Identifikasi melalui analisis DNA merupakan alat diagnostik yang akurat. Analisis DNA yakni melalui Variable Number of Tandem Repeat (VNTR) dan Restriction Fragmen Length Polymorphisms (RFLP). VNTR merupakan pemeriksaan yang berdasarkan perulangan urutan basa tertentu. Daerah pengulangan DNA dengan ukuran basa kurang 1 kb, disebut ‘microsatellite’ Short Tandem Repeat (STR).
Identifikasi merupakan cara pengenalan individu dengan ciri dan sifat untuk membedakannya dengan orang lain. Saat ini metode identifikasi telah berkembang kearah forensik molekuler DNA (Deoxyribonucleotic acid). DNA merupakan unit terkecil pada semua mahluk hidup mulai dari mikroorganisme hingga organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan tanaman.
Di Tempat kejadian perkara, kulit permukaan tubuh pelaku secara tidak sengaja tersentuh dengan benda-benda sekitarnya. Misalnya kacamata, arloji, handphone dan lain sebagainya. Sehingga terjadi transfer trace evidence ke benda tersebut. Dalam hal ini salah satu teknologi yang dapat dilakukan yakni touch DNA / contact trace DNA.
Hingga saat ini, Indonesia melakukan identifikasi personal melalui pemeriksaan DNA touch (contact trace DNA) termasuk pada kacamata melalui pengambilan sacra basah dengan larutan alkohol 70% dan destiled water. Penelitian ini diharapkan dapat memberi jawaban pada hal-hal yang terkait dengan efektivitas penggunaan benda-benda (trace evidence) sebagai bahan identifikasi forensik.
Analisis DNA yakni melalui lokus – lokus STR CODIS : CSF1PO, THO1 dan TPOX, dimana menurut penelitian (Evi Untoro, Atmadja, Pu, & Wu, 2009) menunjukkan ketiga loks tersebut memiliki power discriminant tertinggi yang diatas 60-70% untuk populasi di Indonesia
Metode dan Hasil
Dalam pemeriksaan analisis DNA, Kadar DNA merupakan faktor penting terhadap keberhasilan amplifikasi pada sampel-sampel DNA. Jika terjadi penurunan kadar DNA hinggá 1 ng berpotensi terhadap penurunan kemampuan deteksi STR hinggá 95%. Integritas DNA merupakan sebuah hal yang utama bagi pemeriksaan DNA forensik. Hal ini mengandung pengertian bahwa meski pemeriksan kadar DNA yang diperoleh relatif tinggi, namun bila DNA telah mengalami fragmentasi atau degradasi, maka kadar DNA yang tinggi menjadi sebuah hal yang kurang berarti.
Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan larutan alkohol 70% lebih banyak mengumpul sampel dari swab yang dibandingkan menggunakan larutan destiled water.
Poliacrylamid 6% memiliki nilai sensitivitas tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya pola serat yang berbentuk poligonal. Sehingga molekul-molekul DNA yang kecil atau mengalami degradasi masih bisa menvisualisasi pita/bandnya.
Penulis : Dr. dr. Ahmad Yudianto, SpFM[K]., SH., M.Kes
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di :
http://www.scimagojr.com/journalsearch.php?q=19900194914&ip=sid&clean=0
Simon Martin Manyanza Nzilibili , Muh.Abduh Dwi Putra, Ahmad Yudianto, [2019], Acrylamide versus Agarose Efficiency to recover trace DNA [without PCR] on 70% ethylated swab versus distilled water swab from spectacles. Journal Punjab Academic of Forensic Medicine Toxicology, Vol 19 No.1/ISSN 0972-5687, pp 136-141