pasien keloid. Tidak hanya itu, menurutnya, pemeriksaan histopatologis jarang dilakukan dalam penelitian keloid, kebanyakan hanya menggunakan skor penilaian skar.
“Penelitian ini mencoba untuk membuktikan bahwa triamcinolone acetonide dan terapi kombinasi dapat menurunkan kepadatan kolagen. Triamcinolone secara signifikan menurunkan kepadatan kolagen pada kelompok kontrol dan terapi kombinasi, tetapi perbedaan degradasi tidak signifikan,” ungkapnya.
Pada akhir, ia menegaskan bahwa densitas kolagen turun secara signifikan dalam waktu yang lebih pendek pada keloid yang diterapi laser fraksional CO2 dan injeksi triamcinolone acetonide intralesi. Hal tersebut, jelasnya, menunjukkan bahwa terapi kombinasi memberikan hasil yang baik.
“Monoterapi injeksi triamcinolone acetonide intralesi tetap menjadi terapi keloid utama, karena terapi kombinasi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan monoterapi injeksi triamcinolone acetonide intralesi,” pungkasnya.
Penulis: Nuri Hermawan
Editor: Khefti Al Mawalia
Referensi:
https://www.pagepress.org/journals/index.php/dr/article/view/8032M.
M. Yulianto Listiawan, Dwi Murtiastutik, Willy Sandhika, Brama Rachmantyo, Putri Hendria Wardhani (2019). Comparison between fractional CO2 laser-triamcinolone injection combination therapy and triamcinolone injection monotherapy for keloid. Dermatology Reports, 11(s1): 8032.