Peningkatan Nilai Manfaat Ampas Tebu sebagai Sumber Bahan Baku Halal Komoditas Ekspor

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Dictio

Pelaksana Tugas Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk halal mengungkapkan bahwa  sebagian besar bahan baku untuk sediaan farmasi termasuk kosmetik masih impor, sehingga  ketersediaan bahan baku halal masih menjadi masalah yang mendesak untuk diatasi. Sebanyak 90% bahan baku sediaan farmasi di Indonesia diperoleh melalui impor dari Cina  (60%) dan India (30%) dengan nilai ekonomi kurang lebih 1.3 milyar USD. Nilai ekspor  industri farmasi Indonesia kurang lebih Rp 2 trilliun dalam bentuk obat, dan nilai impor kurang  lebih Rp 21 trilliun yang didominasi oleh bahan baku obat. Beberapa bahan dalam sediaan  farmasi yang masuk dalam kategori bahan titik kritis halal antara lain pelarut alkohol, pengisi  tablet, pengikat, bahan kapsul, emulsifier, stabilizer, pengental, sediaan gel dan sediaan lain  yang dapat bersumber atau berasal dari gelatin yang 80% diekstrak dari babi. Sementara,  sumber daya alam Indonesia masih banyak yang belum termanfaatkan optimal untuk  menunjang kebutuhan bahan baku. Beberapa sumber bahan yang memiliki potensi  dikembangkan sebagai bahan alternatif dengan fungsi tersebut antara lain rumput laut,  karaginan, selulosa dan turunan selulosa, seperti metil selulosa, etil selulosa, ester selulosa,  selulosa asetat, karboksi metil selulosa, mikro selulosa dan nanoselulosa. Pemanfaatan limbah atau ampas tebu (Saccharum offinarum) dari pabrik gula yang  

selama ini belum bernilai ekonomi optimal, banyak menarik minat peneliti untuk mengeksplor  bahan baku yang memiliki nilai komoditi ekspor, antara lain selulosa dan nanoselulosa. Kedua  bahan baku ini banyak digunakan di industri obat, kosmetik, makanan dan minuman. Keberadaan selulosa dan nanoselulosa di alam tidak tersedia dalam bentuk murni, melainkan  dalam bentuk lignoselulosa yaitu suatu biomassa gabungan lignin, selulosa dan hemiselulosa.  Bahan utama sebagai sumber bahan baku selulosa dan nanoselulosa dapat berasal dari bahan  alam yang mengandung selulosa seperti dinding sel tanaman, bakteri asam asetat, beberapa  hewan, dan Selulosa dapat diisolasi dari jus limbah kulit nanas menghasilkan bacterial  cellulose, serat mesocarp kelapa sawit, limbah kulit kentang, serat gula aren, tanaman sagu,  residu pisang, Jerami gandum, ampas singkong, tandan kelapa sawit, siwalan dan ampas tebu.

Residu berserat dari tebu yang telah melalui proses ekstraksi (pengambilan fasa air dari batang)  menghasilkan ampas tebu, yang biasanya diperoleh dari limbah industri gula dan alkohol. Dari  satu pabrik gula dapat diperoleh ampas tebu 35 – 40% dari berat tebu yang digiling. Dengan  mengacu proyeksi produksi tebu tahun 2013 di Indonesia yang mencapai rata-rata 27.880.000 

ton, maka dapat dikalkulasikan bahwa jumlah ampas tebu yang diproduksi dalam kurun waktu  tersebut rata-rata mencapai 11.152.000 ton. Jumlah tersebut dapat diperkirakan meningkat, sebab produksi gula di Indonesia sampai dengan tahun 2020 diproyeksikan mengalami  peningkatan (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2016). Sebagai limbah, keberadaan  ampas tebu dapat mengganggu lingkungan, sehingga harus dikelola dengan efisien dan efektif. Ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai komposit, bahan tekstil, pembuatan pulp dan kertas,  pakan hewan, serta sebagai bahan bakar di industri gula. Pemanfaatan tersebut belum  meningkatkan nilai ekonomis ampas tebu dan dinilai bukan cara yang produktif dalam  menangani limbah ampas tebu.  

Ampas tebu merupakan biomassa lignoselulosa yang tersusun dari selulosa,  hemiselulosa dan lignin serta sejumlah kecil abu dan beberapa bahan lain. Ampas tebu  mengandung 40-50% selulosa dan 25-35% hemiselulosa, lignin, beberapa mineral, lilin dan  senyawa lain. Penelitian yang telah dilakukan oleh Begum dkk, (2021) bertujuan untuk  memperoleh bahan baku selulosa dan nanoselulosa dari ampas tebu yang proses pembuatannya  dikontrol titik kritis halalnya, sehingga dapat menghasilkan bahan baku untuk sediaan farmasi  yang halal. Berbeda dengan penelitian tentang isolasi selulosa dan sintesis nanoselulosa dari  ampas tebu yang telah dipublikasi sebelumnya, penelitian ini focus pada analisis dan kontrol  titik kritis halal yang dapat terjadi dalam proses isolasi selulosa dan sintesis nanoselulosa dari  ampas tebu. Pada penelitian ini dilakukan uji variasi pelarut berupa asam yang belum pernah  digunakan untuk isolasi selulosa dan sintesis nanoselulosa dari ampas tebu, seperti kombinasi  asam nitrat : asam sulfat; asam nitrat : asam klorida dan asam sulfat : asam klorida. Pengujian 

terhadap pharmacopeial specification untuk selulosa dan nanoselulosa dari ampas tebu  dilakukan sebagai salah satu upaya penyiapan keduanya menjadi bahan baku sediaan farmasi  yang memenuhi kriteria halal, terutama dari aspek proses produksinya. Analisis titik kritis  halal dilakukan dan dikontrol sejak dari lokasi pengambilan sampel hingga penggunaan bahan  penolong berupa pelarut asam basa untuk isolasi selulosa dan sintesis nanoselulosa. Variasi  jenis asam dan konsentrasi diujikan untuk mengetahui kondisi optimum isolasi selulosa dan  nanoselulosa. Karakterisasi organoleptis dan fisiko-kimia diuji dengan instrumen FTIR, PSA,  XRD dan SEM. Pengujian Pharmacopeial specifications sebagai bahan baku farmasi  dilakukan dan dibandingkan dengan mengacu standar pada Japan Pharmacopeia XV dan  Pharmacopeia Europe 6,0 (Rowe et al., 2009). 

Penulis :Prof. M. Yuwono, re.nat, Dr., Apt., M.S. 

Informasi detail riset ini dapat diakses pada artikel kami di: 

http://annalsofrscb.ro/index.php/journal/article/view/1049

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp