UNAIR NEWS – Pada bulan Februari 2017, populasi pekerja di Indonesia mengalami peningkatan hingga mencapai angka 6.130.000 pekerja. Di saat yang sama, angka pengangguran pekerja mengalami penurunan sebanyak 0,25 persen jika dibandingkan dengan Agustus 2016 lalu.
Di samping itu, partisipasi Indonesia dalam Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan. Hal itu dilakukan untuk memperluas dan meningkatkan nilai integrasi dalam menghadapi perdagangan bebas MEA di antara negara-negara ASEAN lainnya.
Peningkatan taraf untuk bekerja dan banyaknya lapangan kerja, merupakan keuntungan yang didapatkan apabila Indonesia bergabung dan mengoptimalkan adanya MEA. Namun tidak dapat dipungkiri, adanya kemudahan tersebut kemudian menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang mengakibatkan adanya kesenjangan di antara pekerja.
Berawal dari permasalahan-permasalahan tersebut, Dr. Lanny Ramli, S.H.,M.Hum dan tim termotivasi untuk melakukan penelitian. Menurutnya, penyelesaian permasalahan atau perselisihan hubungan industrial yang berbelit dan memakan waktu lama akan menyebabkan para investor merasa tidak nyaman.
“Hal ini berpotensi untuk menurunkan nilai investasi di Indonesia sehingga juga akan menurunkan citra pemerintah yang dianggap gagal untuk mengatur situasi kerja di Indonesia,” ungkapnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, lanjutnya, penyederhanaan dan peningkatan efisiensi perlu dilakukan untuk menangani sengketa atau perselisihan dalam hubungan industrial. Dalam pasalnya setiap pekerja akan terus memperjuangkan hak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan dalam perannya.
“Hal tersebut sejalan dengan 3 pasal yang ada dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, di mana pasal tersebut membahas tentang hak dan kebebasan setiap warga negara,” imbuhnya.
Franklin D. Roosevelt menyampaikan setidaknya terdapat empat poin yang disebut sebagai kebebasan fundamental. Ialah kebebasan berbicara, kebebasan beribadah, kebebasan dari keinginan, dan kebebasan dari rasa takut.
“Empat hal tersebut merupakan kebebasan fundamental atau mendasar yang dimiliki setiap individu dalam masyarakat. Sedangkan kebebasan lainnya akan bertambah seiring berjalannya era atau lingkungan,” jelasnya.
Dalam dunia bisnis atau industri, hubungan di antara pekerja dengan manajerial industri sangat rawan mengalami gesekan dan ketimpangan. Kedua pihak harus mampu mencari penyebab dan saling mengakui akar permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh lingkungan industri.
“Hal tersebut tentu akan mampu menciptakan lingkungan kerja yang lebih aktif dan eksploratif dalam berbagai sektor yang ada,” tambahnya.
Berdasar Undang-Undanng Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, terdapat beberapa tahapan yang ditujukan untuk melakukan penyelesaian dalam perselisihan hubungan industrial. Di antaranya adalah tindakan Bipartit, Tripartit, Mediasi, dan Pengadilan Hubungan Industrial.
“Sedangkan berdasar sudut pandang pekerja, tindakan pemogokan merupakan upaya terakhir setelah memperjuangkan pemenuhan hak dan menyelesaikan perselisihan,” ujarnya.
Tindakan penyerangan, anarki, perusakan, pemogokan dan sebagainya merupakan bentuk protes pekerja dengan pengusaha. Tindakan tersebut mampu mempengaruhi kepercayaan investor dan berakibat kepada citra pemerintah dalam menanggulangi hubungan industrial.
Lanny Ramli berharap, paper ini bisa menjadi masukan untuk menyederhanakan proses penyelesaian. Masyarakat tentu akan sangat senang apabila dalam proses penyelesaian lebih cepat mendaparkan solusi.
“Demikian juga disnaker (dinas tenaga kerja, red) sebagi wakil pemerintah juga lebih cepat mendapatkan solusi,” tutupnya. (*)
Penulis : Sandi Prabowo
Editor : Khefti Al Mawalia
Referensi : https://www.scitepress.org/PublicationsDetail.aspx?ID=bvxXW5cqRws=&t=1
Lanny Ramli. 2018. A Simplification of Industrial Relation Dispute Solution to Improve the Nation’s Competitiveness. Proceedings of the 2nd International Conference Postgraduate School – Volume 1: ICPS, 622-626