UNAIR NEWS – Indonesia memiliki tingkat kekayaan fauna dan endemik yang tinggi. Namun, setiap tahunnya selalu ada satwa endemik Indonesia yang justru ditetapkan berstatus terancam punah.
Hal tersebut menuntut peran dokter hewan saat ini dalam hal konservasi satwa liar sangat dibutuhkan di Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Divisi Wild and Domestic Animal Care Himpunan mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi melancarkan kegiatan Wild Animal Watching.
Dijelaskan oleh Putri Jauza selaku ketua pelaksana kegiatan WAW (Wild Animal Watching), kegiatan WAW itu telah dilaksanakan pada Sabtu–Minggu (27–28/10). Tujuannya adalah untuk melakukan pengamatan pada satwa liar dan meningkatkan minat mahasiswa kepada satwa liar.
”Sehingga ini membantu dalam peningkatan populasi, khususnya satwa yang terancam punah,” ujarnya.
Kegiatan WAW tersebut merupakan kelanjutan dari tahun 2016. Namun, WAW gagal dilaksanakan pada 2017 karena kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan. Akhirnya, WAW pada 2016 dan 2018 mengambil tempat yang sama, yaitu Taman Nasional Baluran, Situbondo.
”Setelah kami diskusikan bersama dosen, telah sepakat bahwa WAW tetap dilaksanakan di TN (Taman Nasional) Baluran. Baluran sangat cocok untuk dijadikan tempat pengamatan satwa liar karena memiliki beberapa spesies satwa yang terancam punah juga. Contohnya banteng jawa (Bos javanicus) dan merak hijau (Pavo muticus),” jelas Jauza.
Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari tersebut dibagi menjadi dua kloter pemberangkatan. Dalam satu kloter pemberangkatan, terdapat dua kelompok mahasiswa yang terdiri atas angkatan 2015, 2016, dan 2017, dengan rute tracking Savana Bekol ke Bama dan Bama.
Pada rute Savana Bekol ke Bama, peserta melakukan pengamatan bebas terhadap mamalia seperti banteng, rusa, makaka, dan burung merak. Sementara itu, pada rute Bama, peserta melakukan pengamatan terhadap burung atau biasa disebut bird watching dengan dibimbing langsung oleh Dr. Boedi Setiawan, drh., M.P., salah seorang dosen FKH Banyuwangi.
”Tidak hanya melakukan tracking, peserta juga diberi waktu diskusi di tempat penginapan untuk saling bertukar informasi antar kelompok setelah melakukan observasi,” sebutnya.
Menariknya, kegiatan WAW tahun ini sangat beruntung dilaksanakan pada Oktober. Sebab, Oktober–November merupakan musim kawin bagi burung merak di TN Baluran.
”Saya berharap setelah mengikuti serangkaian kegiatan Wild Animal Watching ini, peserta dapat lebih memahami apa saja peran yang harus dilakukan oleh dokter hewan di bidang konservasi. Dan, semoga wawasan seputar medik konservasi yang telah disampaikan dapat bermanfaat bagi peserta,” pungkasnya. (*)
Penulis: Bastian Ragas
Editor: Feri Fenoria