Kecenderungan Perusahaan Melakukan Penghindaran Pajak: Berpengaruhkan Terhadap Keterbacaan Laporan Keuangan yang Rendah?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by papar id

Tax Avoidance (selanjutnya akan disingkat sebagai TA) dideskripsikan sebagai suatu aktivitas perencanaan perpajakan yang didesain untuk pengurangan pajak secara eksplisit. TA yang dilakukan sebuah perusahaan akan berdampak pada bisnis perusahaan tersebut. Dalam penerapan TA, wajib pajak memanfatkan celah-celah regulasi perpajakan yang diatur dalam undang-undang perpajakan untuk menghindari kewajiban perpajakan yang sekiranya dapat membebani wajib pajak tersebut sehingga jumlah pajak yang terutang semakin rendah dan meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. Dengan kata lain, TA mengoptimalisasi profit wajib pajak tanpa melakukan kecurangan dalam bidang perpajakan. Meskipun TA legal di mata hukum tetapi tetap saja merugikan bagi negara, karena menyebabkan penurunan pemasukan negara dari sektor pajak, dan karena dampak tersebut, TA dinilai berdampak negatif bagi negara.

Banyak kasus yang dapat mencontohkan terjadinya praktik TA di Indonesia. Misalnya, PT RNI, sebuah perusahaan jasa kesehatan terafiliasi di Singapura, pada tahun 2016 diidentifikasi melakukan praktik TA dengan banyak variasi cara, yakni mengakui utang afiliasi sebagai modal, melaporkan kerugian yang cukup besar dalam laporan keuangan perusahaan, dan melaporkan omzet perusahaan tetap berada di bawah 4,8 miliar rupiah per tahun dengan tujuan memanfaatkan Peraturan Pemerintah 46/2013 tentang Pajak Penghasilan khusus UMKM, agar mendapatkan fasilitas tarif PPh final sebesar 1%. Contoh lainnya, pada tahun 2019, perusahaan batu bara, PT Adaro Energy Tbk, melakukan TA dengan skema transfer pricing melalui anak perusahaannya yang berada di Singapura, Coaltrade services International Pte Ltd. PT Adaro Energy Tbk disinyalir melakukan praktik transfer pricing untuk menghindari kewajiban pajak dalam negeri sehingga memberi penghasilan yang lebih tinggi bagi pemegang saham perusahaan. Indikasi penyalahgunaan  transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan teridentifikasi pada laporan keuangan yang mengandung transaksi tidak wajar (non arm’s length price) yang dilakukan antara PT Adaro Energy Tbk dengan Coaltrade services International Pte Ltd, yang menunjukkan ketimpangan harga transfer bila dibandingkan dengan harga pasar batubara secara global.

Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa identifikasi TA dapat berasal dari laporan keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan laporan keuangan menjadi berkas yang juga dilampirkan dalam pelaporan perpajakan di Indonesia. Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 4 ayat (4) menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Dengan kata lain, pelaporan perpajakan yang mengikut sertakan laporan keuangan perusahaan sebagai pertanggung jawaban dalam melaporkan pendapatan, secara tidak langsung memberikan probabilitas otoritas perpajakan dalam mengidentifikasi aktivitasTA. Maka dari itu, bentuk siasat manajemen perusahaan yang terlibat dalam strategi TA ialah dengan cara mengaburkan informasi dalam laporan keuangan dengan membuat laporan keuangan yang kurang mudah dibaca. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko pemeriksaan pajak dan risiko penilaian ketidak patuhan terhadap pajak (Nguyen, 2020).

Unsur understandabilty sendiri dalam sebuah laporan keuangan memiliki andil yang  besar dalam kebergunaan laporan keuangan bagi penggunanya. Tingkat understandabality suatu laporan keuangan akan berdampak besar terhadap pemahaman pengguna laporan keuangan yang berujung pada pandangan terhadap nilai serta bisnis perusahaan tersebut, yang mana secara tidak langsung akan menentukan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pengguna laporan keuangan dalam menyikapi laju bisnis perusahaan pasca memahami laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dapat dipahami identik dengan laporan keuangan yang mudah dibaca, pernyataan ini selaras dengan penelitian Baskerville dan Rhys (2014) yang menyatakan bahwa understandabality sebuah laporan keuangan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan readability (keterbacaan) laporan keuangan tersebut. Readability sendiri memiliki definisi yang mengacu pada kemudahan pembaca dalam memproses dan memahami informasi tertulis (Bonsall dkk., 2017). Maka dari itu, readability dapat dieksplikasikan sebagai syarat understandabilty suatu laporan keuangan.

Mengaburkan pemahaman atas laporan keuangan dapat mempersulit pihak luar dalam mendeteksi perencanaan pajak perusahaan (Beuselinck dkk., 2018). Sebagaimana dalam penelitian Balakrishnan dkk. (2019) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan praktik TA memiliki transparansi yang lebih rendah. Dengan kata lain, FSR direplikasikan sebagai sebuah alat perusahaan dalam menyukseskan penerapan praktik TA, yang mana termasuk dalam konteks perencanaan pajak perusahaan.

Dalam rangka membuktikan premis tersebut, Pratama, Narsa, dan Prananjaya (2022) meneliti apakah terdapat hubungan antara TA dengan FSR pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dengan menggunakan sampel penelitian berupa 278 data perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2017-2019, hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif antara dua variabel utama, yakni TA dan FSR., sehingga, pada saat perusahaan melakukan penghindaran pajak, secara empiris terbukti bahwa perusahaan cenderung mengurangi kredibilitas keterbacaan laporan keuangan yang diterbitkannya. Dengan kata lain, hasil menunjukkan bahwa perusahaan cenderung mengaburkan pemahaman pengguna laporan keuangan dalam usahanya untuk menutupi praktik penghindaran pajak yang dijalankan perusahaan.

Penulis:  Niluh Putu Dian Rosalina Handayani Narsa,

Link jurnal: Tax Avoidance and the Readability of Financial Statements: Empirical Evidence from Indonesia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp