UNAIR NEWS – Kasus obat kadaluwarsa tengah menjadi topik hangat di tengah masyarakat akhir-akhir ini. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang obat dan informasi yang masih simpang siur tak ayal membuat masyarakat panik dalam menanggapi isu obat kadaluwarsa.
Terkait hal itu, Dr. Abdul Rahem, M.Kes.,Apt, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Jawa Timur sekaligus dosen pada Departemen Farmasi Komunitas Fakultas Farmasi UNAIR memberikan tanggapannya.
“Tanggal kadaluwarsa itu sebenarnya adalah tanggal dimana industri farmasi sebagai produsen obat sudah tidak lagi menjamin stabilitas dari obat tersebut,” ujar Abdul Rahem.
Menurut Abdul Rahem, apoteker sebagai penanggung jawab atas hal-hal terkait obat sudah diikat oleh peraturan perundang-undangan dan kode etik dalam menjalankan praktik. Peraturan tersebut mengatur tentang banyak hal, termasuk soal bagaimana menangani obat kadaluwarsa.
“Apoteker itu sudah diikat oleh peraturan, untuk perkara obat yang tidak memenuhi syarat sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang, jadi masyarakat sendiri tidak perlu terlalu khawatir,” ujarnya.
Menurut peraturan, lanjut Abdul Rahem, obat yang sudah mendekati tanggal kadaluwarsa harus dipisahkan dari obat lain. Jika sudah masuk tanggal kadaluwarsa, maka harus dimusnahkan dengan tata cara tertentu yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga, obat kadaluarsa kecil kemungkinan untuk lepas ke masyarakat.
Tak hanya memberi peraturan yang ketat terkait obat untuk apoteker, IAI juga terus melakukan upaya preventif. Bekerja sama dengan BPOM dan juga Dinas Kesehatan, IAI mengajak masyarakat untuk lebih peduli dengan obat-obatan. Saat ini, profesi apoteker sedang menggalakkan promosi DAGUSIBU. Yang berarti, Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang, obat dengan benar.
“Ketiga lembaga tersebut, walau berbeda program selalu mencoba mengedukasi masyarakat tentang obat-obatan, bagaimana cara mendapatkan obat, hingga cara membuang obat jika ada sisa,” lanjutnya.
Melalui gerakan DAGUSIBU, harapannya masyarakat bisa menyikapi obat dengan baik dan tak sembarangan. Mulai dari tempat mendapatkan obat, menyimpan obat, hingga membuang obat jika ada sisa. Dengan adanya DAGUSIBU, masyarakat pun dapat terhindar dari kesalahan penggunaan obat dan penggunaan obat yang tidak memenuhi syarat, seperti obat kadaluwarsa maupun kemungkinan obat ilegal atau obat palsu.
“Dalam sosialisasi DAGUSIBU selalu disebutkan apa saja yang harus diperhatikan saat menerima obat, mulai dari nama obat, indikasi, cara penggunaannya, hingga tanggal expired-nya,” tutur Abdul Rahem.
Terkait isu yang menyebar, Abdul Rahem meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak tergesa-gesa menanggapinya. Ia mengajak masyarakat untuk terus meningkatkan pengetahuan soal obat dengan banyak bertanya pada apoteker. Selain itu, ia meminta masyarakat untuk lebih teliti dalam memeriksa informasi-informasi terkait obat.
“Saat menerima obat, harus dicek dulu semua informasinya. Jika ada yang kurang jelas bisa segera dikonfirmasi kepada apoteker yang bertugas,” ujar Abdul Rahem.
“Karena bagaimanapun apoteker sudah memiliki guideline yang jelas tentang obat, masyarakat tidak perlu khawatir,” pungkasnya. (*)
Penulis : Sukma Cindra Pratiwi
Editor : Binti Q Masruroh