Karakteristik Organisasi, Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan, dan Faktor Teknologi Terhadap Perawatan Berbasis Budaya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Republika

Kualitas pelayanan keperawatan berdampak langsung pada tingkat kepuasan klien. Gelombang pemasaran pelayanan kesehatan kini telah berubah dari era service excellence ke era care with character sehingga perilaku caring menjadi prinsip utama dalam mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan secara umum. Perilaku peduli merupakan indikator utama dalam kualitas pelayanan kesehatan. Caring sebagai evaluasi pelayanan kesehatan menjadi trend di era sekarang ini. Caring juga menjadi kinerja utama perawat sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa perilaku caring tidak dapat dilaksanakan secara optimal karena dipengaruhi oleh beberapa aspek, salah satunya adalah aspek budaya. Aspek perilaku caring yang selama ini digunakan belum terintegrasi dengan aspek budaya yang meliputi faktor agama, sosial budaya, pendidikan, ekonomi, dan motivasi, sehingga berdampak pada kualitas kehidupan kerja perawat (QNWL) di menyediakan layanan. Sampai saat ini pengaruh model caring berbasis budaya terhadap QNWL dan kualitas pelayanan keperawatan belum diketahui. Caring memiliki dampak yang besar terhadap kualitas pelayanan. Berdasarkan data yang dimiliki RSUD Dr. Iskak Tulungagung dan RSUD Blambangan Banyuwangi mulai tahun 2016, 2017, dan 2018 menyebutkan tingkat kepuasan terhadap kualitas pelayanan keperawatan masih di bawah 80%. Pada tahun 2018, tingkat kepuasan klien terhadap kualitas pelayanan keperawatan cenderung menurun dari 79% pada tahun 2017 menjadi 77% pada tahun 2018.

Isu yang muncul di era sekarang ini menyatakan bahwa penurunan tingkat kepuasan terhadap kualitas pelayanan keperawatan berbanding lurus terhadap penurunan kualitas caring yang diterima klien. Perawat mengakui bahwa sulit untuk menerapkan perilaku caring karena latar belakang budaya yang beragam dari klien yang dirawat dan perawat itu sendiri; hal ini berpengaruh negatif terhadap kualitas pelayanan dalam pelayanan keperawatan. Kesenjangan budaya ini akan mengakibatkan kejutan budaya dan pemaksaan budaya; tentunya juga akan mempengaruhi kualitas caring di rumah sakit setempat sehingga kualitas pelayanan keperawatan dalam 3 tahun terakhir masih dibawah 80%. Angka ini masih di bawah standar pemerintah yang lebih dari 85%. Ayala dan Calvo mengungkapkan bahwa belum banyak penelitian di dunia yang membuktikan penerapan caring secara optimal di negara-negara yang kaya akan keragaman budaya. Sedangkan penelitian tentang asuhan transkultural yang telah dipublikasikan di Indonesia sendiri baru dilakukan pada keperawatan komunitas yaitu pada Stigma HIV. Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis RSUD Dr. Iskak Tulungagung dan RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2016–2018 didapatkan bahwa klien berasal dari beberapa budaya yang berbeda. Masalah perawat dalam merawat klien yang beragam budaya merupakan tantangan yang sulit untuk dihadapi.

Pengetahuan dan pemahaman perawat tentang budaya klien merupakan faktor penting dalam melakukan perilaku caring untuk mencegah terjadinya gegar budaya dan pemaksaan budaya. Kejutan budaya terjadi ketika orang luar (perawat) mencoba untuk belajar atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Menurut Gillham et al., penelitian tentang caring yang menggunakan pendekatan sensitif budaya juga perlu dilakukan pada komunitas/klien dari beragam budaya atau lintas budaya yang hidup berdampingan di suatu wilayah dan tidak fokus pada mereka yang peka budaya. Menurut Purnell (2018), hingga saat ini di banyak negara berkembang, caring masih diartikan secara umum sebagai rasa empati saja dan tanpa memperhatikan latar belakang budaya, oleh karena itu penelitian tentang caring berbasis budaya pada masyarakat lintas budaya masih perlu dilakukan. dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model caring berbasis budaya dengan mengintegrasikan aspek budaya dari teori trascultural care (maintenance, negosiasi, dan restructuring) ke dalam aspek caring dari teori caring Swanson, sehingga perawat diharapkan tidak hanya memaknai caring sebagai empati dan berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. Upaya menjawab permasalahan di atas perlu adanya model caring baru yang menggunakan pendekatan teori transcultural care, agar caring yang diberikan oleh seorang perawat dalam menjalankan tugas dan fungsinya dapat diterima sepenuhnya oleh klien secara optimal, dengan ini diharapkan klien akan merasakan pelayanan yang berkualitas. Studi sebelumnya tentang kepedulian budaya hanya berfokus pada orang yang berbeda yang sensitif secara budaya. Penelitian ini menggunakan teori pengembangan kualitas layanan sebagai kerangka berpikir, karena kepedulian merupakan bagian dari kinerja (perilaku kerja) untuk meningkatkan kualitas layanan (Efektifitas Organisasi).

Penulis: Agusta Ellina , Nursalam Nursalam, Esti Yunitasari

Link Journal: https://pdfs.semanticscholar.org/274c/554d131e2f2feca4c72d30443a172182b296.pdf

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp