Industri pengolahan kayu berpotensi untuk menimbulkan kontaminasi di udara tempat kerja berupa debu kayu. Karena sekitar 10 sampai 13 % dari kayu yang di gergaji akan membentuk debu kayu. Salah satu dampak negatif dari industri pengolahan kayu adalah timbulnya pencemaran udara oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau hasil industri tersebut. Debu kayu di tempat kerja meubel dapat berpotensi menyebabkan gangguan pada Mukosa hidung atau Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) melambat. Tujuan Penelitianmengukur kadar debu kayu di tempat kerja, mengukur Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) kelompok terpapar dan tidak terpapar, serta menganalisis keluhan pernafasan dan penggunaan APD pada kelompok terpapar.Metode penelitiandengan desain cross sectional, besar sampel total populasi yang berjumlah 12 responden 6terpapar dan 6 tidak terpapar. Pengukuran kadar debu kayu dengan alat EPAM 5000. Pemeriksaan Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) dengan Uji Sakarin oleh Dokter Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) menggunakan tablet sakarin dan metylen blue. Analisis deskriptif dari hasil tabulasi silang (crosstab). Waktu penelitian Maret sampai November 2019.
Proses penggergajian dan pengampelasan pada perusahaan mebel kayu menghasilkan debu atau partikel kayu yang terhambur di udara, sehingga udara di lingkungan tersebut tidak bersih lagi. Hal ini sangat berpengaruh pada kesehatan hidung orang-orang yang berada di lingkungan tersebut, utamanya para karyawan. Gerak silia mukosa hidung atau yang lazim disebut Transport Mukosiliar Hidung (TMSH) akan melambat, sehingga waktu yang diperlukan untuk mengevakuasi partikel atau debu dari limen nasi hingga koana menjadi lebih lama. Apabila semua sistem transportasi macet maka partikel/debukayu yang terperangkap oleh palut lendir akanmenembus mukosa dan dapat menimbulkan penyakit.
Kadar debu kayu di lingkungan kerja sebesar 5mg/m³, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Kadar debu di daerah terpapar terbilang cukup tinggi. Hasil penelitian menunjukkan kadar debu kayu yang diukur di tempat kerja pagi hari dan sore hari melebihi NAB yang telah ditetapkan. Pengukuran debu pertama pada waktu pekerjaan berlangsung sebesar 13,206 mg/m³ dan pengukuran kedua sebesar 12,190 mg/m³. Sedangkan pengukuran debu pada saat pekerjaan tidak berlangsung sebesar 11,871 mg/m³ dan pengukuran kedua sebesar 7,141 mg/m³.
Berdasarkan observasi di daerah terpapar debu kayu, tingginya debu kayu dikarenakan intensitas pekerjaan yang tinggi dan kebersihan di tempat daerah terpapar. Banyaknya limbah hasil pengolahan kayu yang tidak dibersihkan setelah pekerjaan selesai menyebabkan penumpukan limbah kayu di lantai daerah terpapar dan banyak debu yang menempel di dinding, mesin yang apabila tertiup angin dapat berhamburan diudara. Debu yang berhamburan diudara, akan berpengaruh terhadap Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH). Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) yang normal ≤10 menit 55 detik. Kelompok terpapar sebanyak 66,67%memiliki Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) tidak normal. Rata-rata Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) kelompok terpapar sebesar 11 menit 57 detik (717 detik). Sedangkan rata-rata Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) kelompok tidak terpapar sebesar 7menit 11 detik (431 detik). Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) kelompok terpapar lebih lambat daripada kelompok tidak terpapar.
Kelompok terpapar yang memiliki keluhan pernafasan sebanyak 83,33%. Pada kelompok terpapar yang memiliki TMSH tidak normaladalah pekerja yang tidak memakai APD masker saat bekerja.Hasil kuesioner dan wawancara keluhan pernafasan yang sering terjadi pada kelompok terpapar adalah hidung berlendir dan bersin setelah terpapar debu kayu.
Kadar debu kayu di lingkungan kerja di daerah terpapar melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). Kelompok terpapar yang tidak pakai APD masker 100% Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) lambatdan masuk kategori tidak normal. Hubungan antara variabel keluhan pernafasan dengan variabel Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) pada kelompok terpapar dan tidak terpapar dengan nilai coefficient contingency sebesar 0,549 yang berarti tingkat kekuatan hubungan antar variabel tersebut termasuk dalam kategori kuat.Artinya kondisi lambatnya Waktu Transpor Mukosiliar Hidung (TMSH) ada hubungan yang kuat dengan terjadinya keluhan pernafasan pada pekerja mebel.
Saran untuk untuk pemilik meubel lebih memperhatikan sirkulasi udara yang baik, kebersihan lingkungan kerja, memperhatikan pekerjanya dalam penggunaan APD berupa masker. Pemilik meubel dapat menyediakan masker di tempat kerja untuk pekerjanya dan melakukan sosialisasi pentingnya menggunakan masker saat bekerja. Pekerja meubel, lebih meningkatkan ketaatan menggunakan APD masker saat bekerja.
Penulis: Dr. R. Azizah, SH., M.Kes
Link terkait tulisan diatas: https://www.psychosocial.com/article/PR201091/11629/
Analysis Of Wood Dust Levels, Nasal Mucociliary Transport Rate (Nmtr) And Workers’ Respiratory Complaints In Furniture Home Industry, Surabaya City, Indonesia