UNAIR NEWS – Revolusi industri 4.0 membuat aspek kehidupan saat ini bergantung pada teknologi terutama gawai. Perangkat gawai sudah menjadi konsumsi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satunya di bidang pendidikan yang sudah mengalami perubahan di era disrupsi.
Disrupsi di bidang pendidikan mampu dimaksimalkan oleh tiga mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR). Tiga mahasiswa itu adalah Muhammad Yusuf Hidayat, Fitra Riyanto, dan Dian Agustin. Mereka menggagas sebuah metode pengenalan fonem dengan memanfaatkan fitur Augmented Reality (AR) sebagai wadah pendidikan usia dini.
Gagasan itu berhasil menoreh prestasi juara harapan kedua dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN) Zona Ilmiah BEM Universitas Lambung Mangkurat. Acara yang berlangsung pada 29 Agustus hingga 1 September 2019 tersebut mampu menjadi batu loncatan dalam mengabdi kepada masyarakt di era disrupsi.
M. Yusuf Hidayat, selaku ketua proyek mengungkapkan bahwa tujuan dari gagasan AR dalah untuk mengenalkan fonem pada anak yang dikemas lebih menarik daripada metode konvensional biasanya. Hal itu akan berdampak pada minat anak untuk memanfaatkannya.
“Era revolusi industri 4.0 menjadi motivasi kami mengembangkan sedikit bagaimana gawai dapat ramah terhadap anak,” ungkapnya.
Mereka juga terinspirasi dari gim Pokemon Go yang sudah sering dimainkan oleh anak-anak. Dengan inspirasi itu, mereka merekonstruksi menjadi sebuah media pembelajaran. Mereka juga menekankan pemakaian gawai dan fitur tetap dalam pengawasan orang tua.
Media animasi yang unik dan lucu pada AR dapat membawa suasana belajar lebih hidup karena dapat menggabungkan antara animasi dengan audio. Penggunaan video dan audio juga dapat menarik perhatian anak usia dua sampai empat tahun yang masih suka dengan bermain.
Selain menggagas, mereka juga sudah melaksanakan satu langkah pembuatan aplikasi. Langkah pertama yang berhasil mereka buat adalah membuat animasi. Hasil dari pembuatan animasi tersebut kemudian diunggah ke aplikasi sebagai prototype.
Kendala dalam menyusun gagasan juga sering mereka hadapi. Komunikasi dan waktu bertemu yang mereka jalin terbilang masih sedikit karena kesibukannya masing-masing.
Rencananya, mereka akan melanjutkan proyek AR untuk dipublikasikan ke masyarakat umum. Publikasi yang akan dilakukan diharap dapat mampu memberikan kemudahan akses pendidikan yang murah serta bebas untuk diakses. (*)
Penulis : Aditya Novrian
Editor: Khefti Almawalia