Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang pada Laboratorium Gigi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Suara Surabaya

Infeksi adalah masalah kesehatan serius yang dihadapi banyak orang countrie (Khanghahi et al, 2013). Teknisi gigi adalah salah satu pekerjaan yang berisiko tertular penyakit menular yang dapat terjadi dari penularan melalui air liur, darah, atau peralatan yang terkontaminasi. Kesan gigi selalu dikirim ke laboratorium gigi mengandung air liur dan terkadang darah. Air liur ini dan darah dapat mengandung banyak non-patogen dan mikroorganisme patogen seperti Candida albicans, Streptococcus aureus, Hepatitis virus, herpes simpleks, HIV dan lainnya.  Laboratorium gigi merupakan area tempat teknisi gigi dapat terinfeksi terutama bila kondisinya tidak steril. Sulit untuk mendisinfeksi jamur karena mikroorganisme bisa masuk ke bagian dalam gips sehingga desinfeksi menjadi kurang optimal. Bakteri masuk rongga mulut bisa tetap hidup selama seminggu bahkan di dalam gypsum. Oleh karena itu, semuanya kesan gigi yang diterima dari dokter gigi haruslah didesinfeksi.

Teknisi sedang bekerja di laboratorium gigi bisa terkena infeksi melalui kontak langsung dengan barang yang belum pernah didesinfeksi melalui luka dan lecet saat bekerja tanpa menggunakan sarung tangan dan masker. Infeksi bias ditransfer melalui cetakan gigi yang dilakukan oleh teknisi gigi terkait dengan kontak permukaan, tangan potongan, bur, batu apung, aerosol, dll.  Laboratorium gigi harus seaman mungkin dari semua jenis infeksi. Potensi untuk penularan penyakit dapat diminimalisir melalui;

(a) Imunisasi, terutama hepatitis B.

(b) Penghalang

Tekniknya antara lain mencuci tangan dengan antimikroba sabun atau gosok tangan dengan bahan berbasis alcohol sebelum mulai bekerja di laboratorium gigi. Kapan Bekerja, teknisi gigi harus selalu menggunakan pribadi alat pelindung seperti sarung tangan, masker, kacamata, dan jas laboratorium. Sarung tangan harus digunakan saat membersihkan atau mengisi cetakan gigi. Topeng, pelindung kacamata atau pakaian harus digunakan bila ada potensi untuk percikan, penyemprotan, atau aerosol seperti saat mengoperasikan mesin sambil memoles, memotong pengecoran hasil, dll.

Jas laboratorium harus digunakan kapan saja selama proses fabrikasi di laboratorium dan diganti atau dicuci setiap hari dan tidak boleh digunakan di luar laboratorium. Ini mencegah penularan laboratorium terhadap lingkungan atau sebaliknya/ Semua prosedur desinfeksi harus dilakukan di laboratorium oleh teknisi terlatih jika di desinfeksi status tidak diketahui. Disinfeksi harus benar Mencegah korosi komponen logam, dimensional perubahan dan tekstur permukaan karya. Beberapa efektivitas memiliki disinfektan telah dilaporkan, termasuk chlorhexidine digluconate dan glutaraldehyde. Infeksi pengendalian dianggap menjadi perhatian yang sangat penting di laboratorium gigi sehingga teknisi gigi dapat menghindari infeksi silang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan desinfeksi di laboratorium gigi di Jawa Timur sebagai tindakan preventif dan pengendalian persilangan infeksi.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada Laboratorium gigi perlu dilakukan mengingat hal itu Laboratorium gigi dapat menjadi sumber penularan penyakit menular yang berasal dari patogen oral dan mikroorganisme saluran pernapasan. Patogen mikroorganisme seperti virus hepatitis B, hepatitis C. virus, HIV / AIDS, virus herpes simpleks, sitomegalovirus

(CMV), Mycobacterium tuberculosis, stafilokokus, streptokokus dan virus serta bakteri lain.  Laboratorium gigi menerima pekerjaan membuat restorasi gigi cekat, sebagian atau seluruhnya gigi palsu, peralatan ortodontik lepasan, atau perlengkapannya reparasi dari klinik. Dokter dapat mengirim file pesanan ke laboratorium gigi berupa kedokteran gigi impresi, model gigi atau gigi tiruan lepasan prostesis serta pelat ortodontik lepasan perangkat yang membutuhkan perbaikan.  Jika materi memiliki belum didesinfeksi oleh dokter, mungkin mengandung mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi silang pada teknisi gigi yang menangani itu, serta dokter gigi dan pasien lainnya. Dokter gigi sebagai personel yang memberikan layanan kesehatan harus melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi

Responden dalam penelitian ini adalah laboratorium gigi terletak di wilayah Provinsi Jawa Timur yang dulu telah beroperasi minimal 1 – 5 tahun (20%), 16 – 20 tahun (35%) dan lebih dari 20 tahun (25%). Ini menunjukkan itu responden memiliki cukup waktu atau pengalaman untuk menjalankan fungsinya. Selama laboratorium gigi operasional, ternyata 90% responden melakukannya tidak mendisinfeksi ruang kerja, peralatan atau bahan diterima dari klinik gigi dan hanya 10% yang melakukannya. Dari Dari 10% yang mendisinfeksi hanya ada 1 responden siapa yang melakukannya setiap hari. Hasil ini serupa dengan hasil dari survei praktik pengendalian infeksi secara pribadi laboratorium gigi di Riyadh dan menemukan bahwa 87,5% responden tidak sadar dan tidak mengikuti infeksi prosedur pengendalian

Pencegahan dan pengendalian prosedur infeksi silang Laboratorium kedokteran gigi di Provinsi Jawa Timur masih rendah. Bimbingan dan supervisi pengoperasian laboratorium gigi oleh pemerintah Indonesia dan organisasi profesi perlu ditingkatkan. Pendidikan mengenai pengendalian infeksi perlu dilakukan dilakukan melalui pelatihan dan memasukkan materi tentang pengendalian infeksi di program studi teknisi gigi kurikulum di Indonesia.

Penulis: Eny Inayati drg,.M.Kes

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/JVHS/article/view/26180/13811

Eny Inayati, Sri Redjeki, Nanda Rachmad Putra Gofur. PREVENTION AND CONTROL OF CROSS INFECTION AT DENTAL LABORATORIES IN EAST JAVA PROVINCE OF INDONESIA. Journal of Vocational Health Studies 04 (2021): 125-130

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp