Internet di kampus berfungsi untuk menunjang proses belajar mahasiswa di Perguruan Tinggi. Namun demikian, beberapa fakta menunjukkan bahwa mahasiswa yang melakukan akses internet di dalam kelas justru memanfaatkan internet untuk hal-hal yang sifatnya non-akademik seperti chatting, email, akses situs hiburan dan media sosial pada saat mengikuti tutorial dan perkuliahan (Ragan, Jennings, Massey, & Doolittle, 2014). Perilaku akses internet oleh mahasiswa pada hal-hal non akademik saat perkuliahan ini dapat digolongkan pada konsep cyberslacking (Akbulut, Dursun, Dönmez, & Şahin, 2016).
Perilaku cyberslacking ini terwujud dalam bentuk email, akses situs non-akademik, chatting, texting, media sosial, shopping, games dan blog yang dilakukan selama mahasiswa mengikuti perkuliahan (Akbulut et al., 2016). Atas dasar fenomena ini maka Akbulut et al. (2016) mengembangkan alat ukur cyberslacking yaitu skala cyberslacking untuk mengukur perilaku mahasiswa Turki pada akses internet non akademik. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan adopsi skala cyberslacking Akbulut et al. (2016) ini pada konteks mahasiswa di Indonesia.
Skala cyberslacking Akbulut et al. (2016) terdiri atas dimensi-dimensi, yaitu sharing (mengecek posting, memberikan komentar pada posting orang lain, mengecek video yang dibagikan di media sosial serta melakukan chatting dengan orang lain); shopping (mengunjungi situs online shopping dan situs perbankan online), real-time updating (membagikan kondisi terkini serta memberikan komentar pada hal-hal yang menjadi pembicaraan terkini), accessing online content (akses pada musik, video, aplikasi yang terdapat pada situs-situs online) dan gaming/gambling (akses pada permainan online dan taruhan online).
Proses adopsi / translasi alat ukur ini mengikuti standar pedoman dari International Test Commission (ITC, 2016) yang dilakukan lewat tahap pre-condition (proses ijin pada pemilik skala asli), tahap test development (translasi baik forward dan backward translation dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dan penerjemahan kembali dari translasi Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris, telaah hasil-hasil translasi yang dilakukan oleh pakar pada bidang internet serta alat ukur psikologi) dan tahap confirmation (pemilihan subjek, uji coba skala dan analisis hasil uji coba skala dengan menggunakan confirmatory factor analysis).
Subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Psikologi sebuah Universitas swasta di Surabaya sejumlah 202 orang (46 pria dan 156 wanita) dengan rentang usia 18 – 23 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala cyberslacking pada mahasiswa dapat digunakan untuk mengukur penggunaan internet non-akademik di perkuliahan pada konteks Indonesia. Berdasarkan hasil analisa maka skala ini memenuhi kriteria model fit sesuai dengan analisis CFA (χ2/df = 1,61; RMSEA = 0,055; SRMR = 0,057; NNFI = 0,98; NFI = 0,96 dan CFI = 0,98). Dimensi penggunaan internet non-akademik saat perkuliahan pada konteks Indonesia sejalan dengan skala asli dari Turki yang meliputi dimensi sharing, shopping, accessing online content, real time updating dan gaming/gambling.
Item-item yang gugur yaitu pada dimensi shopping dan gaming/gambling. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya larangan secara hukum pada perilaku perjudian di Indonesia serta akses pada situs pelelangan online yang mungkin jarang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia.
Hasil adopsi skala cyberslacking ini menunjukkan bahwa perilaku online mahasiswa saat perkuliahan di kelas cenderung sama antara Turki dan Indonesia. Hal ini sejalan dengan konsep tentang generasi milenial yang akrab dengan penggunaan teknologi informasi (Alt, 2017). Penelitian ini memberikan kebaruan yaitu ketersediaan alat ukur untuk penelitian cyberslacking pada konteks akademik. Hasil penelitian ini dapat membantu pengembangan penelitian tentang penggunaan internet untuk tujuan non akademik saat perkuliahan oleh mahasiswa Indonesia.
Hasil adopsi skala cyberslacking Akbulut et al., (2016) menunjukkan bahwa model pengukuran telah memenuhi kriteria fit. Faktor sharing, shopping, real time updating, accesing online content dan gaming/gambling dapat berfungsi sebagai dimensi yang menggambarkan cyberslacking akademik mahasiswa di Indonesia. Walaupun demikian terdapat perbedaan perilaku yang merefleksikan faktor shopping dan gaming antara mahasiswa Turki dan Indonesia.
Referensi
Akbulut, Y., Dursun, Ö. Ö., Dönmez, O., & Şahin, Y. L. (2016). In search of a measure to investigate cyberloafing in educational settings. Computers in Human Behavior, 55, 616–625. https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.11.002
Alt, D. (2017). Students’ social media engagement and fear of missing out (FoMO) in a diverse classroom. Journal of Computing in Higher Education, 29(2), 388–410. https://doi.org/10.1007/s12528-017-9149-x
ITC. (2016). ITC Guidelines for Translating and Adapting Tests (2nd edition). International Test Commission.
Ragan, E. D., Jennings, S. R., Massey, J. D., & Doolittle, P. E. (2014). Unregulated use of laptops over time in large lecture classes. Computers & Education, 78, 78–86. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2014.05.002
Penulis:
Ermida Simanjuntak1, Fajrianthi2, Urip Purwono3, Rahkman Ardi2
1Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Indonesia
2Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
3Universitas Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia
fajrianthi@psikologi.unair.ac.id
urip.purwono@unpad.ac.id
rahkman.ardi@psikologi.unair.ac.id
Informasi detil dari riset ini dapat dilihat pad tulisan kami di :
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/issue/view/2633
Ermida Simanjuntak, Fajrianthi, Urip Purwono dan Rahkman Ardi (2019). Skala Cyberslacking Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi, 18(1) : 55-68
DOI : 10.14710/jp.18.1.55-68