Pola Konsumsi Sumber Zat Besi dan Inhibitor Zat Besi Berkaitan dengan Anemia pada Santriwati

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Hello Sehat

Anemia gizi besi masih menjadi permasalahan gizi utama di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas 2018, angka kejadian anemia pada perempuan sebesar 27,2%. Beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia yaitu peningkatan kebutuhan akan zat besi, kekurangan sel darah merah, derajat sosial ekonomi, kurangnya asupan makanan sumber zat besi, rendahnya penyerapan zat besi, rendahnya pengetahuan mengenai zat besi, serta adanya inhibitor zat besi dalam makanan. Vitamin C, vitamin A dan vitamin B2 merupakan beberapa zat gizi yang dapat membantu penyerapan zat besi. Selain itu, protein hewani yang berasal dari daging, ikan dan unggas merupakan faktor enhancer zat besi yang berperan dalam hematopoisis yaitu pembentukan eritrosit dengan hemoglobin. Namun, terdapat pula zat yang berperan sebagai inhibitor zat besi sehingga penyerapan zat besi menjadi terganggu atau terhambat. Zat gizi dalam makanan yang dapat berperan sebagai inhibitor zat besi yaitu fosfat, kalsium, tanin dan fitat.

Salah satu kelompok usia yang rawan mengalami anemia adalah remaja putri. Banyaknya remaja putri yang mengalami anemia dikarenakan adanya siklus menstruasi setiap bulan, ketersediaan pangan dan pola makan yang salah, dan juga karena remaja cenderung ingin memiliki bentuk tubuh ideal dengan melakukan diet ketat yang dapat menyebabkan kurangnya asupan makanan seimbang dan bergizi. Santriwati merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami anemia. Jauh dari orang tua membuat santriwati dituntut untuk hidup mandiri terutama dalam memenuhi kebutuhan makanannya. Tingginya konsumsi jajanan ringan dan rendah konsumsi sayuran merupakan kebiasaan makan santriwati yang kurang tepat.

Berdasarkan penelitian Fanti et al (2022), terdapat 22% santriwati di Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan yang mengalami anemia. Prevalensi remaja anemia pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi anemia remaja menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yaitu sebesar 8,1%. Kejadian anemia pada santriwati di PP Al Mizan Muhammadiyah Lamongan juga diperkuat dengan rendahnya tingkat kecukupan zat gizi protein, zat besi dan vitamin C yang mayoritas terkategori kurang. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola konsumsi makanan sumber zat besi dengan kejadian anemia santriwati PP Al Mizan Muhammadiyah Lamongan. Tingginya kejadian anemia dapat dikarenakan jarangnya mengonsumsi makanan sumber zat besi yang mengakibatkan rendahnya hemoglobin dalam tubuh. Hal ini karena terbatasnya ketersediaan pangan sumber zat besi heme yang disediakan oleh pondok. Selain itu, kantin di pondok pesantren hanya menjual makanan dan minuman ringan serta tidak diperkenankan untuk menjual makanan berat seperti nasi beserta lauk pauk dimana lauk pauk merupakan salah satu sumber zat besi. Sebagian besar santriwati lebih sering mengonsumsi pangan sumber zat besi nonheme yaitu kacang tanah dan kacang hijau. Sumber pangan tersebut sebagian besar diperoleh dari jajanan seperti bubur kacang hijau dan bumbu pentol atau batagor yang hanya bisa dibeli saat jam istirahat sekolah dan didapatkan dari penjual di depan sekolah. Santriwati lebih sering mengonsumsi pangan sumber zat besi non-heme dengan bioavabilitas yang rendah dikarenakan adanya zat asam fitat dan oksalat yang dapat mengikat zat besi serta menghambat penyerapannya, sehingga hanya sedikit total zat besi yang terserap oleh tubuh.

Penelitian tersebut juga menemukan hubungan antara pola konsumsi pangan sumber inhibitor zat besi dengan kejadian anemia pada santriwati di Pondok Pesantren Al-Mizan. Hal tersebut dikarenakan hampir setiap hari menu di pondok pesantren menyediakan olahan tahu dan tempe. Tahu dan tempe berbahan dasar kacang kedelai yang mengandung zat fitat, dimana zat fitat ini dapat mengikat zat besi sehingga mempersulit penyerapannya. Jajanan berbahan cokelat juga sering dikonsumsi santriwati dikarenakan mudah ditemukan di kantin serta memiliki harga yang cukup murah, padahal cokelat mengandung asam oksalat yang dapat menghambat absorbsi zat besi. Selain itu, santriwati juga sering mengonsumsi susu yang mengandung kalsium, dimana kalsium apabila berinteraksi dengan zat besi dapat menghambat penyerapan zat besi yang terjadi di mukosa usus.

Berdasarkan penelitian tersebut direkomendasikan kepada santriwati untuk mengurangi konsumsi pangan sumber inhibitor zat besi. Santriwati diharapkan memperbanyak konsumsi sumber besi heme dengan memperbanyak asupan lauk hewani, hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia pada santriwati. Selain itu, pihak pesantren direkomendasikan agar menyediakan makanan yang dapat mencukupi kebutuhan zat gizi para santriwati dikarenakan akses terhadap sumber makanan bergizi terbatas hanya dari pesantren.

Penulis: Lailatul Muniroh

Judul Jurnal: Hubungan Pola Konsumsi Sumber Zat Besi, Inhibitor Dan Enhancer Zat Besi Dengan Kejadian Anemia Pada Santriwati Pondok Pesantren Al-Mizan Muhammadiyah Lamongan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp