Pertamax Naik, Pakar UNAIR Imbau Pemerintah Antisipasi Harga Minyak Dunia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi kenaikan harga BBM (Sumber foto: liputan6.com)

UNAIR NEWS – Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertamax diprediksi akan mengalami kenaikan per 1 April 2022. Hal ini sebagai imbas dari konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga minyak dunia.

Mengenai hal itu, Pakar Ekonomi Universitas Airlangga Dr Wasiaturrahma SE MSi mengatakan bahwa kenaikan harga pertamax tentu akan mempengaruhi sektor industri dalam negeri. Produsen, lanjutnya, akan menaikkan HPP (Harga Pokok Penjualan) disebabkan adanya dorongan biaya akibat kenaikan minyak dunia. 

“Otomatis, di sini ada kenaikan harga barang dan jasa juga yang akan diterima oleh masyarakat,” paparnya pada UNAIR NEWS Selasa (30/3/2022).

Mengingat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri sangat dipengaruhi oleh harga minyak dunia, Dr Rahma menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia. Salah satu yang dapat dilakukan, lanjutnya, yakni menjaga keseimbangan fiskal dengan memastikan bahwa rasio pajak betul-betul mencapai target.

“Pemerintah, dalam hal ini, menghadapi kesulitan anggaran yang mana masih harus bayar subsidi misalnya ke Pertamina misalnya,” tegas dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UNAIR ini. 

Masih terkait dengan antisipasi kenaikan harga minyak dunia, Dr Rahma menyarankan agar pemerintah melakukan langkah proaktif menghadapi perubahan peta ekonomi global. Negara-negara maju, menurutnya, sudah ngos-ngosan mempertahankan ekonominya. 

“Perubahan peta ekonomi global ini harusnya jadi momentum yang ciamik buat private equity mengalihkan dananya dari negara-negara maju ke Indonesia,” ungkap Dr Rahma.

Pemerintah, lanjut Dr Rahma, harus inovatif dalam menarik modal asing ke negara Indonesia serta merancang incentives system-nya. “Tahun ini, ekonomi global masih terus bergulat dengan inflasi yang tinggi didorong oleh cyclical, structural, and monetary forces,” ujarnya.

Pada akhir, ia juga menjelaskan bahwa di Amerika Serikat, inflasi yang tinggi dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai puncaknya. Dr Rahma juga menjelaskan bahwa diharapkan tahun depan inflasi dan pertumbuhan ekonomi di AS ini pelan-pelan mulai turun sampai terjadi deflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah.

“Jika terjadi demikian, pemerintah AS akan kembali ngutang dan The Fed akan nyetak-nyetak uang lagi. Eropa dan Tiongkok sepertinya akan mengikuti jejak AS. Kondisi ini akan menyebabkan negara-negara berkembang seperti Indonesia menjadi primadona bagi investor asing,” ujarnya. “Saya proyeksikan ekonomi kita akan makin terdiversifikasi. Artinya, makin banyak jenis barang yang diproduksi,” pungkas Dr Rahma.

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp