Selama periode 1978 – 1997 Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang yang terkontrol. Pemerintah dan Bank Sentral Indonesia kemudian mengubah rezim nilai tukar menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas langsung setelah krisis keuangan Asia Timur pada Juli 1997.
Ini menyiratkan bahwa Pemerintah benar-benar menyerahkan nilai tukar rupiah Indonesia (IDR) terhadap Dolar AS (USD) terhadap permintaan mata uang dan mekanisme pasokan. Dengan demikian, rezim yang baru membawa Rupiah Indonesia (IDR) ke periode yang sangat fluktuatif.
Pada saat yang sama, ekspor produk industri yang kinerjanya terkait erat dengan tingkat nilai tukar telah menjadi pengaruh yang sangat efektif dan signifikan dari pertumbuhan ekonomi di negara berkembang sejak dua dekade lalu. Sebagai hasilnya, untuk meningkatkan kinerja perdagangan luar negerinya, khususnya ekspor, Indonesia mulai menerapkan beberapa peraturan kebijakan di bidangnya. Di antaranya adalah “paket Januari 1982” dan “Inpres No. 4 tahun 1985” mengenai pelaksanaan teknis perdagangan luar negeri dan pengelolaan valuta asing, dan “kebijakan 6 Mei 1986” yang bertujuan untuk meningkatkan ekspor komoditas nonmigas. dan meningkatkan investasi asing langsung.
Situasi di atas pada gilirannya memunculkan pertanyaan tentang hubungan antara dua variabel ekonomi penting berkaitan dengan nilai tukar mata uang. Ada dua masalah yang telah dibahas selama bertahun-tahun dalam literatur tentang pengaruh tingkat nilai tukar pada kinerja perdagangan luar negeri suatu negara.
Yang pertama adalah volatilitas dan yang kedua adalah penyimpangan nilai tukar dari equlibriumnya. Penyimpangan nilai tukar umumnya merupakan perbedaan nilai tukar nominal dari nilai tukar riil pada tingkat kondisi mapannya, baik itu undervalued atau overvalued. Sedangkan volatilitas nilai tukar umumnya dipahami sebagai variabilitas tidak tetap dari nilai tukar yang saat ini umumnya berasal dari varian bersyarat dari nilai tukar. Kaminsky, Lizondo, & Reinhart (1998) menyebutkan bahwa ketidaksejajaran nilai tukar riil memiliki kontribusi besar pada keberlanjutan transaksi berjalan.
Jongwanich (2009) lebih lanjut menyatakan bahwa keseimbangan ekonomi dapat sangat dipengaruhi oleh ketidaksejajaran nilai tukar riil. Karena itu, melibatkan volatilitas nilai tukar riil dan penyimpangan nilai tukar dapat membantu kita mendapatkan wawasan yang lebih baik tentang perilaku perdagangan luar negeri.
Masalah mengenai pengaruh nilai tukar terhadap kinerja perdagangan telah banyak dibahas secara teoritis dan diselidiki secara empiris dalam sejumlah besar makalah. Dalam kasus Indonesia, devaluasi Rupiah terhadap dolar AS pada tahun 1983 diikuti oleh peningkatan ekspor non-minyak pada tahun yang sama.
Ini bukan kasus tahun sebelumnya, ketika ekspor non-migas Indonesia mengalami kontraksi. Contoh lain dari adanya dampak positif devaluasi rupiah terhadap ekspor terjadi pada bulan september 1986 ketika devaluasi 31 persen diikuti oleh peningkatan ekspor non-migas sebesar 11 persen dan 30 persen dalam dua tahun berturut-turut.
Ini jelas menunjukkan adanya efek nilai tukar baik itu volatilitas maupun penyimpangan pada perdagangan luar negeri Indonesia. Selain itu, fakta bahwa dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur lainnya, Indonesia mengalami volatilitas nilai tukar tertinggi selama krisis keuangan tentu dapat membantu kita untuk secara lebih jelas mengidentifikasi bukti dampak volatilitas nilai tukar pada perdagangan luar negeri.
Dari banyak data
dan teori yang berkembang, volatilitas nilai tukar secara signifikan mempengaruhi volume ekspor
meskipun hanya pada beberapa komoditas dan hanya dalam jangka pendek, dan
efeknya bertahan lama pada jumlah
komoditas yang lebih sedikit. Sedangkan untuk penyimpangan nilai tukar riil,
ternyata mempu memberikan efek positif baik dalam dalam jangka pendek dan
jangka panjang. Kondisi tersebut kembali
mengingatkan kepada kita tentang pentingnya tugas Bank Indonesia sebagai
lembaga yang memiliki otoritas dan tanggung jawab atas nilai rupiah ntuk
senantiasa menjaga nilai tukar Rupiah agar selalu stabil dan berada dalam
jangkauan yang kondusif bagi
perekonomian.
Penulis: M. Khoerul Mubin
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://ier.ut.ac.ir/article_71780.html