Psikolog UNAIR Sarankan Skema Penertiban Pembelajaran Jarak Jauh

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dari kiri, Azmi Izuddin moderator, Afif Kurniawan Mpsi Dosen Psikologi Klinis UNAIR, Tri Endang Kustianingsih MPd Kepala Bidang Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Kota Surabaya. (Foto: Dok pribadi)

UNAIR NEWS – Tepat dua tahun terhitung sejak Maret Pembelajaran Jarak Jauh Berlangsung (PJJ). Sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan dan memiliki keahlian dalam bidang psikologi klinis remaja  dan dewasa. Dosen Fakultas Psikologi UNAIR Afif Kurniawan Mpsi mengajak pelajar merefleksikan dan membeberkan regulasi belajar yang efektif.

Hal itu ia sampaikan dalam kesempatan sebagai narasumber Talkshow yang diselenggarakan oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Surabaya pada Minggu (20/3/2023). Mengawali talk show, peserta  perwakilan pelajar SMP-SMA/SMK di Surabaya dipersilahkan bersuara mengenai PJJ sebagai bentuk refleksi. 

Mereka (red: peserta) menilai kurangnya budaya diskusi sebab minimnya kesempatan interaksi dua pihak. Selain itu peserta yang kelas 12 juga mengungkap bahwa dirinya merasa masih kelas 10.

Afif mengatakan bahwa hal itu menunjukkan anak-anak memiliki banyak kecemasan yang menyertai proses belajar. “Adanya ketertinggalan kesiapan mental di kelas, menyebabkan sebagian pelajar menjawab oh maaf bu jaringannya kurang stabil,’’ katanya.

Menurutnya, kasus tersebut bukan karena pelajar tidak ingin menanya atau menjawab, melainkan terdapat kecemasan-kecemasan yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Berkaitan dengan sistem, Afif pun memaparkan terdapat pendidik yang menerapkan asynchronous learning. Artinya proses pembelajaran daring yang memberikan bahan ajar dan pengerjaan tugas tidak langsung.

Hal itu juga senada dengan riset dari IPM Surabaya bahwa 21 persen pelajar, media pembelajarannya melalui WhatsApp Group (WAG). Terlebih hal itu juga disampaikan oleh Rakan Pratama, salah seorang peserta talkshow yang menyebut pihak sekolahnya jarang mengadakan zoom/gmeet. Namun kerap memberikan tugas melalui WAG.

Afif menjelaskan bahwa memang terdapat sistem pembelajaran dari pendidik yang hanya memberikan modul soal. Lalu pelajar mengirimkan laporan jawaban-jawabannya secara fleksibel.

Dalam hal ini, Afif memaparkan bahwa tidak sedikit para pelajar yang cenderung bosan. Menghadapi hal itu, dia menyarankan agar para pelajar dapat menerima model pembelajaran seperti itu. Lalu mengoptimalkannya potensi dirinya dalam situasi tersebut.

“Keterampilan dalam mengoptimalkan situasi itulah yang semestinya pelajar butuh regulasi belajar yang efektif, “ jelasnya.

Di samping itu, Afif juga menceritakan pengalamannya ketika mengisi acara di universitas luar jawa secara online. Didapatinya, selama 120 menit, peserta tidak ada yang mematikan video kamera maupun audio, semuanya menyimak secara penuh. Ia menegaskan bahwa hal itu bisa menjadi PR bagi para pendidik termasuk dirinya.

“Setelah saya tanya ke panitia, terkait komitmen peserta, ternyata ada cara menertibkan budaya diskusi daring. Mereka (Red: panitia) membuat informed consent yang disepakati bersama sebelum melakukan tindakan, “ ujarnya.

Penulis : Viradyah Lulut Santosa

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp