Pakar UNAIR Tekankan Pentingnya Peran Keluarga dan Kontrol Sosial dalam Adaptasi Kebiasaan Baru

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dosen FKM UNAIR Bagus Qomaruddin. (Foto : Istimewa)

UNAIR NEWS –  Pademi COVID-19 berdampak pada berbagai bidang kehidupan. Guna menghindari dampak dan masalah yang lebih luas pada tatanan masyarakat, maka muncul kebijakan adaptasi kebiasaan baru yang kemudian melahirkan norma baru. Norma baru tersebut berupa mematuhi protokol kesehatan 3M, yaitu menjaga jarak, memakai masker, serta mencuci tangan dengan baik dan benar. 

Dalam webinar yang diadakan oleh Departemen PKIP Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) pada Rabu (16/9/2020), Dr. M. Bagus Qomaruddin, Drs., M.Sc menjelaskan bahwa masih terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan norma baru. Diantaranya adalah tidak sedikit orang dan tokoh masyarakat yang memakai masker tidak dengan benar, tidak memanfaatkan fasilitas cuci tangan, dan budaya cangkruk yang masih banyak dilakukan.

“Perlu diperkuat pesan mengenai mengunakan masker secara benar, menutupi hdung dan mulut,” ucap dosen di FKM UNAIR tersebut.

Peran Keluarga dalam Adaptasi Kebiasaan Baru

Guna mengatasi masalah tersebut, perlu adanya sosialisasi yang baik agar masyarakat merasa bahwa melakukan protokol kesehatan adalah sebuah kebutuhan. Sehingga mereka mau mematuhi protokol kesehatan dan mengubah perilaku mereka.

Dosen yang akrab disapa Bagus itu juga menjelaskan bahwa agen sosialisasi yang memiliki pengaruh paling besar di masyarakat adalah keluarga. Ketika keluarga mampu menanamkan nilai-nilai norma baru pada anggotanya dengan baik, maka ketika individu dalam keluarga tersebut pergi ke lingkungan luar dia akan dapat mematuhi protokol kesehatan dengan baik bahkan dapat mengajak orang lain untuk ikut mematuhi protokol kesehatan.

“Ketika proses sosialisasi di keluarga berhasil, maka ketika keluar rumah semua anggota keluarga tersebut akan dapat menjadi agen perubahan,” ucap Bagus.

Sebagai contoh, ketika keluarga berhasil menanamkan nilai-nilai norma baru pada anak, saat anak pergi keluar rumah dia akan dapat berperilaku dengan mematuhi protokol kesehatan. Saat anak tersebut melihat temannya tidak memakai masker, dia juga akan bisa mengingatkan. Sehingga nilai di dalam keluarga akan dapat ditularkan ke masyarakat luar.

Kemudian, anggota keluarga yang merasa memiliki pengetahuan lebih dapat ikut beperan untuk mensosialiasikan nilai 3M di lingkungan RT dan RW tempat dia tinggal. Mereka dapat menjadi agen perubahan dengan mengajak lingkungan mereka memperketat  pelaksanaan protokol kesehatan di lingkungannya.

Selain itu, sosialisasi di lingkungan masyarakat penyampaian pesan harus memanfaatkan orang yang dipercaya. Lebih baik orang tersebut berasal dari dalam lingkungan masyarakat itu sendiri. Sebab, jika orang luar yang menyampaikan pesan, seringkali tidak mendapat kepercayaan dari orang di daerah tersebut.

Pentingnya Kontrol Sosial

Kontrol sosial dibutuhkan dalam proses adaptasi kebiasaan baru karena untuk mengendalikan perilaku individu. Yaitu agar individu dapat berperilaku 3M.

Berdasarkan jenisnya, bentuk kontrol sosial dibagi menjadi dua yaitu inner social control dan outer social control.

Inner social control dapat berupa rasa tanggung jawab individu itu sendiri, moralitas, hati nurani, dan disiplin diri. Sementara outer social control dilakukan oleh keluarga, tetangga, teman, petugas kampung, petugas keamanan, dan sebagainya.

“Kontrol sosial dari dalam diri individu adalah yang paling penting. Jika tidak berjalan maka outer social control  yang akan berjalan,” ucap Bagus.

Sementara menurut sifatnya, kontrol sosial dibedakan menjadi formal dan informal. Kontrol sosial yang bersifat formal dapat berupa peraturan dan bersifat memaksa. Sementara informal berupa tekanan hlus dan tidak memaksa.

Kontrol sosial informal dapat berupa peran dari keluarga, lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, dan fasilitas umum. Sementara kontrol sosial formal, juga dapat berlaku di lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, dan fasilitas umum bila dilakukan dengan menerapkan peraturan dan sanksi.

Kontrol sosial dilingkungan tempat tinggal dapat berupa kesepakatan untuk memperketat prokol kesehatan. Seperti kesepakatan di lingkungan RW untuk membatasi mobilitas orang yang keluar masuk.

“Bentuk kontrol sosial tersebut sebenarnya sudah banyak dijalankan. Namun masih banyak yang tidak konsisten dalam menjalankannya,” pungkas Bagus. (*)

Penulis : Galuh Mega Kurnia

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).