UNAIR NEWS – Sebanyak lima mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga ikut mengambil bagian dalam identifikasi forensik korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Mereka berasal dari mahasiswa magister Ilmu Forensik yang tergerak untuk membantu korban bencana yang terjadi pada Jumat, 28 September 2018, itu.
Salah seorang di antara lima mahasiswa ilmu forensik di sana adalah Pudji Hardjanto. Menurut Pudji, Lima mahasiswa ilmu forensik UNAIR bergabung dengan tim Disaster Victims Identification (DVI) Mabes Polri untuk melakukan fungsi identifikasi jenazah korban. Ada lebih dari 800 jenazah yang telah diidentifikasi. Dalam sehari, sekitar 100 jenazah diidentifikasi.
Pada hari-hari awal setelah bencana terjadi, pembusukan jenazah masih tampak wajar. Namun, lanjut dia, pada hari ketiga dan seterusnya, kondisinya semakin rusak.
Tim DVI hanya mengandalkan sidik jari, dan properti yang masih melekat di tubuh jenazah. Namun, kebanyakan pakaian sudah terlepas dan hilang dari jenazah. Salah satu jenazah yang berhasil diidentifikasi adalah warga asing dari Korea, yaitu melalui sidik jari.
”Banyak jenazah telanjang yang ditemukan. Jadi, kami hanya mengandalkan sidik jari,” ujarnya.
Identifikasi forensik dilakukan di RS. Bhayangkara Palu. Sebab, terang Paudji, banyak jenazah yang tidak semua bisa teridentifikasi dengan baik.
”Selain mahasiswa forensik UNAIR, tim lain yang bekerja di bawah kepolisian, antara lain, mahasiswa forensik dari Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Diponegoro,” katanya.
”Saat ini, identifikasi forensik sudah ditutup karena memang jenazah sulit untuk dikenali. Satu-satunya adalah melalui DNA, tapi butuh waktu dan sampel,” imbuhnya.
Pudji melanjutkan, tim DVI melakukan identifikasi jika ada konflik yang menyangkut hukum. Misalnya, yang pernah terjadi adalah rebutan jenazah dari dua keluarga karena kondisi jenazah yang mirip.
Kini mahasiswa forensik UNAIR bersama tim DVI menunggu identifikasi jika memang ada konflik. Sambil menunggu mereka, tim melaksanakan fungsi sosial dengan mendatangi pengungsi-pengungsi terkait kebutuhan mereka. Serta turut menyalurkan bantuan kepada para pengungsi. Termasuk bantuan dari UNAIR berupa tenda dan bahan makanan.
”Harapannya, apa yang kami lakukan membantu terkait fungsi forensik. Lebih lanjut kami bisa membantu masyarakat di sini, baik berupa materi maupun moril,” UNGKAP Pudji.
”Ketika bertemu pengungsi, kami berkomunikasi dengan mereka, memberikan harapan baik, memberikan semangat kepada mereka bahwa kami semua berbagai elemen membantu. Selain itu, ke depan nama baik UNAIR bisa dibanggakan oleh almamater maupun masyarakat,” tambahnya.
Perlu diketahui, kondisi terkini di Palu-Donggala, kegiatan ekonomi mulai baik. Penjual makanan mulai ada. Toko mulai buka. Listrik mulai lancar, BBM juga lancar. Bantuan tidak seperti kemarin-kemarin yang harus mencari ke sana kemari. Kini sudah banyak bantuan datang.
Sementara itu, Wakil Direktur I Sekolah Pascasarjana UNAIR Prof., Dr., Anwar Ma’ruf, drh., M.Kes membenarkan adanya lima mahasiswanya yang berangkat ke Palu. Kelima mahasiswa berangkat atas seizin pimpinan. Termasuk dalam hal ini ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UNAIR.
”Mereka sudah koordinasi dengan pimpinan. Dan, saya koordinasi dengan ketua LPM UNAIR. Ada lagi yang mau bergabung dari UNAIR, yaitu dari psikologi, terutama terkait trauma healing,” katanya.
Prof. Anwar berharap mahasiswa forensik mampu membantu saudara-saudara kita di Palu-Donggala dengan baik. Sebab, tenaga dari forensik sangat diperlukan dalam bencana seperti itu.
”Di sana, mahasiswa bisa membantu sambil belajar,” ujarnya.
Sebelumnya, atas bencana yang terjadi di Lombok, kata Prof. Anwar, ada mahasiswa forensik UNAIR yang berangkat, tapi secara individual. Selain itu, Ketua Prodi Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana UNAIR Christrijogo Sumartono, dr., Sp.An.KAR, juga ada di sana. Berangkat bersama Kapal Ksatria Airlangga.
”Jadi, saat ada bencana seperti ini, Sekolah Pascasarjana UNAIR aktif memberikan bantuan. Baik dari segi manajemen bencana maupun forensik,” tuturnya. (*)
Penulis: Binti Q. Masruroh
Editor: Feri Fenoria