Ruh Battle Of Surabaya Ada di UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Ada beberapa pertempuran besar yang terjadi selama perang dunia ke-II (PD II) yang dicatat dalam sejarah, misalnya Battle of Normandy, Battle of Berlin, Battle of Iwojima, Battle of Stalingrad dsb. Yang terakhir adalah pertempuran hebat yang menentukan berakhirnya PD II itu antara pasukan Nazi Jerman dan pasukan Uni Sovyet (yang sekarang menjadi Rusia), yaitu Pertempuran Stalingrad atau the Battle of Stalingrad  pada tanggal 23 Agustus 1042 – 2 Februari 1943. Pertempuran itu merupakan pertempuran yang paling besar di sejarah PD II, melibatkan 2,2 juta tentara, menelan korban 1,8-2 juta orang meninggal, berlangsung lebih dari lima bulan. Pertempuran yang masif itu merupakan pertempuran dalam berbagai front, darat, udara, sampai satu lawan satu di dalam kota Stalingrad (sekarang namanya Volgograd). Pertempuran hebat ini melibatkan ribuan tank, kendaraan lapis baja, artileri besar, roket, pesawat terbang, dan persenjataan lainnya. Pertempuran itulah yang menyebabkan kota Berlin jatuh setelah tentara Sovyet menyerbunya dan membuat Nazi Jerman menyerah.

Namun yang tak kalah hebatnya dari Battle of Stalingrad itu adalah Battle of Surabaya yang melibatkan ribuan pejuang Indonesia dari berbagai suku dan pasukan Inggris dan India. Itu adalah sebuah pertempuran yang sebenarnya tidak seimbang, karena tentara Inggris menggunakan kapal-kapal perang besar, tank, kendaraan lapis baja, dan pesawat terbang. Ada 6.000 pasukan British Indian dan brigade infantry, disusul tambahan 24.000 tentara Inggris dengan 24 tank Sherman buatan dan beberapa tank kelas ringan, 24 pesawat tempur dan lima kapal perang, dua berjenis Cruiser dan tiga jenis Destroyer.

Sebaliknya para pejuang Indonesia bersenjatakan bambu runcing, klewang, clurit, senjata rampasan dari tentara Jepang dan senjata seadanya lainnya. Di pertempuran Stalingrad kedua pihak sama-sama memiliki persenjataan modern. Pertempuran yang dimulai tanggal 10 November 1945 itu menelan ribuan nyawa para pejuang Indonesia (ada yang mencatat 16.000 jiwa) dan ribuan orang mengungsi keluar kota Surabaya. Kalau kita melihat catatan sejarah yang ditulis orang barat, maka disebutkan “British Victory” atau pememangnya adalah Britain atau Inggris karena akhirnya berhasil menguasai Kota Surabaya beberapa selama tiga hari.

Bagi kita, meskipun jumlah korban jiwa pihak kita lebih besar dan banyak yang lari meninggalkan Kota Surabaya, yang menang dalam pertempuran itu adalah kita, bangsa Indonesia. Bayangkan para pejuang kita berhasil membunuh Jendral Inggris, dan melawan habis-habisan tentara Inggris pemenang perang dunia II selama tiga minggu, menyatukan semua suku yang berlatar agama berbeda-beda bersatu berjuang demi harga diri bangsa. Pertempuran itu berhasil menunjukkan kepada dunia kala itu bahwa bangsa Indonesia itu ada dan tidak sudi dijajah oleh siapapun. Pertempuran 10 November itu juga menunjukkan kepada Belanda bahwa para Freedom Fighter kita itu bukan ‘a gang of collaborators’ atau sekelompok ‘preman’, akan tetapi pejuang kemerdekaan yang memiliki ‘popular support’ dari seluruh rakyat Indonesia. Disebutkan dalam catatan sejarah bahwa akhirnya pihak Inggris kecewa terhadap Belanda yang memberikan informasi bahwa para pemuda Indonesia yang bertempur itu adalah para ‘extremist’.

Keberanian dengan harga diri yang tinggi dari para pejuang kita dalam pertempurn 10 November itu menjadikan pertimbangan keputusan presiden pertama Indonesia Ir. Ahmad Soekarno atau Bung Karno utuk meresmikan berdirinya Universitas Airlangga pada tanggal 10 November 1954. Ruh perjuangan arek-arek Surabaya dengan gagah berani melawan pasukan asing itu memberi warna karakter UNAIR, yaitu sebagai perguruan tinggi negeri yang menanamkan semangat kebangsaan kepada seluruh stakeholder, mendidik soal kemandirian bangsa, tanpa pamrih senantiasa berdarma bakti suci kepada bangsa dengan melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan tetap istiqomah dengan filosofinya Excellence with Morality. UNAIR tidak boleh lupa dengan semangat para pejuang bangsa dalam menegakkan marwah sebagai bangsa yang berdaulat. (*)

Berita Terkait

Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Contributor of Media UNAIR, Alumni of Faculty of Economics Airlangga University’73 and University of London, UK.