UNAIR NEWS – Untuk kali pertama penyelengaraan pemilihan serentak antara pilihan legislatif dan presiden dalam Pemilu 2019, terdapat sejumlah catatan yang perlu diperhatikan semua pihak. Tercatat sebanyak 500 KPPS (kelompok panitia pemungutan suara) menjadi korban. Diduga karena kelelahan dan panjangnya proses pasca hari-H pemilihan.
Atas sejumlah insiden tersebut, Kementerian Sosial dan Politik (Sospol) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga (UNAIR) 2019 bersama dengan BEM Fakultas Kedokteran (FK) mengadakan acara diskusi publik. Tepatnya pada Rabu (22/5/19) di ruang kuliah anatomi, FK, Kampus A, bertajuk ”Kupas Tuntas Tragedi 500 KPPS, Kejahatan Kemanusiaan atau Pahlawan Demokrasi?”
Pemateri dalam diskusi publik itu, antara lain, Dosen Forensik FK UNAIR Dr. Ahmad Yudianto, dr., Sp.F(K)., SH., M.Kes; Vice President Eksternal Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) Nauval Fariz S.Ked.; dan Dosen Ilmu Politik FISIP UNAIR Ucu Martanto S.IP., MA. Selain itu, turut hadir Dr. M. Hadi Subhan, SH., MH., CN., selaku direktur Kemahasiswaan UNAIR. Diskusi yang menarik itu dimoderatori Betta Novia Rizky, drg., selaku asisten dosen Odontologi Forensik FKG UNAIR.
Aditya D. Anugrah selaku Dirjen Kesehatan Kementerian Sospol BEM UNAIR 2019 mengatakan, bukan hanya sudut pandang politik yang penting untuk diperbincangkan. Namun, nilai-nilai kemanusiaan dan kesehatan jauh lebih penting. Seperti halnya, soal jaminan kesehatan untuk petugas KPPS yang kurang diperhatikan.
”Pada tema ini, kita ingin membedah apakah benar teman-teman KPPS ini sudah di fasilitasi dan dijamin secara kesehatannya atau belum,” ujar Adit.
Diskusi tersebut meliputi beberapa rangkaian acara. Mulai pencarian data, kajian isu, sampai pernyataan sikap. Dalam pencarian data, informasi dan data faktual didapatkan melalui pendatangan langsung kepada keluarga korban. Terdapat dua keluarga korban di Surabaya yang sudah didatangi BEM UNAIR.
”Kita diskusi bener-bener by data dan akademis, sehingga pernyataan sikap tidak berasal dari asumsi. Tapi, kita sudah terjun langsung dan mengetahui faktanya seperti apa,” ucapnya.
Dari diskusi itu, terdapat enam pernyataan sikap yang diambil. Yakni, menuntut pihak kepolisian melaksanakan autopsi forensik terhadap kematian lebih dari 500 KPPS; menuntut KPU memberi santunan kepada keluarga korban; menuntut KPU mengakomodasikan cek kesehatan dan menyediakan dana untuk melaksanakan general check up kesehatan; menuntut pemerintah untuk melakukan pemisahan sistem pemilu pusat dan daerah; menuntut KPU memberlakukan petugas KPPS sesuai dengan UU Ketenagakerjaan; serta merekomendasikan KPU untuk menyediakan tenaga kesehatan yang berjaga di TPS selama proses pemilu ke depan.
Keenam sikap itu bakal dibawa ke KPU. Termasuk ditujukan untuk dilakukan advokasi dan konsolidasi.
”Sebagai mahasiswa, kita seharusnya sadar dan awas terhadap politik. Dan, kita harus terlibat hal semacam ini sehingga ini tidak akan terjadi lagi,” pungkas Adit.
Sementara itu, Direktur Kemahasiswaan UNAIR Dr. Hadi mengapresiasi pelaksanaan diskusi ilmiah dan akademis terkait dengan isu-isu terkini dalam lingkup regional serta nasional. Penajaman sikap kritis terhadap isu-isu sosial kemasyarakatan sangat diperlukan bagi mahasiswa. Mengingat, mahasiswa disebut sebagai agent of change (agen-agen perubahan).
”Mahasiswa bisa berperan melalui diskusi-diskusi seperti ini,” kata Dr. M. Hadi saat memberikan sambutan dalam forum diskusi publik itu.
”Di momen seperti ini, kita bisa mengkaji, kalo ada rekomendasi dan kajian formalnya bisa melibatkan pihak yang bersangkutan,” tambahnya. (*)
Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah
Editor : Feri Fenoria Rifa’i