Belajar Berbuat Baik Tanpa Pamrih
Judul : Revive Your Heart
Penulis : Nouman Ali Khan
Penerjemah : Rini Nurul Badariah
Penerbit : Mizania
Cetakan : September 2018
ISBN : 978-602-418-175-8
Judul : Revive Your Heart
Penulis : Nouman Ali Khan
Penerjemah : Rini Nurul Badariah
Penerbit : Mizania
Cetakan : September 2018
ISBN : 978-602-418-175-8
Untuk memperoleh ide menulis, seseorang harus perhatian pada apa yang menjadi masalah. Kepekaan penulis terhadap problem di sekitar, akan membuatnya kian mudah menangkap ide yang kemudian disulap dalam bentuk narasi fiksi.
Kecintaan generasi muda terhadap dunia kesusastraan perlu ditanamkan sejak dini. Semisal dengan adanya pembelajaran sastra di sekolah. Saat ini, sastra hanya menjadi bagian kecil dari pelajaran bahasa. Maka tak heran jika banyak ditemui anak-anak yang kurang tertarik terhadap sastra.
Kalau bagimu kata itu belum terasa sedih, bersedihlah tapi bukan untuk sedih itu sendiri. Tapi, bersedihlah untuk merenungkan sampai hari ini, apakah sudah pantas kita tidak merasa sedih tentang diri kita sendiri ?
Di saat itulah, Pertiwi dan Ibu mertuanya, mendapat penjelasan gamblang tentang diagnosa dokter atas penyakitnya, sekaligus kemungkinan kalau kelahiran bayinya itu akan merenggut Ibunya sendiri.
Si suami yang hanya punya simpanan sedikit, tak pelak harus menghutang ke salah seorang temannya dengan bunga yang fantastis. Padahal, si suami bilang ia mengambil hutang dari kakaknya. Tak salah, tapi nyatanya si kakak adalah penjilat yang tak kenal ampun kepada siapapun juga. Termasuk ke adiknya sendiri.
Untunglah kandungannya kuat, dan si bayi dalam kandungan itu di nyatakan baik-baik saja. Barukarena kejadian itulah ia mau diajak ke dokter. Bersama suaminya, ia pergi ke dokter kandungan di daerahnya.
Si istri tadi memenuhi permintaan Bu Nyai, karena tidak mungkin ia menolak ajakan orang yang paling dihormati di Desa itu.
Baginya, selagi ada yang masih bisa digunakan untuk berbagi, ia akan berkeras untuk berzakat. Walau ia sendiri adalah fakir miskin penerima zakat.
Dua kalimat syahadat saja aku tak benar-benar serius. Aku tak bisa berbahasa Arab, akupun tak mampu membaca samudera luas yang bernama Al-Qur’an itu. Sholatku hanya sebatas ritual, doaku adalah rengekan rapal yang tak jarang hanya sekedar kulafalkan tanpa arti. Dan ketika kuketuk pintu di dalam hatiku, aku jadi sangat ragu.