Kemenko Polhukam RI: Pemerintah akan Siapkan Buku Saku untuk Penegak Hukum dalam Implementasi UU ITE

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI (Kemenko Polhukam RI) Dr. Sugeng Purnomo, S.H., M.H., hadir sebagai narasumber pertama. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Seminar ALSA LC UNAIR kembali diadakan pada tahun ini di hari Sabtu pagi (4/9/2021). Judul yang tema yang diangkat pada acara itu adalah “Menyoal Demokrasi di Indonesia, Bagaimana Keberlangsungan Hak Kebebasan Berekspresi dan Informasi dalam Ruang Digital?” Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI (Kemenko Polhukam RI) Dr. Sugeng Purnomo, S.H., M.H., hadir sebagai narasumber pertama. 

Sugeng mengatakan bahwa kebebasan berekspresi merupakan salah satu aspek yang tidak bisa diganggu gugat eksistensinya dalam suatu negara demokrasi, tetapi tentu hal tersebut harus terdapat pembatasan agar tidak kebablasan. Disitulah kehadiran UU ITE, namun pemerintah belakangan ini mengkaji bahwa eksistensi UU ITE ini malah justru kontraproduktif dengan pemberian rasa keadilan akibat syaratnya pasal karet.

“Untuk itu Presiden Jokowi pada awal 2021 memberikan arahan agar pengawasan implementasi UU ITE dengan membuat pedoman dan menghapus pasal karet. Arahan tersebut ditindaklanjuti oleh Kemenk Polhukam RI dengan dibentuknya Tim Kajian UU ITE,” ujar Ketua Tim Kajian UU ITE itu.

Hasil dari pembahasan Tim Kajian tersebut adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Pedoman Implementatif UU ITE. Sugeng menjelaskan bahwa SKB ini diharapkan dapat menutup celah-celah multi-interpretatif dari UU ITE. Ia menambahkan bahwa akan disiapkan pula buku saku kepada aparat penegak hukum yang berisi SKB tersebut, Pedoman Jaksa Agung 7/2021, dan SE Kapolri. Semua produk hukum tersebut berisi tentang pedoman terkait UU ITE dan budaya beretika di ruang digital.

“Beberapa poin penting dalam SKB tersebut adalah pedoman untuk penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE terkait penghinaan dan pencemaran nama baik. Fokus penerapannya tidak boleh terhadap kritik dan pernyataan faktual, delik aduan yang basisnya perseorangan bukan institusi atau jabatan, dan tidak dapat digunakan apabila konten tersebut disampaikan via sarana grup yang sifatnya tertutup dan terbatas. Pasal ini juga tidak berlaku terhadap produk pers atau media, berlakunya UU Pers,” ujar jaksa itu.

Beberapa pasal UU ITE lain yang diberi pedoman dalam SKB tersebut adalah Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian berbasis SARA dan Pasal 36 terkait pemberatan pidana apabila ada kerugian. Sugeng menuturkan bahwa pemaknaan Pasal 36 hanya dapat diberlakukan apabila ada kerugian materiil dengan jumlah minimum yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Menurutnya, hal ini perlu ditekankan agar aparat penegak hukum tidak memaksakan Pasal 36 ke dugaan tindak pidana pada Pasal 27 hingga Pasal 29 agar tersangka dapat semata-mata ditahan.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp