Analisis Pemberian Pinjaman Langsung sebagai Upaya untuk Pembiayaan Infrastruktur Transportasi Darat di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: kompas otomotif

Pendahuluan

Penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan argumentasi hukum dengan memfokuskan ciri utama mengkaji pemberlakuan hukum dengan disertai argumentasi/pertimbangan hukum yang dibuat penegak hukum, serta interpretasi di balik pemberlakuan hukum tersebut. Tipe penelitian yang digunakan adalah doctrinal research. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam tipe penelitian hukum doktrinal menekankan pada langkah-langkah spekulatif-kontemplatif dan analisis normatif-kualitatif. Penulisan ini merupakan penelitian hukum. Pendekatan masalah dilakukan menggunakan statute approach dan conceptual approach. Statute approach yaitu pendekatan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Conceptual approach yaitu pendekatan konseptual yang dilakukan dengan mempelajari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum terhadap isu yang dihadapi.

Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pemberian Pinjaman Langsung untuk Pembiayaan Infrastruktur Transportasi

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara kreditor dan debitor di lingkup harta kekayaan.16 Hubungan hukum adalah hubungan antara subjek hukum yang satu dengan yang lain yang diatur oleh hukum dan berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang diatur oleh hukum.17 Pihak dalam hubungan hukum ada yang berperan sebagai debitor serta ada yang berperan sebagai kreditor. Kreditor merupakan pihak yang berhak atas prestasi dan debitor adalah pihak yang wajib menyerahkan prestasi.18 Berdasarkan Pasal 1234 Burgerlijk Wetboek (BW), prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Pemberian pinjaman langsung melibatkan berbagai pihak. Pihak yang terlibat dalam pemberian pinjaman langsung adalah Pemerintah Pusat, Lembaga Keuangan Internasional, Badan Usaha Milik Negara, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara, dan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Pihak-pihak tersebut telah didefinisikan dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2015 tentang Jaminan Pemerintah Pusat atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional Kepada Badan Usaha Milik Negara, yakni:

  1. Pemerintah Pusat

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Lembaga Keuangan Negara

Lembaga keuangan multilateral dan lembaga keuangan negara yang memiliki hubungan diplomatik dalam rangka kerja sama bilateral yang menyediakan Pinjaman Langsung

3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan tentang Badan Usaha Milik Negara.

4. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara

BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2008 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.

5. Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur

BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur.

Upaya Hukum Bagi Pemerintah Indonesia Apabila Peminjam Tidak Membayar Pinjaman Untuk Pembiayaan Infrastruktur Transportasi

Penjaminan dalam BW diatur dalam Pasal 1820 BW yang menyatakan bahwa penjaminan atau penanggungan adalah persetujuan di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur tidak memenuhi perikatannya. Berdasarkan lex specialis derogat legi generalis, maka untuk penjaminan dalam peminjaman langsung untuk pembiayaan infrastruktur, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2015 tentang Jaminan Pemerintah Pusat atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional Kepada Badan Usaha Milik Negara jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.08/2015 tentang Tata Cara Pemberian dan Pelaksanaan Jaminan Pemerintah atas Pembiayaan Infrastruktur melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional Kepada Badan Usaha Milik Negara. Skema pemberian pinjaman langsung untuk pembiayaan infrastruktur memang skema pembiayaan di luar APBN. Namun, apabila terjadi gagal bayar oleh BUMN kepada pemberi pinjaman akan beralih menjadi tanggungan Pemerintah, maka skema ini tetap dipertimbangkan dalam APBN di dalam kewajiban kontingensi sebagai upaya mitigasi risiko.25 Yang perlu diperhatikan Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal dalam upaya mitigasi risiko fiskal atas direct lending adalah membatasi moral hazard/risiko moral akibat information asymmetry antara BUMN, Pemerintah dan lender dikarenakan adanya declare pinjaman proyek tertentu akan dijamin Pemerintah mengurangi insentif bagi Lembaga Keuangan Internasional untuk teliti menilai persiapan proyek yang akan dibangun.26 Oleh karena itu, Pemerintah tidak dapat bergantung kepada para lender dalam memastikan apakah persiapan proyek telah dilaksanakan dengan baik dan apakah keuangan BUMN nantinya memiliki kemampuan bayar kembali yang cukup.

Kesimpulan

Pemerintah Pusat berperan sebagai penanggung dalam perjanjian peminjaman langsung antara Lembaga Keuangan Internasional yang nantinya memberikan pinjaman langsung dan BUMN infrastruktur bidang transportasi dan/atau perusahaan pembiayaan infrastruktur bidang transportasi milik negara dalam bentuk surat jaminan dan perjanjian jaminan pemerintah. Pemerintah akan memegang piutang terhadap peminjam ketika terjadi pelaksanaan pembayaran jaminan kepada Lembaga Keuangan Internasional atas Pinjaman Langsung. Lembaga Keuangan Internasional memiliki hubungan hukum dengan Badan Usaha Milik Negara Infrastruktur dan/atau Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara berdasarkan perjanjian peminjaman langsung. Apabila peminjam (BUMN infrastruktur bidang transportasi dan/atau perusahaan pembiayaan infrastruktur bidang transportasi milik negara) tidak mampu membayar dan klaim pembayaran oleh pemerintah selaku penjamin terjadi, maka akan dibuatkan perjanjian regres. Apabila BUMN infrastruktur bidang transportasi dan/atau perusahaan pembiayaan infrastruktur bidang transportasi milik negara mengingkari perjanjian tersebut maka termasuk dalam ranah wanprestasi dan dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau non litigasi.

Penulis: Faizal Kurniawan

Informasi detail dari Junal ini  ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://jih.ejournal.unri.ac.id/index.php/JIH/article/view/7953

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp