Pemodelan Efek Pemanasan Global pada Mencairnya Lapisan Es Kutub

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Pemanasan global memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap perubahan banyak hal di lingkungan. Kenaikan permukaan laut adalah salah satu dampak paling buruk dari tingginya tingkat pencairan es di kutub dalam beberapa dekade terakhir, yang diakibatkan oleh fenomena pemanasan global. Pemanasan global terjadi akibat adanya peningkatan kadar gas rumah kaca di lapisan troposfer (biosfer) seperti karbon dioksida (CO2), uap air, metana, nitrous oxide, halocarbon dan lainnya, yang menyebabkan peningkatan rata-rata temperatur global di permukaan bumi, baik daratan, lautan  maupun udara biosfer.

Dari keseluruhan gas penyusun rumah kaca, konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer merupakan faktor pendorong utama dibalik meningkatnya ancaman pemanasan global tersebut. Peningkatan karbon dioksida (CO2) ini, telah menyumbang sekitar 72% dari efek rumah kaca hingga saat ini, sedangkan gas rumah kaca (greenhouse gases)lain seperti metana hanya menyumbang sekitar 21% dan nitrous oxide sekitar 7%. Akar penyebab tingginya kenaikan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) tersebut adalah adanya faktor anthropogenic atau aktivitas manusia.

Peningkatan emisi gas karbon dioksida (CO2) akibat faktor anthropogenic tersebut, semakin diperparah oleh adanya perubahan fungsi lahan, yang mengakibatkan semakin berkurangnya daerah hijau khususnya hutan. FAO mencatat bahwa antara tahun 1990 dan 2005, total kawasan hutan menurun pada tingkat tahunan sebesar 0.24% dan stok karbon per hektar dalam biomassa hutan telah menurun pada tingkat 0.02%. Perusakan hutan yang parah ini telah berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer yang tidak dapat ditoleransi lagi. Jika peningkatan ini terus berlanjut tanpa terkontrol, maka ancaman pemanasan global yang semakin besar tidak akan dapat dihindari lagi. Hal ini akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap ekosistem kutub.

Efek rumah kaca yang terus memprihatinkan,  membuat penurunan dalam skala global dari lapisan salju dan es  di kutub selama bertahun-tahun, terutama sejak tahun 1980 dan terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir, meskipun juga terdapat pertumbuhan di beberapa tempat dan sedikit perubahan ditempat lainnya. Dengan demikian, memahami interaksi populasi manusia, biomassa hutan, konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan volume es di kutub akan memberikan wawasan yang lebih baik untuk prediksi dan pengendalian terhadap peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer dan pencairan es di kutub di masa depan.

Beberapa model matematika telah banyak dilakukan untuk mempelajari pengaruh berbagai faktor pada dinamika konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Beberapa peneliti telah mengembangkan pengaruh populasi manusia dan biomassa hutan terhadap dinamika gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Peneliti yang lain telah memformulasikan model matematika untuk mempelajari dampak dari pemilihan teknologi dalam upaya pengendalian emisi anthropogenic karbon dioksida (CO2) di atmosfer.

Pada penelitian ini, dikembangkan suatu model matematika yang menggambarkan dampak pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer terhadap pencairan es di kutub, sekaligus pengaruh penerapan kontrol optimal berupa pilihan teknologi bersihdan upaya reforestation untuk menekan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer yang nantinya akan berdampak pula pada pencairan es di kutub. Pada kajian ini, variabel yang diperhatikan antara lain konsentrasi gas CO2 di atmosfer, jumlah populasi manusia, biomassa hutan dan volume es di kutub.

Berdasarkan analisis model diperoleh tiga titik setimbang, yaitu titik setimbang human and forest absence, titik setimbang forest absence, dan titik setimbang co-existence yang ketiganya bersifat stabil asimtotis bersyarat. Selanjutnya, dilakukan dikaji efek penerapan strategi control optimal berupa upaya pilihan teknologi bersih  dan upaya reforestation. Dari hasil simulasi numerik terlihat bahwa implementasi teknologi bersih  saja dapat meningkatkan volume es di kutub sebesar 1668.36%  serta dapat menurunkan emisi gas karbon dioksida (CO2)  hingga 52.54%. Untuk pemberian kontrol berupa upaya reforestation saja dapat meningkatkan volume es di kutub sebesar 19.50% serta dapat mengurangi konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer hingga 3.64%. Berikutnya, kombinasi penerapan teknologi bersih dan reforestation secara bersamaan dapat meningkatkan volume es di kutub sebesar 1831.08% serta dapat mereduksi konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer hingga 54.13%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi kontrol optimal berupa pilihan teknologi bersih dan reforestation yang dilakukan secara bersamaan memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan konsentrasi emisi gas karbon dioksida dan tingkat pencairan es di kutub dengan biaya yang minimal.

Penulis: Dr. Fatmawati, M.Si

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://aip.scitation.org/doi/abs/10.1063/5.0042360

Authors: E. Andry Dwi Kurniawan, Fatmawati, Miswanto.

Title: Modeling of global warming effect on the melting of polar ice caps with optimal control analysis, AIP Conference Proceedings Volume 2329,   (2021) 040006

https://doi.org/10.1063/5.0042360

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp