Tiga Faktor Utama Penyakit Ginjal Kronis di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Kesehatan Ginjal (Sumber : Tribun Kesehatan)

UNAIR NEWS – Sekitar 850 juta orang menderita penyakit ginjal diseluruh dunia. Dengan kasus kematian yang disebabkan penyakit ginjal semakin meningkat setiap tahunnya. 

Pakar Kedokteran UNAIR Prof Mochammad Thaha dr PhD SpPD-KGH FINASIM FACP FASN memperkirakan bahwa penyakit ginjal diproyeksikan akan menjadi 5 penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun 2040 mendatang. 

Beliau juga menyampaikan, setidaknya 10 persen populasi dunia menderita penyakit ginjal kronis, dan diperkirakan 9 dari 10 penderita tersebut tidak menyadari akan bahaya penyakit yang diidapnya. Dalam hal ini, sebuah literasi merupakan hal penting yang harus ditekankan. Tema hari ginjal sedunia pada tahun ini bertujuan untuk memberikan arahan menyeluruh mengenai edukasi dan literasi kesehatan ginjal, mengingat angka kematian akibat penyakit tersebut semakin meningkat. Hari ginjal sedunia menjadi momentum untuk menciptakan akses yang terjangkau dan merata mengenai penyuluhan kesehatan, perawatan, dan pencegahan penyakit ginjal bagi semua lapisan masyarakat.

“Kesehatan ginjal tentunya berlaku untuk siapa saja dan berlaku dimana saja, mulai pencegahan sampai deteksi dini serta pemerataan akses pelayanan,” ujar Dosen FK tersebut.

Penyakit ginjal umumnya tidak bergejala sehingga tidak mudah untuk memahami penyakit ini. Akibatnya banyak orang yang tidak mengetahui kapan harus bertindak dan mencari pertolongan medis, mengingat tanda dari datangnya penyakit tidak dapat dilihat dan diraba.

“Dalam hal ini, kesadaran untuk bertindak akan meningkat melalui literasi kesehatan,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, terdapat tiga faktor risiko utama terkait penyakit ginjal kronis khususnya di Indonesia, yaitu hipertensi, obesitas, dan diabetes. Ketiganya sangat mempengaruhi terancamnya kesehatan ginjal.

Hipertensi

Prof Thaha menyebutkan bahwa hipertensi memiliki nilai rerata prevalensi sebesar 34,1 persen pada 34 (tiga puluh empat) provinsi, dengan nilai prevalensi per-provinsi terendah sebesar 22,2 persen dan prevalensi tertinggi sebesar 44,1 persen.

Obesitas

Sedangkan obesitas memiliki nilai rerata prevalensi sebesar 21,8 persen pada 34 (tiga puluh empat) provinsi, dengan nilai prevalensi per-provinsi terendah sebesar 10,3 persen dan prevalensi tertinggi sebesar 30,2 persen.

Diabetes

Memiliki Prevalensi Diabetes Melitus sebesar 8,5 persen. “Sedangkan nilai rerata prevelensi penyakit ginjal kronis sebesar 3,8‰ (tiga koma delapan permil) pada 34 Provinsi, dengan nilai prevalensi per-provinsi terendah sebesar 1,8‰ (satu koma delapan permil) dan tertinggi sebesar 6,4‰ (enam koma empat permil),” ungkapnya.

Hal tersebut membuktikan bahwa penyakit ginjal menjadi ancaman masyarakat akan kesehatan yang kurang terpelihara. Belum lagi, edukasi yang minim terhadap pola kesehatan guna mendukung ginjal yang sehat. Oleh karenanya, program literasi kesehatan bagi seluruh kalangan perlu digiatkan secara berkesinambungan.

Tak lupa ia juga memberikan contoh mengenai teknik komunikasi dan kolaborasi yang dapat mendukung perkembangan ide dan solusi dalam tatalaksana pelayanan ginjal. “Ambil contoh seperti di Instalasi Dialisis RS Universitas Airlangga,” sebutnya. 

Dimana Satriyo Dwi Suryantoro dr SpPD Mutiara Rizky dr SpPD bersama dengan Choirul Anwar SKep Ns beserta seluruh perawat instalasi dialisis dan tenaga elektromedis teknik HD yang selain melakukan Yan.Kes. Ginjal seperti Hemodialisis juga turut mendukung layanan CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) yang sudah mulai berkembang di RS Universitas Airlangga. 

Pakar Kedokteran UNAIR Prof Mochammad Thaha dr PhD SpPD-KGH FINASIM FACP FASN

Mereka sebagai sebuah tim yang solid juga menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh pasien dan keluarga dengan memberikan edukasi bermanfaat bagi kesehatan ginjal, serta selalu memberikan ide-ide solutif pada kendala atau masalah-masalah yang ada serta pada tantangan perkembangan teknologi saat ini, yang mana Manajemen RS Universitas Airlangga juga selalu memberikan respon positif dan dukungan kepada tim. Di antaranya adalah tenaga elektromedis teknik HD diberangkatkan ke Jepang untuk belajar tentang teknologi dialisis dan dalam waktu dekat RS Universitas Airlangga siap menjadi yang pertama di Jawa Timur dengan membuka pelatihan khusus bagi teknisi dialisis yang terstandarisasi Internasional.

Sebagai penutup ia mengingatkan kembali, bahwa sebuah informasi yang terpercaya dan bermakna sangat penting untuk disampaikan dalam sebuah literasi. Banyak hal yang harus dilakukan untuk menjembatani kesenjangan pemahaman akan permasalahan yang ada dan beban komunitas yang timbul akibat penyakit ginjal kronik. Tanpa komunikasi yang baik, banyak ide dan solusi tidak akan berhasil diterapkan pada komunitas dan negara yang sebenarnya sangat membutuhkan.

“Tentu dalam pelaksanaannya, ikhtiar tetap kita laksanakan, dan selebihnya tawakal kepada Yang Maha Kuasa,” pungkasnya mengakhiri.

Penulis: Azka Fauziya

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp