Pada senja kesumba
Aku bersenandika di puncak ancala.
Menyaksikan debur ombak bergelombang menuju bibir pantai.
Menggulung indah layaknya merempuh musuh.
Seakan dengan serentak menantang siapapun yang coba mendekat.
Lalu di atas petala aku bergumam.
Sungguh sang antari begitu hebat menciptakan debur.
Sebagai visualisasi tameng dan penutup loka.
Dari jahanamnya para manusia cendala.
Dan para sengkuni yang ingin merampas permata laut.
Mereka adalah jiwa yang getir karena ketamakannya.
Hatinya telah tertutup halimun nafsu sesaat.
Oleh pesona duniawi yang semu.
Sekalipun seluruh samudra telah berhasil mereka selami.
Dan mereka rampas seluruh harta laut.
Pada akhirnya mereka tak akan pernah mencapai puncak kepuasan.
Mereka hanyalah pendamba emas yang menuai kecemasan.
Mereka adalah jiwa nista.
Terbelenggu oleh daya pikat mayapada yang maya.
Karena letak sang permata sesungguhnya ada di dalam hati.
Hati yang tak hanyut dengan gemerlap dunia.
Namun damai bersama kesahajaan
Penulis: Tunjung Senja Widuri