Prigi Arisandi Tekankan Ancaman Mikroplastik untuk Kesehatan Masyarakat

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Alumni UNAIR dan Aktivis lingkungan tersohor dan Founder Ecoton Prigi Arisandi, S.Si., M.Si., hadir sebagai narasumber dalam webinar yang digelar oleh Komite Hak Lingkungan Amnesty International Indonesia Chapter UNAIR. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Aktivis lingkungan tersohor dan Founder Ecoton Prigi Arisandi, S.Si., M.Si., hadir sebagai narasumber dalam webinar yang digelar oleh Komite Hak Lingkungan Amnesty International Indonesia Chapter UNAIR pada Minggu pagi (4/7/2021). Webinar ini membahas ancaman mikroplastik dan keterkaitannya dengan hak asasi manusia dalam rangka memperingati International Plastic Bag Free Day.

Prigi menjelaskan bahwa mikroplastik merupakan partikel mikro dari plastik yang terurai. Akibat pencemaran plastik yang menggunung di berbagai sungai di Indonesia, partikel mikroplastik ini juga mengontaminasi sungai-sungai tersebut. Ia menjelaskan bahaya dari mikroplastik itu terletak pada partikel kimiawinya yang mengandung ikatan terbuka (microbeads), sehingga mikroplastik dalam air akan mudah mengikat polusi-polusi dan logam berat yang biasanya terkandung dalam air sungai.

Selain dari pencemaran sungai akan plastik, sumber mikroplastik juga dapat berasal dari debu gesekan ban dengan aspal, serat buatan dari pencucian pakaian, dan dari produk kosmetik kecantikan.

“Mikroplastik itu kemudian dimakan oleh ikan, yang kemudian juga akan dikonsumsi oleh kita. Ecoton pernah melakukan penelitian terhadap feses masyarakat di Jawa Timur, dan di semua feses volunteer tersebut terdapat kandungan mikroplastik. Jadi secara harfiah, apa yang kita buang kembali ke meja makan kita,” jelas Peraih Anugerah Lingkungan Hidup Goldman 2011 itu.

Pejuang lingkungan asli Surabaya itu mengatakan bahwa manusia secara tak sadar mengonsumsi mikroplastik hingga 248 gram tiap tahunnya, dengan 0,7 gram dikonsumsi tiap harinya. Padahal mikroplastik sangatlah berbahaya bagi tubuh kita. Selain dapat mengikat bahan-bahan yang berbahaya, mikroplastik mengandung zat-zat aditif seperti titanium dioksida yang dapat berbahaya bagi pencernaan, kualitas otak, hingga kualitas sperma dan sel telur.

“Tak hanya itu, mikroplastik juga ditemui dalam air minum kemasan, sekitar 93% botol air minum kemasan terkontaminasi. Jadi kita ini tak hanya dibodohi oleh taktik pemasaran bahwa air itu murni, tetapi juga dibodohi untuk membayar harga lebih mahal untuk sesuatu yang toksik. Harga air mungkin hanya berkisar 250 rupiah, sisanya kita bayar untuk kemasan plastiknya,” ujar alumni prodi Biologi UNAIR itu.

Korporasi seperti Wings, Indofood, dan Unilever merupakan beberapa contoh dari korporasi produsen sampah plastik terbanyak di Indonesia. Prigi mengatakan bahwa beberapa upaya litigasi telah ditempuh melawan mereka untuk mempertanggungjawabkan tindakan penyumbangan mereka. Tak hanya itu, ia menceritakan bahwa sampah plastik juga didapatkan melalui bisnis impor sampah untuk industri kertas, dengan limbahnya juga seratus persen mengandung mikroplastik.

“Upaya berupa gerakan pembersihan sungai dari sampah plastik dan sampah popok harus terus dilakukan. Edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat dan ibu rumah tangga juga tak kalah pentingnya. Merespon terhadap penggunungan plastik di Indonesia tak cukup lagi menggunakan metode daur ulang karena tak efektif, kita harus mengurangi tingkat penggunaan plastik dengan berbagai cara yang mungkin,” tegas Prigi.

Prigi berpesan pada audiens webinar bahwa pola pikir jangka panjang dan ekosentris harus ditanamkan. Plastik merupakan material yang sangat destruktif terhadap lingkungan, dan perspektif ekonomi untuk menjustifikasi penggunaan plastik harus segera dihilangkan. Pemeran film dokumenter Pulau Plastik itu mengajak agar audiens segera melakukan “diet” plastik dalam kehidupan sehari-harinya.

“Keengganan kita dalam menjawab krisis lingkungan ini mungkin tidak akan berdampak masif pada kita semua, tetapi anak cucu kita nanti yang harus menuai kepahitannya,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp