Membahas Multikulturalisme dalam Kuliah Tamu bersama Soe Tjen Marching

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Suasana Kuliah Tamu bersama Dr. Soe Tjen Marching.

UNAIR NEWS – Masyarakat kerap menganggap suatu perbedaan itu sebagai hal yang aneh dan ganjil. Fatal akibatnya jika tidak ada pola edukasi yang benar untuk para generasi penerus bangsa dalam menghargai dan menerima adanya perbedaan.

Prodi D3 Bahasa Inggris Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan kuliah tamu dengan basis tema “Cross Cultural Understanding” pada Rabu, 10 November 2021. Kuliah tamu tersebut memberikan pemahaman kepada partisipan mengenai multikulturalisme dengan menghadirkan Dr. Soe Tjen Marching dari University of London. 

Sebanyak 230 partisipan yang tergabung melalui laman zoom meeting mendengarkan kuliah dari Soe Tjen mengenai gagasan multikulturalisme. Gagasan tersebut merupakan suatu paham yang menggaungkan penerimaan keragaman budaya berdasarkan perbedaan etnis, kebangsaan, agama, ras, dan antargolongan.

Dalam salah satu pemaparannya, Soe Tjen mengatakan, “Mereka, para minoritas itu perlu dihargai. Namun, menghargai saja tidak cukup, perlu adanya fasilitas-fasilitas yang dapat membuat mereka-para minoritas itu merasa diterima.”

“Di Inggris sendiri, grup-grup minoritas itu dihargai dan difasilitasi. Contoh saja di rumah sakit dan sekolah-sekolah, di sana ada menu makanan halal untuk seorang muslim, hindu, menu makanan vegan bagi veganisme, dan bahkan ada menu makanan diet tertentu,” sambung Soe Tjen. 

Contoh sederhana tentang fasilitas makanan untuk para kaum minoritas di Inggris merupakan bentuk multikulturalisme dalam pengamalannya di dunia nyata. Perbedaan yang berkembang antar budaya dan negara menguatkan adanya isu-isu terkait suku, agama, rasa, dan antargolongan.

Soe Tjen sendiri berharap Indonesia mampu memberikan fasilitas kepada kaum minoritas dan lebih bersikap adil kepada mereka. Soe Tjen mengingatkan bahwa, “Kaum minoritas tidak sebatas mereka yang berbeda secara suku, agama, dan ras saja. Tetapi juga mereka para penyandang disabilitas.”

Baginya, membela kaum minoritas di hadapan banyak orang itu merupakan bagian dari perjuangan. Dan multikulturalisme tidak menjadikan kita untuk bersikap netral di atas perbedaan tetapi lebih bersikap adil dan menerima adanya perbedaan.

“Itu tidak mengajarkan kepada kita untuk bersikap netral sebab netral itu tidak mungkin Tetapi, untuk bersikap lebih adil dalam memperjuangkan hak-hak mereka dalam hidup,” pungkasnya.

Penulis: Zahwa E. Bella 

Editor: Feri Fenoria 

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp