Citra Tubuh sebagai Faktor Penentu Kualitas Hidup Perempuan dengan Luka Kaki Diabetik di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Hello Sehat

Luka kaki diabetik adalah salah satu komplikasi utama penderita diabetes melitus (DM). Secara global, luka kaki ini terjadi pada 6,3% dari penderita DM. Bahkan, di negara maju kejadiannya meningkat sebesar 2 – 4 % setiap tahun. Angka kejadian tertinggi di Amerika Utara (13%), namun sedikit lebih rendah di Asia (5,5%). Dalam konteks agama hindu, luka kaki diabetik menyebabkan banyak perempuan kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dan budaya hanya karena ketidakmampuan untuk memakai alas kaki yang pantas.

Meskipun banyak dampak fisik dari luka kaki diabetik dipelajari, namun informasi mengenai efek psikologis pada penderita khususnya ditinjau dari sisi jenis kelamin (gender issue) sangatlah terbatas. Citra tubuh merupakan cara pandang seseorang terhadap tubuhnya sendiri dan dipengaruhi oleh persepsi atau pandangan orang lain juga. Citra tubuh juga merupakan salah satu indikator kesehatan mental. Citra tubuh setiap orang sangat bervariasi, dan salah satunya karena perbedaan jenis kelamin.

Oleh karena itu, dugaan awal (hipotesis) penelitian ini adalah bahwa citra tubuh adalah faktor psikososial yang berperan sebagai mediator dalam hubungan antara jenis kelamin dan kualitas hidup di antara pasien dengan luka kaki diabetik di Indonesia, terutama masyarakat yang beragama hindu. Secara lebih spesifik, penelitian ini menginvestigasi apakah citra tubuh sebagai faktor penentu dalam hubungan antara jenis kelamin (perempuan) dan kualitas hidup pada pasien dengan luka kaki diabetik di Indonesia.

Penelitian ini dilakukan pada 201 pasien di bagian poli bedah rawat jalan dari beberapa rumah sakit dan klinik luka di Bali. Hasilnya ditemukan perbedaan diantara penderita pria dan wanita dalam hal kualitas hidup dan citra tubuh (p <0,05). Dari hasil statistik terbukti bahwa citra tubuh sepenuhnya menentukan efek hubungan antara jenis kelamin dan kualitas hidup (B = 6,68). Dengan kata lain, wanita dengan luka kaki diabetik cenderung memiliki citra tubuh yang lebih negatif dan kualitas hidup lebih buruk daripada pria. Bila disimpulkan, maka citra tubuh juga merupakan faktor penentu antara jenis kelamin (perempuan) dan kualitas hidup.

Bila ditelusuri dengan teliti, maka hasil penelitian ini sangat rasional. Luka kaki diabetik yang terjadi pada perempuan, mencegah mereka berpartisipasi dalam ritual keagamaan, yang secara tidak langsung membawa efek negatif pada aspek psikospiritual dan berujung pada menurunnya kualitas hidup.

Strategi pencegahan yang paling bagus untuk mengurangi dampak negatif dari luka kaki diabetik tentu saja adalah dengan mencegah terjadinya luka kaki diabetik itu sendiri. Namun kita masih punya harapan meskipun seandainya luka kaki diabetik tersebut telah terjadi. Hasil dari penelitian kami ini bias dijadikan acuan bagi penyedia layanan kesehatan untuk mempertimbangkan agama atau kepercayaan pasien dalam program pemberian pendidikan kesehatan pada pasien dengan luka kaki diabetik serta mempertimbangkan masalah citra tubuh terutama pada pasien wanita. Luka kaki diabetik dapat menghalangi wanita untuk hadir atau tampil dengan sempurna pada ritual keagamaan, dengan demikian dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Strategi perlindungan untuk mencegah luka kaki diabet di kalangan perempuan di Indonesia perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut.

Sebagaimana hasil penelitian ini, citra tubuh berkontribusi negatif pada kualitas hidup pada pasien dengan luka kaki diabetic terjadi hanya pada wanita. Hal ini dapat dijelaskan karena aktivitas budaya dan/atau religius memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Khususnya kaum wanita, masalah citra tubuh atau penampilan,  membuat mereka lebih mungkin kehilangan kesempatan untuk menghadiri kegiatan keagamaan dibandingkan pria. Sudah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia bahwa Tuhan mempunyai peran penting dalam status sehat sakit, sehingga perawat secara profesional harus mempertimbangkan keyakinan agama saat memberikan pendidikan pasien. Bekerja sama dengan “pemuka agama” adalah salah satu strategi yang menekankan pendekatan alternatif.

Salah satu contoh kegiatan keagamaan sekaligus budaya yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah tradisi “Meleladan” oleh umat Hindu di Bali yang dilakukan oleh para perempuan di sana. Hal ini menjadi sebuah masalah saat perempuan dengan luka kaki diabetik yang tidak mampu untuk jalan kaki jarak jauh harus mengikuti acara ini. Pembungkus kaki seperti sandal atau sepatu juga menjadi masalah estetika yang sangat serius jika dipadukan dengan perban atau pembalut luka yang tebal.

Di sinilah peran perawat dalam melaksanakan proses keperawan harus memperhatikan gender dan citra tubuh pasien terutama berjenis kelamin perempuan. Pentingnya kerjasama dengan pemuka agama tentunya akan memudahkan dalam memberikan alternatif guna mencegah penurunan citra tubuh yang berdampak langsung pada kualitas hidup pasien.

Selain itu, teknologi seperti augmented reality, virtual and mixed reality telah digunakan dalam perawatan kesehatan. Wanita dengan luka kaki diabetik masih bisa berpartisipasidalam kegiatan keagamaan di rumah, menggunakan berbagai macam teknologi yang membantu pengguna seolah mengalami situasi nyata, padahal dari jarak yang jauh.

Satu lagi pencegahan yang juga bisa dilakukan terutama di kalangan perempuan penderita diabetes yaitu dengan merekomendasikan desain ergonomis yang cocok dengan pakaian mereka selama beragama kegiatan. Sesuai dengan hasil penelitian kami, maka sangat disarankan bagi para penyedia jasa pelayanan kesehatan harus mempertimbangkan masalah citra tubuh bagi perempuan penderita luka kaki diabetik.

Penulis : Deni Yasmara

Link : https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33567996/

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp