Cak Ignasius Jonan: Seorang Pemimpin Bukan Pangkat, Tapi Tanggung Jawab

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dr. (H.C.) Ignasius Jonan, Drs., Ak., M.A, CPA., CA saat memberikan sambutannya pada penyematan gelkar Doktor Honoris Causa. (Foto: Agus Irwanto)

Sebagai alumni Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga tahun 1973 saya memiliki moral obligation untuk hadir pada acara penganugerahan Doktor Honoris Causa dari Unair kepada junior saya Bapak Ignasius Jonan (FEB angkatan 1982) pada tanggal 23 Nopember 2021 di Kampus C UNAIR. Saya juga haru datang pada acara itu karena saya tertarik dengan gaya cak Jonan – begitu alumni memanggilnya mempresentasikan pendapat dan gagasannya seperti biasa dengan gaya Suroboyoan.  Selain itu, beliau dikenal sebagai orang yang tegas dan “has the courage to the get things done”.

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Peran Kepemimpinan Transformasional Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di BUMN”, cak Jonan banyak berbicara perlunya menjadi leader yang in action, bukan pemimpin yang hanya NATO atau No Action Talk Only, namun pemimpin yang langsung mengeksekusi gagasan dan rencana-rencananya. Beliau menyebutkan bahwa banyak pemimpin yang pandai membuat rencana-rencana tapi gagal dalam eksekusi. Dalam mempresentasikan orasi ilmiah nya cak Jonan banyak mengutip pernyataan-pernyataan dari orang-orang terkenal dan dikaitkan dengan tema orasi ilmiahnya serta pengalaman pribadinya dalam memimpin berbagai lembaga swasta dan negeri. Oleh karena itu dalam membahas soal eksekusi ini beliau dalam powerpointnya menyebutkan bahwa “Strategy is Important, but Execution is Everything”.

Tema yang diusungnya menarik karena menyangkut soal Good Corporate Governance di BUMN, mengingat beberapa BUMN (dan sebenarnya juga BUMD) yang mengalami kegagalan bahkan kerugian sehingga penjelasan-penjelasan cak Jonan sangat tepat. Hebatnya cak Jonan memahami “bureaucratic ethics” sehingga sebagai mantan pejabat beliau tidak mengkritik dan menjelaskan kenapa beberapa BUMN itu gagal. Cak Jonan hanya menyinggung soal kepemimpinan yang transformatif yang kita sendiri sebagai audience akhirnya faham (atau menarik kesimpulan) sendiri kenapa sebuah institusi itu gagal.

Sebelum membuat orasi ilmiah itu cak Jonan meneliti beberapa BUMN termasuk PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Namun yang banyak beliau bicarakan adalah kasus-kasus di PT. KAI ketika menjadi Direktur Utamanya. Beliau mengakui hampir putus asa memimpin lembaga ini setelah mengetahui data SDM nya menyebutkan bahwa jumlah karyawannya yang ribuan itu 70% hanya berlatar pendidikan SD dan SMP, dan hanya sekitar 86 an yang berlatar belakang sarjana termasuk beliau; bagaimana mungkin menjelaskan gagasan-gagasan strategis kepada bawahannya yang banyak berlatar belakang pendidikan rendah. Namun dengan berbagai keyakinannya yang “firmed” cak Jonan yakin bahwa dengan faktor kepimpinan maka sebagian besar karyawan itu bisa dijadikan “Aset” bukan “Liability” dengan membuat rencana strategis yang jangka pendek namun langsung dieksekusi dan dengan langsung turun kebawah bekerja keras menjadikan kepemimpinannya itu contoh bagi seluruh stakeholder PT. KAI. Cak Jonan ingat bahwa “The Most Powerful Leadership Tool You Have Is Your Own Personal Example”. Jadinya saya ingat dalam agama Islam diajarkan bahwa Rasul Muhammad SAW adalah teladan yang terbaik bagi umatnya dimana kalau umat Islam ingin menjadi manusia yang baik maka harus mencontoh perilaku Rasul.

Cak Jonan mengingatkan – seperti yang ditulis oleh Peter Drucker (Harper Business, 2004, p. 110) antara lain bahwa seorang pemimpin itu bukanlah soal pangkat, keistimewaan yang dimiliki, gelar atau uang, tapi itu soal Tanggungjawab (Leadership Is Not Rank, Privilege, Titles, Or Money, It Is Responsibility) dan popularitas itu bukanlah kepemimpinan, tapi hasil kerjanya yang disebut kepemimpinan itu (Popularity Is Not Leadership, Results Are).

Yang menarik lagi cak Jonan mengutip kalimat dari Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte yang mengatakan “Jika anda membangun sebuah pasukan yang terdiri dari 100 singa dan pemimpinnya adalah anjing, maka didalam pertempuran apapun, singa-singa itu akan mati seperti seekor anjing. Tapi jika anda membangun sebuah pasukan yang terdiri dari 100 anjing dan pemimpinnya adalah singa, maka semua anjing akan bertarung/bertempur seperti seekor singa” (If you build an army of 100 lions and their leader is a dog, in any fight, the lions will die like a dog. But if you build an army of 100 dogs and their leader is a lion, all dogs will fight like a lion”.

Cak Jonan mempraktekkan semua pendapat para orang-orang terkenal di dunia itu dengan sangat konsisten, kerja keras, low profile; sangat memperhatikan soal detail (karena latar belakang beliau adalah seorang Akuntan); meng-orang kan bawahan dan koleganya; percaya akan kelemahan bawahannya menjadi potensi yang hebat dengan mempraktikkan kepemimpinan yang berjiwa transformatif dan langsung mengeksekusi gagasan-gagasan yang baik. Hasilnya, kalau dalam contoh PT. KAI semua rakyat Indonesia menyaksikan ada perubahan yang drastis, sebelumnya KAI (berikut stasiun-stasiunnya) terkesan kumuh, sering terlambat, gerbong-gerbongnya yang kotor dan berjubel dengan penumpang (sampai ada yang duduk diatas atap kereta api), dan akhirnya berubah menjadi lembaga yang profesional, gerbong-gerbong kereta apinya menjadi bersih, teratur, tepat waktu, menggunakan e-ticket dsb dsb.

Karena kinerjanya yang baik dan profesional itulah, cak Jonan dipercaya negara untuk memimpin BUMN. Kolega cak Jonan mantan menteri Tenaga Kerja dalam kesaksiannya mengakui bahwa karena unsur-unsur kepemimpinan yang baik itu ada pada diri cak Jonan maka beliau dipakai negara – “dipecat” tapi dipakai lagi. Memang cak Jonan yang lahir 21 Juni 1963 itu adalah pengusaha yang pernah menjadi Menteri ESDM (14 Oktober 2016 hingga 20 Oktober 2019); sebelumnya menjabat Menteri Perhubungan tahun 2014; pernah menjadi Dirut PT. KAI 2009 s/d 2014.

Kalau mengingat berbagai capaian cak Jonan yang mengagumkan, maka saya sependapat dengan pendapat koleganya cak Jonan bahwa “Ignasius Jonan deserves more than that” – layak mendapatkan gelar lebih dari Dr. Honoris Causa. Yang membanggakan lagi Cak Jonan tidak seperti yang lain mendapatkan gelar Dr. Honoris Causa setelah tidak menjabat sebagai seorang menteri.

Selamat Cak Jonan, kami semua alumni UNAIR bangga dengan Sampeyan !

Berita Terkait

Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Contributor of Media UNAIR, Alumni of Faculty of Economics Airlangga University’73 and University of London, UK.