Hubungan Nitrit dan Amoniak Serangan Penyakit yang Disebabkan oleh Enterocytozoon Hepatopenaei Pada Udang Vaname

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by KKP News

Produksi Udang  di Indonesia mengalami peningkatan secara dramatis dalam dekade terakhir, nilai ekspor berkisar antara 220,000 ton ke Amerika Serikat dan 260.000 ton dan sebanyak 60%, 19%, dan 5% dari total produksi udang diekspor  ke Jepang dan Eropa Serikat pada tahun 2018.  Selanjutnya dinyatakan bahwa di antara udang diekspor pada tahun 2018 tersebut, sekitar 80% adalah udang putih pasifik  yang dikenal dengan nama Litopenaeus  vannamei (Rubel dkk., 2019). Di Indonesia udang vaname (L. vannamei) ini secara resmi sudah dikembangkan melalui budidaya untuk menggantikan udang  windu (Penaeus monodon) yang mengalami kematian  karena adanya serangan penyakit yang sangat mendadak, antara lain  penyakit bintik putih yang disebabkan oleh virus (WSSV) . Udang vaname ini  memiliki keunggulan dibandingkan dengan udang windu  karena pertumbuhan yang cepat dan ketahanan yang tinggi terhadap penyakit (Mahasri et al., 2019), dapat dibudidayakan pada padat tebar tinggi, mempunyai kemampuan beradaptasi yang lebih besar terhadap salinitas rendah, toleransi yang lebih baik terhadap toksisitas amonia dan nitrit, serta kelangsungan hidup  yang tinggi dan kerentanan yang lebih rendah terhadap diet yang diformulasikan (Biju et al., 2016; Liao dan Chien, 2011).

Enterocytozoon hepatopenaei (EHP), parasit mikrosporidia yang diketahui dapat menghambat pertumbuhan udang vaname yang menyeran pada hepatopankreasnya. Baru-baru EHP ini merupakan infeksi yang muncul dan menyerang udang vaname terutama pada tambak intensif maupun super intensif  di Indonesia. Budidaya udang dengan padat tebar tinggi baik intensif maupun super intensif dapat menyebabkan terbatasnya ruang gerak udang, sisa pakan dan feses yang tinggi, sehingga menyebabkan tingginya bahan organic. Apabila terjadi penurunan oksigen maka proses pembongkaran bahan orgnaik akan terhambat dan menyebabkan tingginya kadar Nitrit (NO2) dan amoniak (NH3) yang dapat menyebabkan udang keracunan dan bahkan menyebabkan kematian.  Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui  hubungan antara konsentrasi nitrit dan amonia dengan Infeksi EHP di tambak super intensif. Udang dan sampel air diambil dari dari enam tambak budidaya super intensif dengan kepadatan 400  ekor/meter persegi di Pasuruan, Lamongan, dan Kabupaten Tuban. Sampel air dibawa ke laboratorium untuk pengukuran amonia dan nitrit. Sampel amonia dan nitrit dideteksi oleh spektrofotometer, dan pemeriksaan EHP dengan menggunakan PCR yang digunakan untuk mendeteksi 18S rRNA dari EHP. Hasil analisis penyakit udang dengan  PCR yang menunjukkan bahwa  dua sampel positif EHP dari tambak dengan konsentrasi  amonia dan nitrit yang tinggi.

Analisis statistik menunjukkan adanya  korelasi (hubungan) yang signifikan antara amonia dan nitrit dengan prevalensi  udang yang terinfeksi EHP, di mana korelasi Pearson (r) adalah 0,980 dan 0,943. Ada prevalensi tinggi infeksi EHP meningkat seiring  dengan peningkatan konsentrasi nitrit dan amonia di tambak intensif dan super intensif.

enam. Konsentrasi lebih dari 1mg/l amonia dan nitrit dapat mempengaruhi EHP prevalensi infeksi di tambak udang.

———————————————–

Penulis: Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.

Departemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga

Informasi lebih detail dari penelitian ini dapat ditemukan pada jurnal ilmiah pada Jurnal berikut ini:

Nkuba, A. C., Mahasri, G., Lastuti, N. D. R., & Mwendolwa, A. A. (2021). Correlation of Nitrite and Ammonia Concentration with Prevalence of Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) in Shrimp (Litopenaeus vannamei) on Several Super-intensive Ponds in East Java, Indonesia. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 13(1):58–67. http://doi.org/10.20473/jipk.v13i1.24430.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp