(IM-SWN) Instrumen Baru untuk Mengukur Kualitas Hidup Penderita Schizophrenia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustraso oleh Dictio Community

“Kesehatan jiwa bukanlah segalanya, tetapi tanpa kesehatan jiwa segalanya tidak berarti”. Ungkapan tersebut menggambarkan pentingnya menjaga kesehatan jiwa terutama di masa pandemi saat ini. Sayangnya, kesehatan jiwa kerapkali dipandang sebelah mata dibandingkan dengan kesehatan fisik ketika tubuh merasa sakit. Salah satu problem kesehatan jiwa yang banyak diderita masyarakat adalah skizofrenia.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018, prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia sebesar 7% per 1,000 rumah tangga. Dengan kata lain, terdapat sekitar 70 rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga yang mengidap skizofrenia dari setiap 1,000 rumah tangga. Skizofrenia merupakan penyakit mental kronis yang menyebabkan gangguan proses berpikir. Orang dengan skizofrenia tidak bisa membedakan mana khayalan dan kenyataan. Penyakit ini juga menyebabkan pengidapnya tidak memiliki kemampuan untuk berpikir, mengingat, ataupun memahami masalah tertentu. Secara umum, skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis yang membutuhkan pengobatan berkepanjangan untuk meringankan gejalanya.

Pemberian obat psikosis (disebut juga antipsikotik) secara rutin dan jangka panjang berpeluang meningkatkan efek samping sindrom metabolik yang ditandai dengan abnormalitas metabolisme seperti obesitas, hipertensi, dislipidemia dan diabetes melitus. Hal ini semakin berdampak pada menurunnya angka harapan hidup, peningkatan disabilitas dan turunnya kualitas hidup penderita skizofrenia. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu instrumen pengukuran yang dapat menilai kualitas hidup penderita skizofrenia sehingga memungkinkan bagi klinisi dan tenaga kesehatan untuk mengambil langkah dini terkait kondisi dan terapi pasien. Meskipun demikian, instrumen pengukuran yang ada saat ini tidak dirancang untuk kebutuhan masyarakat Indonesia sehingga memunculkan ide untuk mengembangkan pengukuran versi Indonesia.

Peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yaitu Julaeha, Prof. Umi Athiyah dan Andi Hermansyah kemudian mengembangkan instrumen pengukuran kualitas hidup yang disebut Indonesian Modification Subjective Well-being Under Neuroleptics (IM-SWN) yang diadopsi dari instrumen milik Prof. Dieter Naber, seorang psikiatri asal Jerman. Instrumen versi Indonesia ini terdiri dari 20 pertanyaan yang terbagi dalam 5 domain pengukuran, yaitu fisik, mental, kontrol diri, regulasi emosional, dan integrasi sosial.

Instrumen tersebut telah diujicobakan oleh tim peneliti bekerjasama dengan apoteker dan klinisi di RSJ. Menur Surabaya dan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI).  Sebanyak 108 responden dengan gangguan skizofrenia yang dilibatkan dalam uji coba tersebar di Jawa Timur dan Bali, Jawa Barat dan Banten, Jawa Tengah dan Yogyakarta, Sumatera dan Kalimantan. Penelitian menunjukkan bahwa SWN versi bahasa Indonesia valid dan reliabel untuk digunakan sebagai instrumen kualitas hidup pada pasien skizofrenia.

Dengan tersedianya instrumen versi bahasa Indonesia, diharapkan dapat membantu para apoteker dan klinisi yang memberikan pelayanan di fasilitas kesehatan jiwa maupun di komunitas. Instrumen ini memberi peluang bagi apoteker untuk mampu memantau efek samping dari pengobatan yang dijalani oleh pasien dan dampak pengobatan terhadap kualitas hidup pasien dengan gangguan skizofrenia.

Penulis: Andi Hermansyah dan Julaeha

Hasil penelitian dapat diakses di https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jbcpp-2021-0002/html

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp