Menilik Dampak Peningkatan Liquid Nikotin Terhadap Cukai

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Penyampaian materi mengenai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) oleh Pantjoro Agoeng, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Sidoarjo. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

UNAIR NEWS – Berlangsungnya pandemi Covid-19 melumpuhkan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu aspek yang terdampak adalah penerimaan pajak. 

Berangkat dari hal tersebut, HIMA D3 Perpajakan UNAIR pada Kamis (23/9/2021) baru saja melangsungkan webinar kuliah umum berjudul “Upaya Pemerintah Dalam Menaikkan Persentase Penerimaan Pajak Pasca COVID-19 Khususnya pada Sektor Cukai”.

Pantjoro Agoeng, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Sidoarjo, salah seorang pembicara dalam acara webinar tersebut menyampaikan mengenai cukai terhadap Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

Produk HPTL merupakan produk hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau dengan cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi tanpa mempedulikan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan.

Contoh produk HPTL berupa tembakau hisap, tembakau kunyah, tembakau molases (biasa digunakan dalam alat bernama shisha), e-liquid, sticks, tembakau kapsul, dan cartridge/pods. Produk HPTL dikenai tarif cukai sebesar 57 persen.

Pantjoro menjelaskan, perkembangan penerimaan cukai HPTL dari tahun 2018 hingga 2020 terus meningkat. Pada tahun 2018 – 2019 terjadi kenaikan penerimaan cukai HPTL dari 99 miliar rupiah naik hingga 427.01 miliar rupiah atau setara dengan peningkatan sebesar 331 persen. Kenaikan terus berlanjut dari tahun 2019 – 2020, yaitu dari 427.01 miliar rupiah naik hingga 680 miliar rupiah atau peningkatan sebesar 59 persen.

“Berdasarkan data CK-1, penerimaan cukai HPTL sampai tanggal 31 Desember 2021 sebesar Rp 680, 36 miliar dan 83 persen penyumbang cukai adalah HPTL produk EET-cair (ekstrak dan esens tembakau) atau liquid pada vape,” jelas Pak Pantjoro. 

Hasil survei HPTL 2018 menunjukan produk tembakau yang beredar banyak di masyarakat adalah esens/ekstrak tembakau. Pantjoro menyampaikan bahwa rata-rata konsumen menghabiskan 60 ml per minggu produk esens / ekstrak tembakau.    

Penerimaan cukai tahunan dari produk Hasil Tembakau (HT), produk Etil Alkohol (EA), produk Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan produk lainnya pada tahun 2020 (terhitung 1 Januari sampai dengan 31 Desember) mencapai sebesar Rp 4.124 triliun.

Pada tahun 2021 (1 Januari sampai dengan 7 September) penerimaan cukai tahunan mencapai sebesar Rp 3.140 triliun dan nantinya diharapkan akan terus bertambah dan mencapai target tahunan sebesar Rp 4.387 triliun.

Untuk mencapai target tersebut diusulkan untuk mengubah tarif advalorem menjadi tarif spesifik. Pantjoro menjelaskan tarif advalorem adalah tarif pajak yang dikenakan secara umum seperti pajak restoran sebesar 10 persen. Dengan mengubah tarif advalorem menjadi tarif spesifik dimana pajak dikenakan berdasarkan jenis produk.

Pengubahan tersebut diusulkan dengan mempertimbangkan kemudahan administrasi, dominan aspek pengendalian,  kemudahan pengawasan di lapangan, dan menjawab usulan dari pabrikan. 

Penulis: Rayya Afifah Ikhsani

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp