Dosen UNAIR : Salah Paham Tentang UU ITE, Bisa Ciptakan Citra Buruk Indonesia di Mata Dunia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Setelah pasal karet dalam Undang-Undang ITE menuai polemik di masyarakat, akhirnya pada Rabu (23/6) lalu, Surat Keputusan Bersama(SKB) UU ITE resmi ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, Jaksa Agung, ST Burhanuddin, dan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pengesahan pedoman ini merupakan langkah dalam menunggu revisi terbatas UU ITE.

Pengesahan tersebut ditanggapi positif oleh Prof. Dr. Henri Subiakto Drs., SH., MA, Guru Besar Universitas Airlangga (UNAIR) sekaligus ketua tim pembuat pedoman UU ITE. Ia menjelaskan bahwa pedoman UU ITE diperlukan untuk memberikan pedoman pada masyarakat dan aparat penegak hukum atas pasal kontroversi yang sering disebut karet. “Kalau banyak orang salah paham mengenai UU ITE, lalu pelaksanaanya memakan banyak korban, maka akibatnya adalah indeks demokrasi Indonesia turun. Citra negara inipun buruk di mata dunia,” sebutnya.

Ia mengatakan bahwa UU ITE kerapkali dipersepsi sebagai regulasi untuk membungkam oposisi dan melindungi pemerintah, padahal kenyataannya di hadapan peraturan itu semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara, apapun jabatannya. Regulasi ini normanya tdk melarang kritik dan berpendapat. “UU ITE justru sering dijadikan kambing hitam dalam mengkritisi pemerintah, padahal banyak orang yang salah dalam memahami regulasi tersebut,” jawabnya.

“Untuk itu, SKB tentang pedoman UU ITE ini dibuat agar interpretasi dan implementasinya sama,” lanjutnya.

Dalam kanal Youtube Anak Bangsa tersebut, ia juga menyebutkan bahwa kementerian kominfo dalam melaksanakan perintah hukum atau UU misa memutuskan akses informasi ilegal yg melanggar Perundangan saat memblokir tidak dilakukan sendiri, namun mengikuti permintaan dan pertimbangan lembaga yang kompeten di bidangnya. “Misalnya ada iklan obat yang disebutkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berbahaya bagi masyarakat, ya Kementerian Kominfo mengikuti BPOM. Jadi penentunya lembaga-lembaga yang memang kompeten dan berwenang di bidangnya, Kominfo itu hanya eksekutor,” sebutnya.

Mengenai pasal UU ITE tentang Tindak Pencemaran Nama Baik yang sering dipermasalahkan, Prof. Henri mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya, seharusnya UU tersebut tidak berbenturan dengan kebebasan berpendapat. “Pasal 28E UUD 1945 memberikan hak pada warga negara memiliki kemerdekaan berpendapat. Di pasal 28J disebutkan bahwa hak-hak tersebut diatur oleh undang-undang,” sebutnya sambil memaparkan bahwa orang yang berpendapat tidak bisa dipidana.

Ia melanjutkan, hal yang dilarang dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut mengacu pada UU KUHP yaitu pasal 310 dan 311, sehingga seseorang yang bisa dipidanakan memiliki beberapa syarat. “Harus memenuhi syarat yaitu disebut menghina, jika menuduh seseorang supaya diketahui umum. Disitu harus ada penyebutan nama tidak disingkat dan tidak memiliki unsur yang memungkinkan error in persona. Sehingga bukan orang yang berpendapat yang bisa dikenai pasal ini,” ungkapnya. (*)

Penulis : Stefanny Elly

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp