Simbiosis Mutualisme Alumni dan Almamater

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
"Megah" Gedung Kampus C Universitas Airlangga. (Foto Humas UNAIR)

Salah satu gerak dinamis pada sebuah institusi pendidikan tinggi ditentukan dengan adanya pergerakan kepengurusan di organisasi ikatan alumni. Jamak diketahui, organisasi ikatan alumni juga menjadi wajah dari seberapa jauh dan majunya sebuah institusi. Untuk itu, sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi bergengsi di tanah air, Ikatan Alumni Universitas Airlangga (IKA-UA) tak henti bergerak dan menunjukkan kiprahnya demi menunjukkan wajah Airlangga yang sesungguhnya. Demi mengawali kiprah yang nyata, IKA-UA melakukan regenerasi kepengurusan setiap empat tahun sekali dengan menyelenggarakan kongres. Kali ini, Kongres IKA-UA bakal kembali digelar pada Sabtu, 3 Juli 2021.

Sebagai sebuah organisasi alumni dari intsitusi pendidikan yang bereputasi, pada tubuh IKA-UA banyak alumni dengan latar belakang kiprah yang beragam, bukan hanya alumni UA yang berkarya di dalam kampus, namun juga alumni UA yang berkarya di luar kampus. Dapat dipastikan bahwa ada suatu keterkaitan kepentingan keberhasilan pada kegiatan konggres ini antara alumni dengan kampusnya. Konggres IKA-UA adalah hajat alumni, namun bagaimana kampus menyingkapinya?

Kecepatan dalam Mengikuti Perubahan

Bagaimanapun pemerintah telah berusaha sekuat tenaga, sesuai jamannya (baca rezim) masing-masing untuk berbuat demi kemajuan pendidikan nasional. Mulai berganti peraturan dan sistem pendidikan, berganti “nama” kementerian pendidikan, pergeseran bidang fokus pembelajaran (vokasi dan non vokasi), dan lain-lain. Namun terasa secara umum bahwa akselerasi dalam penyesuaian akibat perubahan jaman sepertinya masih jauh dari akselerasi perubahan jaman itu sendiri. Sebagai salah satu contoh, lihat berapa banyak kampus Indonesia yang masuk ke dalam Top 500 Dunia versi QS WUR dibanding dengan negara tetangga?

Birokrasi pendidikan menjadi salah satu hal yang harus “dipaksa” untuk berbenah dengan penetapan berbagai indikator kinerja utama (key performance indikator/KPI) lebih tajam bagi Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia. Salah satu Indikator Kinerja Program (IKP) Kemenristekdikti berupa “Jumlah PT masuk Top 500 dunia” telah memaksa beberapa PT yang sebelumnya tidak ditarget masuk ke dalam “top dunia” menjadi “harus masuk”. Sejatinya “instruksi” ini menjadi akselerasi dan anugerah bagi PT, karena bila tidak dilakukan, maka akan semakin ketinggalan dengan PT lain di dunia, bahkan dengan tetangga di ASEAN.

Terasa sekali sejak saat itu lingkungan kampus menjadi sibuk menggapai skor sesuai indikator yang ditetapkan, termasuk lebih membuka diri untuk mengembangkan hubungan kelembagaan dengan pihak luar serta semakin sadar bahwa perlu “dukungan alumni” lebih serius.

Alumni Sebagai Stakeholder Perguruan Tinggi

Menurut salah satu definisinya, stakeholder universitas terdiri dari antara lain : peserta didik/mahasiswa baik yang aktual maupun potensial, badan akreditasi, orang tua/wali, dosen, peneliti, karyawan serta staf pimpinan, dewan penyantun, universitas sejenis, pemasok, organisasi bisnis dan publik, yayasan, alumni, masyarakat setempat dan media masa (Kotler dan Fox, 1995). Sebagai salah satu stakeholder (pemangku kepentingan) PT, jelas bahwa alumni harus diperhatikan oleh pihak manajemen PT. Dalam perkembangannya terbukti bahwa negarapun telah menjadi salah satu stakeholder PT, mengingat banyaknya transformasi mahasiswa/peneliti, baik masuk ke dalam ataupun ke luar negara, dengan segala konsekuensi sosial maupun finansial, termasuk kemunculan pemeringkatan PT sedunia oleh beberapa lembaga internasional.

Tidak semua orang sadar dan sekaligus paham seberapa luas pentingnya peranan alumni bagi sebuah PT, bahkan bagi sebagian sivitas academica kampus yang bersangkutan. Bilapun “sadar“ pentingnya peranan alumni, banyak yang kesulitan harus berbuat apa atau tidak tahu cara untuk “memberdayakan” alumni demi kemajuan bersama antara kampus dan alumninya, termasuk bagi masyarakat, negara dan bangsa.

Ada cerita lucu sekaligus mengenaskan yang menggambarkan dari kondisi kealumnian pada umumnya, yakni bahwa pada saat pembetukan lembaga koperasi alumni angkatan dan fakultas yang saya ajukan ditolak oleh Dinas Koperasi setempat hanya karena seringnya lembaga kealumnian jarang mampu memberi kebermanfaatan secara finansial dan bekelajutan (going concern). Bukankah seharusnya alumni PT dipandang sebagai kumpulan warga masyarakat yang relatif lebih terpelajar? Kenapa bisa terjadi kondisi demikian, padahal PT dan lembaga kealumniannya itu gudangnya cerdik cendekia?

