Budaya Organisasi UNAIR: Excellence With Morality

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Saya ketika bekerja di salah satu bank Jepang ranking dunia di luar negeri, minum kopi di dapur kantor terlalu lama (cuma 10 menit) pada saat jam kantor dimulai, kursi kerja saya ditempeli sticky note oleh pimpinan bank itu “Cholis San you are supposed to be on your chair at 07.30 am”. Itu merupakan teguran karena saya dianggap tidak mengikuti aturan di kantor atau belum memahami organizational culture di bank tersebut. Pengalaman lain yang serupa yaitu ketika saya bekerja di institusi lembaga diplomatik pemerintah Amerika Serikat, seorang diplomat senior mengatakan kepada saya “We do not care you are Muslim, Christian or Jews, what we care is that I see you in the office at 07.30 sharp”. Perkataan diplomat itu berisi peringatan bahwa saya harus tiba di kantor tepat pada jam yang sudah dtentukan oleh organisasi.

Hal tersebut adalah soal budaya organisasi atau organizational culture yang harus ditaati oleh semua stakeholder dimana seseorang bekerja. Secara umum budaya organisasi itu dijelaskan sebagai “The informal values and norms that control how individuals and groups in an organization interact with each other and with people outside organization” (Jennifer M. George, Gareth R. Jones), yaitu nilai-nilai dan aturan-aturan yang mengatur para individu dan kelompok berinteraksi satu sama lain di organisasi itu dan dengan pihak lain di luar organisasi.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa ada dua nilai penting dalam sebuah organisasi yaitu Terminal Value: “A desired goal that an organization seeks to achieve”. (Excellence, Stability, Profitability, Innovation). Yaitu tujuan lembaga atau organisasi yang harus dicapai, misalnya kinerja yang terbaik atau excellence, stabilitas organisasi, kemampuan mencapai keuntungan, dan inovasi.

Ada lagi nilai yang disebut Instrumental Value: “A desired mode of behavior that an organization wants its members to observe”. (Working hard, Respecting traditions, Being creative), yaitu perilaku yang baik dimana perusahaan meminta para anggota organisasi melaksanakannya, misalnya bekerja keras, menghormati tradisi, menjadi kreatif, dsb.

Teguran bos saya orang Jepang dan Amerika Serikat di atas adalah soal saya dianggap tidak melaksanakan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sudah disepakati bersama, sehingga saya dianggap tidak bisa bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan perusahaan. Secara singkat, saya tidak melaksanakan baik itu Terminal Value maupun Instrumental Value organisasi.

Universitas Airlangga memiliki motto Excellence with Morality. Ini bukan hanya sebatas slogan, melainkan sebuah misi yang harus dilaksanakan dan dicapai oleh seluruh civitas akademika UNAIR. Kata Excellence dan Morality itu pada dasarnya sudah masuk pada kedua nilai budaya organisasi tadi yaitu Terminal dan Instrumental Values. UNAIR dalam rangka bisa mencapai 300 ranking dunia misalnya, perlu memiliki kinerja yang excellence, para civitas akademika memiliki academic culture atau budaya akademik yang excellence dalam berbagai bentuk, misalnya semakin banyaknya jurnal internasional, semakin banyaknya sitasi, semakin banyak inovasi, dsb. Selain itu, UNAIR menginginkan civitas akademikanya menjadi insan yang menjunjung nilai-nilai luhur ajaran agama dan budaya bangsanya sendiri, saling menghormati, menjadi Kstaria yang kreatif dan inovatif, memiliki jiwa critical thinking atau kritis yang selalu ingin mengetahui ilmu pengetahuan yang tidak ada batasnya ini.

Kita yakin bahwa apabila seluruh civitas akademika UNAIR melaksanakan budaya organisasi Excellence with Morality ini, maka UNAIR terus berjaya dan mampu mencapai tujuan yang dicita-citakan para pendirinya dan civitas akademikanya.

Semoga.

Berita Terkait

Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Contributor of Media UNAIR, Alumni of Faculty of Economics Airlangga University’73 and University of London, UK.