Perspektif Pakar Perawatan Paliatif UNAIR Tentang Bad Death Saat Pandemi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof. Marlina S. Mahajudin (sebelah kiri) bersiap untuk memberikan pemaparan materi dalam seri webinar Night at the Museum yang keenam. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian FISIP UNAIR kembali menggelar seri webinar Night at the Museum untuk keenam kalinya, pada Kamis sore (31/3/2022). Sesi pertama dari webinar tersebut mengeksplor tajuk “Pergeseran dari Good Death ke Bad Death pada Pandemi.” Prof. Marlina S. Mahajudin, dr. SpKJ(K).PGD Pall Med. (ECU), seorang Pakar Perawatan Paliatif UNAIR, diundang menjadi narasumber.

Prof. Marlina menjelaskan bahwa perawatan paliatif adalah seluruh tindakan aktif untuk meringankan beban pasien yang memiliki penyakit yang tak mungkin disembuhkan. Tujuan utama dari perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

“Tugasnya adalah menyampaikan berita buruk, membantu hidup bermakna, perawatan hingga akhir hayat yang penuh iman dan bermartabat, serta perawatan dukacita bagi yang ditinggalkan pasien,” ujar Guru Besar FK UNAIR itu.

Fokus dari perawatan ini adalah agar pasien meninggal dalam status good death. Maksud dari status ini adalah pasien meninggal sonder keluhan fisik, telah merampungkan kewajiban duniawinya, dengan penuh iman dan bermartabat, serta keluarga sejahtera.

“Perawatan paliatif memfokuskan supaya pasien tidak meninggal dalam status bad death. Status ini berarti bahwa pasien meninggal dengan urusan yang belum selesai, jadi sengsara. Keluarganya berpotensi tidak rukun, dan masih memiliki penyesalan. Jadi perlu perawatan dan pendekatan interdisipliner untuk mencapainya,” ujar alumni Edith Cowan University itu.

Namun dikala pagebluk COVID-19 menyerang, pengejawantahan perawatan paliatif menjadi amat susah. Mulai dari banyaknya kematian mendadak akibat terjangkit COVID-19, serta kekurangan SDM yang mumpuni untuk memberikan perawatan yang kini jumlahnya bertambah. Meskipun demikian, Prof. Marlina berteguh bahwa lanskap tersebut tak langsung tertranslasikan pada penggeseran masif dari good death ke bad death.

“Mitigasi duka yang dialami oleh orang-orang terdekat yang ditinggal oleh korban pandemi harus dilihat dari paradigma baru. Adat dan kebiasaan yang terkungkung dalam tyranny of shoulds (tirani keharusan) harus dihapuskan. Harus ada pendekatan interdisipliner untuk mendampingi pasien COVID-19 yang terminal dan orang yang ditinggalkan dengan premis: bahwa pandemi COVID-19 merupakan penderitaan sejagad,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp