Siapa sangka kulit singkong limbah pabrik tapioka dapat menjadi berkah tersendiri bagi para peternak sapi perah di lereng Gunung Kawi. Studi observasi pemanfaatan kulit singkong sebagai pakan sapi perah ini telah dilakukan. Setelah dilakukan uji kandungan gizi susu yang dihasilkan menggunakan automatic milk analizer, terbukti bahwa penggunaan limbah tapioka dapat meningkatkan kandungan lemak, padatan tanpa lemak, dan total padatan susu yang menjadi kriteria harga susu.
Dari inovasi ini, peternak dapat meraup pundi-pundi rupiah dari pemanfaatan kulit singkong yang berharga murah. Sebab, kualitas susu yang didapat setara dengan hasil susu sapi dengan pakan komersial berharga tinggi.
Studi dan observasi ini dilakukan di lereng Gunung Kawi yang memang sudah dikenal sebagai sentra penghasil susu di kabupaten Malang selain Pujon. Kebanyakan para peternak sapi perah di sana merupakan binaan dari PT. Greenfield Indonesia (PTGI), sebagai program community service responsibilty (CSR). PTGI sendiri berpredikat sebagai salah satu penghasil susu terbaik di negeri ini.
Tidak tanggung-tanggung, produknya telah banyak dipasarkan dalam bentuk susu pasteurisasi, susu UHT, hingga keju mozarela. Tidak hanyak itu, PTGI juga menjadi pemasok susu pada salah satu kedai kopi internasional untuk kawasan ASEAN. Maka tak ayal, keahliannya PTGI di bidang dairy industry menjadi motivasi dan inspirasi bagi para peternak di beberapa desa sekitar yang dibinanya.
Awalnya peternak mulai memelihara sapi dengan sistem pakan rumput dan konsentrat, dimana konsentrat didapat dari koperasi atau sentra pengumpulan susu setempat. Semakin bertambahnya jumlah ternak yang dipelihara menjadikan peternak putar otak untuk mensiasati biaya pakan yang semakin membengkak. Salah satunya, dengan melirik limbah industri di daerah tersebut.
Tidak jauh dari pemukiman warga terdapat industri pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. Ampas singkong sudah lazim dijadikan pakan ternak dengan sebutan onggok sehingga memiliki harga dan pangsa pasar tersendiri. Sedangkan kulit singkong lebih banyak dibuang atau dibiarkan begitu saja.
Peternakpun mulai mencoba mencampur kulit singkong dengan pakan harian ternaknya. Dengan analogi sederhana, bahwa sapi makan singkong saja sekulitnya, maka kulitnya aman dikonsumsi sapi, jadi dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Pertanyaan besar yang timbul adalah apakah susu yang diproduksi tetap banyak dan tidak menurun kualitasnya.
Studi observasi kemudian dilakukan selama 30 hari berkolaborasi dengan PTGI, antara mahasiswa dan peneliti Universitas Airlangga. Hasilnya, secara gizi, kualitas susu terbilang cukup baik di atas standard SNI. Dari sisi ekonomi pun sangat menguntungkan karena susu berkualitas tersebut dihasilkan dengan hanya menggunakan pakan yang sangat murah, yaitu memanfaatkan kulit singkong limbah produksi tapioka.
Setelah diteliti lebih lanjut, pemanfaatan kulit singkon sebagai pakan ternak dinilai lebih baik dari penggunaan ampas tahu. Ampas tahu mengandung protein yang sulit digredasi dalam rumen karena telah mengalami koagulasi dan denaturasi selama pemanasan dalam proses produksinya. Sehingga, sulit diubah menjadi amonia di dalam rumen yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan flora normal di dalamnya.
Berbeda dengan ampas tahu, kulit singkong mengandung bakteri asam laktat secara alami dan kapang, minim kontaminasi mikotoksin dan nontoxic HCN dalam kadar rendah yang mendukung kesehatanan hewan, dengan meningkatkan produksi enzim laktoperioksidase dan menurunkan jumlah bakteri koliform dalam susu. (*)
Penulis: Herinda Pertiwi
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan :https://www.researchgate.net/publication/332328075_Nutritional_Evaluation_of_Cassava_Manihot_esculenta_Peels_as_a_Dietary_Supplement_in_Tropical_Friesian_Holstein_Cross_Breed_Dairy_Cattle?_sg=_TmkE-lcAYxSylsCoiPAUj6MiUQGO-CPVElNlbxRnERuf3zVHbnIud1khD4FTfygyPNbYYW_R6fPng.RO9aY8Ku5qMN-fto1MOQBnXoInO_Uwx1m2h-Rl2QGCNp0DHKuGWrvTP0K3l5Ur61m_t6x3jaUQjAiS3TZmjfoA&_sgd%5Bnc%5D=2&_sgd%5Bncwor%5D=0 Ή