Penyakit tuberkulosis paru masih menjadi masalah kesehatan utama di masyarakat. Survei Indonesia TB Paru menempat peringkat kedua tertinggi di dunia setelah negara India. Prevalensi kejadian Tuberkulosis Paru cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, tingkat pendidikan yang rendah, dan kondisi sosial-ekonomi yang buruk. Penyakit ini menyebabkan kesakitan sekitar 10 juta orang setiap tahun dan merupakan salah satu dari sepuluh penyebab kematian di seluruh dunia.
Provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus tuberkulosis paru terbanyak adalah wilayah Jawa Barat, kemudian disusul oleh Jawa Timur sebagai penyumbang kasus Tuberkulosis kedua. Kasus Tuberkulosis di Jawa Timur mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari 38 kabupaten yang ada di Jawa Timur pada tahun 2016, Kota Surabaya menempati urutan pertama dengan jumlah kasus Tuberkulosis Paru terbanyak sejumlah 5.428 kasus. Mayoritas penderita Tuberkulosis Paru adalah penduduk usia produktif, sehingga dengan sembuh dan tuntasnya pengobatan dapat meningkatkan produktifitas mereka dan bisa hidup normal di masyarakat. Maka dampaknya adalah masyarakat Jawa Timur terbebas dari Tuberkulosis dan masalah sosial-ekonomi yang diakibatkan karena penyakit Tuberkulosis Paru
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang memerlukan pengobatan yang panjang. Hal tersebut dapat menyebabkan pasen mengalami penurunan tingkat kepercayaan diri (self efficacy) dan memerlukan selfcare behavior yang baik agar dapat mencapai kesembuhan yang maksimal. Pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis menjadi faktor penting dalam proses penyembuhan penyakit. Dengan memiliki pengetahuan, diharapkan penderita dapat mengatasi masalah yang berhubungan dengan penyakitnya sehingga penderita dapat mengantisipasi dalam melakukan tindakan pencegahan dan proses kesembuhan terhadap penyakit Tuberkulosis. Selain itu diharapkan memiliki keyakinan yang tinggi untuk sembuh sehingga self efficacy meningkat, serta dapat melakukan selfcare behavior dengan baik.
Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi self efficacy dan self-care behavior (perilaku merawat diri)pada penderita tuberkulosis paru. Dukungan keluarga dapat menimbulkan perasaan tenang, sikap positif, terutama dukungan yang didapatkan dari orang terdekat yaitu dapat menimbulkan ketenangan batin dan perasaan dalam diri seseorang. Ketika memiliki dukungan keluarga yang baik diharapkan seseorang dapat mempertahankan kondisi kesehatan psikologisnya dan lebih mudah menerima kondisi serta mengontrol emosi yang timbul.
Dukungan sosial merupakan bentuk dukungan dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang diperhatikan, dihargai, dihormati dan dilibatkan. Dukungan sosial bisa didapatkan dari teman sebaya maupun dari petugas kesehatan. Dengan adanya dukungan sosial yang baik diharapkan dapat mempengaruhi self efficacy dan mendukung perilaku selfcare behavior yang baik pada penderita Tuberkulosis.
Kami berpendapat bahwa dengan pengetahuan yang baik, dukungan keluarga dan sosial yang sangat baik dapat menjadi suatu faktor yang sangat dibutuhkan oleh penderta tuberkulosis paru dalam melakukan perawatan diri secara maksimal.
Penelitian ini merupakan penelitan cross-sectional yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tanah Kali Kedinding Surabaya & Puskesmas Perak Timur Surabaya. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah pertimbangan atas banyaknya penderita Tuberkulosis Paru yang semakin meningkat setiap tahunnya. Responden pada peneltian ini sebanyak 65 penderita tuberkulosis paru dalam fase intensif maupun fase lanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan dasar. Hal tersebut dapat menjadi sebagai dasar dalam pengetahuan responden tentang tuberkulosis paru. Pengetahuan yang dimiliki oleh penderita tuberkulosis paru berhubungan positif dengan self efficacy dan self care behavior. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik tentang tuberkulosis paru dapat berdampak positif terhadap self efficacy dan self care behavior penderita tuberkulosis paru.
Dukungan keluarga dan sosial yang baik memiliki hubungan yang positif dengan self efficacy dan self care behavior pada penderita tuberkulosis paru. Sikap keluarga akan berpengaruh terhadap perilaku yang ditunjukkan termasuk perilaku dalam perawatan diri, sehingga dengan adanya dukungan keluarga yang baik dapat memengaruhi perilaku dalam perawatan diri penderita tuberculosis paru menjadi lebih baik. Keluarga berperan dalam mengontrol perilaku penderita untuk melakukan gaya hidup yang benar, dengan adanya dukungan dari keluarga yang baik, responden akan selalu mendapatkan perhatian yang baik, contohnya keluarga mau menyiapkan makanan yang tinggi protein, apabila persediaan obat habis keluarga juga bersedia mengantar untuk mengambil obat. Hal tersebut merupakan hal – hal sederhanya tapi sangat dibutuhkan oleh penderita tuberkulosis paru untuk tetap menjalankan pengobatan secara tuntas.
Penulis: Dr. Tintin Sukartini, S. Kp., M. Kes.
Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/1011/478
Tintin Sukartini, Laily Hidayati, and Navisa Khoirunisa (2019). Knowledge, Family nnd Social Support, Self Efficacy And Self-Care Behaviour in Pulmonary Tuberculosis Patients. Jurnal Keperawatan Soedirman. 14(2): 114-125; http://dx.doi.org/10.20884/1.jks.2019.14.2.1011