UNAIR NEWS – Minimnya variasi produksi film lokal, tampaknya, turut menjadi salah satu faktor tingginya minat pada film impor bagi masayarakat Indonesia. Anggapan bahwa film impor lebih diminati daripada film lokal, tampaknya, juga benar adanya. Seperti halnya diungkap M. Fariz Fadillah Mardianto, S.Si, M.Si dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul Comparative Analysis of The Competitiveness between Indonesian Movies against International Movie.
Hasil itu diungkap Fariz melalui penelitian dengan membandingkan daya saing film lokal dan film impor di Indonesia. Termasuk melalui faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan seseorang dalam memilih film.
”Data yang digunakan adalah data primer melalui survei online yang meliputi informasi sosiodemografi, ketertarikan terhadap film lokal atau impor, serta minat, perilaku, dan motivasi penonton untuk film lokal maupun film impor,” ujarnya.
Fariz mengungkap minat masyarakat menonton film impor ternyata lebih besar jika dibandingkan dengan menonton film lokal. Hal itu didukung dengan faktor-faktor yang memengaruhi seseorang dalam memilih film yang akan ditonton serta perilaku masyarakat sebelum menonton film.
”Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk menentukan indikator secara signifikan faktor-faktor mempengaruhi film lokal maupun film impor,” ucapnya.
”Pertanyaan yang diberikan terkait preferensi masyarakat terhadap film, faktor-faktor film lokal, dan faktor-faktor film impor. Persaingan antara film lokal dan impor dapat dinilai dari berbagai aspek,” imbuhnya.
Berdasar hasil analisis, lanjut Fariz, tingginya minat pada film impor itu dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya, genre, kualitas yang disukai dan tidak disukai serta aspek kualitas meliputi akting, naskah, plot cerita, pengambilan adegan, animasi, visual effect, dan audio. Sementara itu, beberapa aspek kualitas yang menyebabkan dominasi film impor, yaitu naskah, audio, pengembangan karakter, pengambilan adegan, visual dan kualitas gambar, serta animasi.
”Sedangkan, aspek kualitas yang menonjol dari film lokal, yaitu akting para pemeran dan pesan moral,” ungkapnya.
Fariz menjelaskan, ada perbedaan yang cukup mencolok pada genre film impor dan film lokal yang diminati. Film impor mendominasi di genre aksi, petualangan, fantasi, fiksi ilmiah, musikal, thriller, action, dan animasi. Sedangkan, film lokal dengan genre komedi, romansa, drama, dan sejarah atau biografi tokoh lebih digemari.
Media promosi film juga menjadi salah satu faktor daya saing film lokal dan film impor. Promosi film melalui post di media sosial oleh pemeran dan melalui Adlips pada suatu kegiatan atau program TV lebih efektif sebagai promosi untuk film lokal dibandingkan dengan film impor.
”Persaingan film lokal dan film impor di Indonesia sangat ketat. Indonesia harus melakukan suatu inovasi baru untuk menigkatkan daya saing dan kualitas film lokal,” sebutnya.
Fariz menyebut pengembangan kurikulum perfilman di Indonesia sangat perlu dikembangkan. Misalnya, terkait dengan kompetensi. Siswa didorong harus mampu membuat dan mengembangkan sebuah karakter, menulis sebuah narasi atau naskah dialog, serta mengerti proses dan teknologi dalam pembuatan film.
”Pemerintah juga diharapkan dapat mengadakan festival film dan pameran film di tingkat provinsi dan daerah. Terutam dalam rangka mencari talen yang potensial, baik sebagai penulis naskah, sutradara, pemain film, maupun posisi lainya melalui sekolah-sekolah,” ujarnya.
”Terutama dengan mengangkat nilai-nilai ke-Indonesia-an, cerita lokal dan budaya Indonesia untuk direpresentasikan dalam bentuk sebuah film. Dengan pemasaran yang intensif dapat mengangkat film Indonesia mendunia,” imbuhnya. (*)
Penulis: Feri Fenoria
Editor: Khefti Al Mawalia
Referensi:
http://www.ijicc.net/images/Vol_5_Iss_3/41_Hastuti_P685_2019R.pdf
M.Fariz Fadillah Mardianto, Disty Ridha Hastuti, Devayanti Anugerahing Husada, Raka Andriawan . 2019. Comparative Analysis of The Competitiveness between Indonesian Movies against International Movie, as a Reference in Developing Indonesia’s Cinema and Curriculum about Cinematography. Published in International Journal of Innovation, Creativity and Change (IJICC), Volume 5, Issue 3, pp 685–707 (Scopus Q3).