UNAIR NEWS – Nastiti Intan Permata Sari hanya butuh waktu delapan tahun sejak lulus sekolah Menengah Atas (SMA) untuk meraih gelar doktor. Di Universitas Airlangga, gadis asal Madiun itu tercatat menempuh pendidikan S1 tahun 2011, dan lulus S3 pada 2019. September nanti, ia resmi diwisuda dan meraih gelar doktor Ilmu Kedokteran. Tak hanya itu, Nastiti bahkan dinyatakan lulus pendidikan doktor dengan IPK sempurna, 4,00.
Mengambil pilihan program studi (prodi) Biologi Fakuktas Sains dan Teknologi (FST) Nastiti mampu menyelesaikan pendidikan sarjana dalam waktu 3,5 tahun. Hal tersebut tergolong istimewa mengingat Nastiti tidak hanya mengisi kegiatan dengan berkuliah, namun juga aktif di berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Himpunan Mahasiswa.
Di antara berbagai UKM yang diikuti seperti UKM Penalaran dan UKM Karawitan, pada akhirnya Nastiti menjatuhkan pilihan untuk fokus pada UKM Resimen Mahasiswa (Menwa). Nastiti mengungkapkan bahwa UKM Menwa adalah yang paling berkesan baginya. Sebab, mengajarkan bagaimana disiplin waktu, tidak hanya mahir dalam beroganisasi namun juga mahir dalam ilmu pendidikan.
“UKM Menwa mengajarkan kita menjadi pribadi yang tahan banting harus punya strategi dan daya juang tinggi,” ungkap Nastiti yang terakhir menjabat sebagai Wakil Komandan UKM Menwa 801 UNAIR.
Setelah menyelesaikan pendidikan strata satu, Nastiti mengambil Program Magister Kedokteran Tropis guna melanjutkan pendidikan Pascasarjana. Nastiti menambahkan, perjuangan yang ia tempuh untuk masuk program Pascasarjana tidaklah mudah. Mengingat, program studi yang ia pilih tersebut masuk dalam bidang medis, berbeda dengan bassic pendidikan S1-nya.
Meski demikian, perbedaan bassic tersebut tidak membuatknya patah semangat. Di bawah bimbingan Prof. Ni Made Mertaniasih ia dapat lulus dari Fakultas Kedokteran (FK) dengan predikat membanggakan. “Awalnya kesulitan, namun saya tetap belajar,” ujar Nastiti mantap.
Mahasiswi yang lolos beasiswa program Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) tersebut menceritakan bahwa beasiswa yang ia peroleh tidaklah mudah. Mengingat, salah satu syaratnya adalah menyerahkan proposal dan melewati seleksi yang ketat. Namun berkat dukungan dari berbagai pihak termaksud orang tua, Nastiti mampu lolos dan mendapat beasiswa tersebut.
“Banyak syarat yang harus dipenuhi. Berkat dukungan dari orang tua dan dosen pembimbing, saya berhasil lolos dan mendapatkan beasiswa PMDSU,” ujar Nastiti, gadis kelahiran Madiun, 20 Juni 1993.
Saat menjalani studi di tahun 2017, Nastiti melakukan penelitian tentang metode molekuler untuk identifikasi bakteri penyebab Tuberkulosis paru di Kyoto University, Jepang. Kemudian di tahun selanjutnya ia kembali ke Jepang untuk melanjutkan penelitian di Nara Institute of Science and Technology bersama Prof. Hirotada Mori. Penelitian tersebut bertujuan menyelesaikan disertasi yang ia kerjakan.
“Alhamdulillah hasil penelitian saya diterima di jurnal Q2 Scopus BMC research notes dan saya dinyatakan lulus doktor pada 1 Agustus 2019 kemarin,” pungkasnya. (*)
Penulis: Faisal Dika Utama
Editor: Binti Q. Masruroh ?