UNAIR NEWS – Sampai akhir tahun 2018 ini, kapal Rumah Sakit Terapung ”Ksatria Airlangga” (RSTKA) sandar di Pelabuhan Kalimas V, Tanjung Perak, Surabaya. Kapal phinisi selebar 7,2 meter dan panjang 17 meter ini harus ”istirahat” sementara setelah mengakhiri bakti kemanusiaan selama satu tahun di berbagai kepulauan di Indonesia Timur.
Bakti kemanusiaan kesehatan itu dalam tahun 2018 ini berakhir Minggu (9/12) lalu, ketika kapal RSTKA tiba dari bakti kesehatan yang terakhir di tiga pulau di wilayah Kab. Sumenep: yaitu Pulau Kangayan, Raas, dan pulau Sapudi.
”Setelah ini kami akan melakukan evaluasi secara menyeluruh, baik secara teknis operasional kapal maupun program yang telah kita laksanakan selama setahun lebih ini,” demikian Dr. Christrijogo Sumartono, dr., Sp.An.KAR., Ketua Yayasan Medika Ksatria Airlangga (YKMA).
Hal itu disampaikan ketika tasyakuran sederhana di atas kapal, sambil menyambut kedatangan tim relawan RSTKA dari Sapudi. Sebuah nasi tumpeng dengan segala ragam lauknya atau uba rampe, siang itu menyambut tim relawan yang dipimpin oleh Direktur RSTKA Dr. Agus Harianto, Sp.B sekaligus makan siang crew. Pada saat itu kapal masih sandar di Pelabuhan Kalimas depan Kantor Syahbandar Tanjungperak.
Hadir saat itu Ketua IKA UNAIR Drs. Ec. H. Haryanto Basoeni, Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG(K), Amir Amiruddin dari Investree, Agus Widiastono pengurus IKA UNAIR, Sekretaris YKMA Dr. Suwaspodo Henry Wibowo, Sp.And., MARS bersama pengurus YKMA lainnya. Di forum selamatan inilah Direktur RSTKA juga mengisahkan sekilas suka-duka yang dijalaninya bersama tim.
Seperti diketahui, kapal RSTKA ini diresmikan pada 10 November 2017, tepat pada Dies Natalis Universitas Airlangga ke-63. Sebelum diresmikan bahkan RSTKA sudah mendahului melaksanakan baksos ke Pulau Bawean (Oktober 2017). Kemudian setelah diresmikan, berturut-turut melakukan visi-misinya ke Pulau Kangean (November 2017), baksos masyarakat sekitar Pelabuhan Kalimas Surabaya (11/3/2018), kemudian lanjut baksos di Pulau Sapeken.
Ketika awal Agustus 2018 terjadi gempa di Lombok, RSTKA segera menuju kawasan bencana di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Setelah Lombok bisa ditinggalkan, tim RSTKA bergeser ke NTT, tetapi baru melayani masyarakat di Pulau Nusa Penida dan Alor, tiba-tiba Kota Palu (Sulawesi Tengah) dan sekitarnya diguncang gempa tsunami dan likuifaksi.
Dari Alor kapal RSTKA kemudian meluncur ke Palu, padahal rencana semula setelah dari NTT itu kapal akan menuju Ambon dan Maluku. Tetapi karena ada musibah di Palu, tim relawan RSTKA mendahulukan layanan pertolongan bagi masyarakat korban bencana di Palu.
Setelah suasana kota Palu dan Donggala pasca-bencana bisa ditinggalkan, tim relawan RSTKA melanjutkan misinya untuk masyarakat sekitar Maluku. Kapal rumah sakit nomaden yang diinisiasi sejawat alumni FK dan kemudian diopesionalkan oleh IKA UNAIR ini, merapat di pelabuhan Ambon pada 26 Oktober.
Dua hari kemudian, (28/10) melayani masyarakat Pulau Moa. Kemudian secara beruntun memberikan layanan kesehatan gratis antara lain di Pulau Masela 29 Oktober, Pulau Babar (30-31 Oktober), Pulau Sermata 1 November, di Pulau Luang Timur 2 November, di Pulau Luang Barat 3 November, di Pulau Lakor 5 November.
Tanggal 6-8 November kembali ke Pulau Moa, diteruskan ke Pulau Leti 9 November, Pulau Kisar (10-12 November), Pulau Wetar (13-14 November), dan Pulau Lirang pada 16-17 November 2018.
Setelah itu menuju Sulawesi Tenggara untuk melayani masyarakat di Pulau Wakatobi tanggal 21-23 November 2018. Dari Wakatobi, RSTKA menuju kepulauan di kawasan Sumenep. Pertama melayani masyarakat Pulau Kangean (Kangayan) 28 November hingga 1 Desember, lalu bergeser ke tetangganya di Pulau Raas (3-5 Desember), dan terakhir di Pulau Sapudi (6-8 Desember 2018). Dan, pada hari Minggu tanggal 9 Desember 2018 tim relawan RST-KA tiba kembali di Kota Surabaya.
”Kami berharap untuk program tahun depan akan lebih baik lagi setelah misi tahun yang pertama ini kita evaluasi,” kata dr. Christrijogo Sumartono, KetuaYKMA. (*)
Penulis: Bambang Bes