Perlu diingat bahwa sebagian besar pengambil keputusan di suatu PT adalah alumni PT yang bersangkutan dan sebagian kecil alumni PT lain di Indonesia. Beberapa alumni memang diharuskan belajar ke jenjang berikutnya lagi di PT lain (dalam dan luar negeri), namun demikain alumni yang berkarya di dalam kampus bisa dikatakan masih mirip/seragam pola pikirnya tentang cara ber-imaginasi dalam pengembangan PT.

Dengan tulus dan ikhlas, coba dijawab pertanyaan berikut “Alumni butuh kampus atau kampus butuh alumni?” Sulit saya menemukan orang menjawan dengan jelas berikut argumen yang mendasarinya. Seperti muncul lingkaran setan dan akhirnya jalan tengah disampaikan, yakni antara kampus dan alumni harus ada Sinergi.

Namun dengan adanya “instruksi dengan indikator KPI semakin tajam” untuk membuat PT masuk “500 Top Dunia” oleh pemerintah, membuat manajemen PT (baca alumni yang berkiprah di dalam kampus) tetap terus bergerak maju lebih cepat dari biasanya. Bagi kita yang bertahun-tahun berkegiatan di bidang organisasi kealumnian (non manajemen kampus), justru sadar dan bersyukur sekali dengan adanya “instruksi” tersebut.

Kampus Merdeka

Dilandasi kerangka pikir mewujudkan proses pembelajaran di PT yang otonom dan fleksibel sehingga tersipta kultur belajar yang inovatif tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, maka pemerintah sekali lagi mendobrak birokrasi pendidikan PT. Dengan tujuan akan pentingnya “link & match” dengan dunia usaha dan dunia industri serta mempersiapkan mahasiswa dalam dunia kerja sejak awal akhirnya dikeluarkan kebijakan merdeka belajar: Kampus Merdeka.

Tujuan kebijakan tersebut pada dasarnya jelas mempersiapkan “mahasiswa” nantinya untuk menjadi “alumni mumpuni” yang mampu diserap dan bermanfaat bagi masyarakat.

Dengan analogi sederhana sebuah pabrikasi, maka semakin bagus bahan baku, bagus riset dan pengembangan produk (R&D), bagus cara pengolahan produksinya, bagus kesesuaian mutu produk jadi dengan kebutuhan penggunanya, serta bagus pengelolaan “after sales service”, maka hasil produksi akan lekas laku di masyarakat sesuai target pasarnya.

Demikian pula sebuah PT, mahasiswa baru seolah bahan baku yang terpilih lewat seleksi ketat dari sekian banyak alumni SMU di masyarakat. Setelah R&D yang dilakukan oleh pihak internal maupun pihak eksternal, maka dengan adanya service production dan quality assurance pendidikan di kampus, akan menghasilkan output produk jadi berupa alumni yang mumpuni. Untuk menjaga nama produsen (kampus), produk alumni ini tidak bisa dilepas tanpa pengawalan, alias masih harus dijamin after sales service-nya untuk tetap menjaga mutu produksi selanjutnya bilamana produk alumni yang terserap masyarakat perlu dikembangkan sesuai kekinian.

Dengan kebijakan Kampus Merdeka, semakin menyadarkan kita bahwa tugas dan tanggungjawab sebuah PT akan berkembang dalam memproduksi “alumni” sekaligus merawatnya untuk terus menjaga kesesuaian dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, atau setidaknya untuk wilayah di sekitar PT tersebut berada. Hal ini bisa diamati terkait dengan hampir tidak adanya atau tumbuh suatu kota besar tanpa dukungan PT yang baik di wilayahnya.

Organisasi Kealumnian

Sebagai sekumpulan orang yang menyatu atas dasar kesamaan almamater, maka bisa dikatakan bahwa organisasi kealumnian PT tertentu sudah sepantasnya untuk didukung secara aktif pengembangannya oleh almamaternya, oleh alumninya, oleh dunia usaha dan dunia industri, oleh stakeholder lain, serta bila perlu oleh pihak pemerintah daerah setempat.

Almamater tidak akan berkembang tanpa ‘engangement” alumni yang tinggi, sebaliknya organisasi kealumnian tidak akan maju tanpa dukungan yang baik dari almamaternya. Engagement alumni yang tinggi harus dipupuk oleh kampusnya secara terus menerus, salah satunya melalui cara memfasilitasi kegiatan konggres ikatan alumninya agar berjalan lancar serta turut serta mempromosikan kegiatan ini sebagai bagian dari pengembangan PT.

Selamat berkonggres Ikatan Alumni Universitas Airlangga. Semoga lancar dan amanah.

Oleh: Agus Hendrawan Budi Sulistyo (Cak AHen)

Pegiat kealumnian Universitas Airlangga

  • Anggota Bidang Strategic Studies & Global Alumni Empowerment, IKAUA 2017-2025.
  • Anggota Bidang Jejaring IKAFE-UA 2017-2021

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp