UNAIR NEWS – Politik dan kesehatan merupakan dua hal yang sebenarnya memiliki keterikatan dalam menunjang kesejahteraan masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang masih membuat stigma untuk menaruh kebencian terhadap sistem politik dalam ruang lingkup kesehatan.
”Kesehatan itu selalu dikebelakangkan dalam ranah politik. Masih banyak dari kita yang fokus dalam bidang ketenagakerjaan ataupun yang lain. Namun menomorduakan kesehatan. Padahal, kesehatan merupakan investasi masa depan,” kata Khairillah Fathin selaku penanggung jawab (PJ) acara kajian rutin divisi Kajian Keprofesian Airlangga Public Health Student Association (APHSA) Universitas Airlangga (UNAIR).
Politik kesehatan tidak terlepas dari kebijakan pemerintah mengenai penyelesaian masalah di bidang kesehatan. Seperti beberapa waktu yang lalu, telah dipaparkan beberapa program dan pendapat dari setiap calon wakil presiden (cawapres) pada debat ketiga yang membahas tentang pendidikian, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan kebudayaan.
Karena itu, Airlangga Public Health Student Association (APHSA) UNAIR lebih tepatnya pada divisi Kajian Keprofesian menggelar acara Kajian Rutin yang bertajuk ”Meraba Kesehatan dalam Ranah Politik”. Kegiatan itu digelar pada Kamis (21/03/19) di Aula Sabdoadi, Lantai 1, FKM Kampus C UNAIR.
”Dengan kajian ini, diharapkan mahasiswa dapat mengkotakkan kesehatan dalam ranah politik dan fungsi ke depannya. Sehingga mahasiswa dapat melek (paham, Red) akan kesehatan dalam politik bukan hanya mendengar dan melupakan saja,” ujar Fathin.
Kajian rutin kali ini mengangkat tema stunting dan BPJS yang dikaitkan dalam ranah politik maupun kesehatan. Turut hadir dalam memandu diskusi Ilham Akhsanu Ridlo, S.KM., M.Kes, salah seorang dosen dari Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR.
Ilham menyampaikan bahwa, politik itu dapat dikatakan sebagai pemerintah, sebagai kehidupan publik, dan sebagai resolusi konflik. Selain itu, politik selalu berbicara tentang kekuasaan. Sedangkan kesehatan dianggap sebagai ketiadaan penyakit dan sebagai komoditas.
”Politik kesehatan sering diartikan sebagai health care politic. Karena biasanya isu yang diambil oleh para aktor politik adalah soal pelayanan kesehatan seperti BPJS. Dan, BPJS dalam pelayanan kesehatan lebih menekan pada kuratif,” ungkap Ilham.
”Padahal, kesehatan tidak hanya sekadar tentang bagaimana men-deliver pelayanan kesehatan, namun sangat luas sekali. Mulai dari masyarakat sebelum lahir hingga meninggal. Itu semua harus menjadi bagian ketika orang membahas tentang isu kesehatan, tapi masih sedikit politisi yang menyentuh soal itu,” lanjutnya.
Ilham menambahkan bahwa politik kesehatan seharusnya hadir untuk menjembatani semua masalah kesehatan kepada penyelesaian dan solusi konkret. Itu dapat meningkatkan kesejahteraan dan derajat kesehatan masyarakat.
Saat diwawancarai pada akhir acara, Fathin, PJ kajian rutin, menyampaikan pesan kepada mahasiswa UNAIR. Bahwa, sebagai mahasiswa yang lebih bijak, kritis, dan visioner, mereka harus memulai aksi dari sekarang (positif). Sebab, mahasiswa adalah para calon pemimpin masa depan Indonesia. (*)
Penulis: Ulfah Mu’amarotul Hikmah
Editor: Feri Fenoria